Kita cukup beruntung hidup di Indonesia dengan alam demokrasi yang relatif cukup baik, jika dibandingkan misalnya dengan Korea Utara. Salah satu keberuntungan itu adalah kebebasan kita mengemukakan pendapat di depan umum, yang merupakan hasil dari proses reformasi yang telah dan sedang kita jalankan.
Sudah umum kita ketahui bahwa hari demi hari, media massa online maupun offline dipenuhi oleh berbagai pendapat, opini atau kritikan-kritikan yang ringan hingga kritikan yang sangat keras. Bukan hanya kepada pemerintah, dari pemerintah kepada kita, dan juga kepada sesama kita, rakyat biasa.
Misalnya dalam kasus yang masih hangat, yaitu Program Kondom yang diadakan oleh Menteri Kesehatan, dan contoh-contoh yang lain, yang rasanya terlalu banyak untuk disebutkan.
Setiap manusia memiliki pola atau cara berpikir yang berbeda-beda. Keanekaragaman yang terbentuk dari karakter biologis yang ia terima dari “alam”, dari pola pendidikan orangtuanya, dari orang-orang di sekitarnya, dan dari lingkungan sosial budaya dimana ia tumbuh dan berkembang.
Jadi sangat wajar, bersifat alamiah dan manusiawi apabila setiap orang memiliki pendapat tersendiri mengenai suatu hal, terlepas dari pendapat siapa yang paling salah, salah, benar dan paling benar. Perbedaan yang selalu kita temui di dalam kehidupan sehari-hari.
Perbedaan itu adalah rahmat, karena dengan demikian kita bisa memperoleh berbagai sudut pandang, sehingga kita bisa lebih memahami topik yang sedang dibahas, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Meskipun kita diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat, tentunya kebebasan itu bukanlah kebebasan mutlak, karena kita hidup di lingkungan sosial yang memiliki norma-norma dan berbagai peraturan atau hukum yang sengaja dibuat untuk mengendalikan masyarakat supaya tidak terjatuh ke dalam kekacauan.
Silahkan mengemukakan pendapat berdasarkan pola pikir kita sendiri. Pendapat yang dilatarbelakangi suku, agama, ras, golongan, latar belakang pendidikan, profesi dan sebagainya.
Yang tidak bisa dibiarkan adalah orang-orang yang mencaci maki, mengolok-olok, menghujat, menghina orang-orang yang memiliki pendapat yang berbeda, orang-orang yang memaksakan pendapatnya kepada orang lain dengan cara-cara yang tidak bermoral apalagi dengan kekerasan.
Sekiranya kita berkeyakinan bahwa pendapat kita adalah yang benar dan pendapat yang lain salah, jelaskanlah, juallah, publikasikanlah, pendapat kita tersebut dengan baik, argumentatif, beretika, bermoral, mengikuti norma-norma sosial budaya dan hukum yang berlaku.
Satu hal yang sangat penting untuk selalu diingat saat berdiskusi atau berdebat adalah sangat memperhatikan kesiapan kondisi fisik dan psikologis, khususnya dalam diskusi dengan topik yang relatif berat dan sensitif. Karena dalam kondisi fisik dan psikologis yang tidak baik, manusia cenderung mengumbar nafsu amarah.
Kemarahan yang akan mengganggu konsentrasi, mengacaukan argumen yang diberikan sehingga sangat sulit dipahami oleh teman diskusi, rentan menimbulkan rasa tidak suka atau bahkan permusuhan, membuatnya condong menyerang orangnya daripada pendapatnya.
Hal ini pernah saya alami sendiri baru-baru ini di Kompasiana, yang membuat saya merasa harus memberikan pernyataan maaf secara terbuka.
Sampai disini, saya memahami benar bahwa perbedaan pendapat itu adalah rahmat, suatu kenikmatan tersendiri.
Salam Hangat Sahabat Kompasianers...
[-Rahmad Agus Koto-]
Artikel Terkait
Ciri-ciri Perdebatan yang Sia-sia
Saya Senang Ada Perseteruan di Kompasiana
Sangat Merindukan Teman Debat yang Begini di Kompasiana
Permohonan Maaf Rahmad Agus Koto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H