Mohon tunggu...
Lohmenz Neinjelen
Lohmenz Neinjelen Mohon Tunggu... Buruh - Bola Itu Bundar, Bukan Peang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

https://gonjreng.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Profesor Amien Rais Sudah Hilang

25 Mei 2019   17:17 Diperbarui: 25 Mei 2019   20:27 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Profesor Amien Rais sudah hilang?

Begini, menurut Ketua Dewan Guru Besar UGM, Koentjoro, politikus gaek Amien Rais sudah pensiun dari UGM, sedangkan guru besar atau profesor itu jabatan akademik. Makdarit (maka dari itu), dengan sendirinya jabatan guru besar atau profesor Amien Rais sudah hilang.

"Beliau sudah pensiun. Guru besar atau profesor itu adalah jabatan akademik, sehingga ketika beliau itu pensiun maka jabatan akademik sebagai guru besar itu pun sebetulnya juga harusnya hilang," katanya di sini. 

Merujuk pada pernyataan Ketua Dewan Guru Besar UGM tadi, maka sebutan "profesor Amien Rais" tidak ada lagi atau sudah hilang, tinggal "Amien Rais" saja.

Pernyataan Koentjoro tadi membuat politikus PAN ini terkesan sewot. Menurut Wasekjen PAN Saleh Daulay, jika argumen Koentjoro tadi benar, berarti semua guru besar yang pensiun tidak boleh lagi disebut profesor, tapi buktinya banyak guru besar yang sudah pensiun, bahkan sudah meninggal, tetap saja dipanggil profesor. 

Cukup menarik masalah profesor Amien Rais ini. 

Tapi ada pernyataan politikus PAN tadi yang keliru, yaitu hanya satu orang saja yang mengatakan gelar profesor Amien Rais sudah hilang, padahal Rektor UGM, Panut Mulyono pun mengatakan hal yang senada dengan Koentjoro.

Masyarakat awam yang bingung dengan masalah profesor Amien Rais ini mungkin saja bertanya. Omongan siapa yang lebih layak dipercaya? Omongan politikus atau Ketua Dewan Guru Besar dan Rektor UGM? 

Bagi orang cerdas, cukup tersenyum simpul saja. 

Mengapa?

Karena orang cerdas tidak memandang seseorang berdasarkan status, jabatan, pangkat, atau "label" dan "embel-embel" yang ada.

Masa bodo dengan segala macam "label" dan "embel-embel" itu, karena bukan dari situ seseorang dinilai. Di samping itu, cukup banyak ditemukan mereka yang sudah S1, S2, S3, bahkan S cendol, tapi ternyata otaknya atau cara berpikirnya tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya tadi. 

Makanya, jika ada sebagian pihak masih saja terkagum-kagum dengan segala macam "label" atau "embel-embel" seseorang, patut dikasihani.

Orang cerdas akan mengatakan seperti ini.

Gue gak peduli pendidikan lu S1, S2, S3, S cendol, S campur, dan seterusnya, yang gue nilai adalah otak lu. Gue gak peduli bintang lu berjejer, mulai dari pundak, turun ke punggung hingga ke pan*at sekalipun, yang gue nilai adalah omongan lu yang berasal dari otak itu, "berisi" atau tidak.


Jokowi Tak Harus Bertemu Prabowo, Ini Alasannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun