Mohon tunggu...
Ahmad Zulfikar A
Ahmad Zulfikar A Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa yang mendalami sejarah di salah satu perguruan tinggi di Jogja

Mahasiswa yang masih berjibaku dengan skripsi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pendidikan untuk Anak Penyandang Disabilitas di Indonesia, Sudah Sesuaikah?

13 Desember 2020   12:00 Diperbarui: 13 Desember 2020   13:19 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"3 dari 10 anak penyandang disabilitas tidak pernah mengenyam bangku pendidikan."

Data di atas dikeluarkan oleh Data Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2018. Terindikasi bahwa, di Indonesia, 3 dari 10 anak penyandang disabilitas tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Berdasarkan survei, anak usia 7-18 tahun dengan disabilitas yang tidak bersekolah mencapai angka hampir 140.000 orang. Angka yang tergolong tinggi bukan?

Data di atas membuktikan bahwa keterkaitan antara anak penyandang disabilitas terhadap pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya merata. Masih banyak anak penyandang disabilitas yang jangankan untuk menempuh pendidikan wajib 12 tahun, untuk masuk ke tingkat sekolah dasar saja masih sulit. Seyogyanya, pendidikan merupakan aspek pokok dan fondasi dasar bagi setiap anak-anak, terlepas dari apa suku bangsa, ras, agama, latar belakang ekonomi keluarga bahkan kondisi fisik, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Bagaimana dunia melihat isu mengenai penyandang disabilitas?

Dunia tentu tidak tinggal diam menanggapi isu sekrusial ini. Setiap bulan Desember di tanggal 3, semenjak 28 tahun yang lalu di setiap tahunnya, dunia memperingati Hari Disabilitas Internasional (International Day of People with Disability) atau dapat kita singkat menjadi IDPWD. Agenda tersebut dicanangkan oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bentuk kepedulian untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap penyandang disabilitas. Hal ini bertujuan untuk memberikan hak-hak dan kesejahteraan bagi para penyandang disabilitas di semua bidang dan aspek pembangunan. 

Hari Disabilitas Internasional juga dibuat dengan tujuan meningkatkan kesadaran terhadap situasi dan kondisi para penyandang disabilitas, terlepas dari kategori usianya, di setiap aspek kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Berbicara mengenai penyandang disabilitas, sebenarnya apa sih pengertian penyandang disabilitas itu?

Melihat definisi dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, definisi penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ini sebenarnya merupakan UU pengganti, menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Dasar pergantian UU tersebut sebagai jawaban atas UU sebelumnya yang dinilai belum berperspektif hak asasi manusia, lebih bersifat belas kasihan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang kebijakan pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Menurut opini saya pribadi, perubahan ini juga turut membangun stigma yang positif dilihat dari perubahan penggunaan kata “Cacat” menjadi “Disabilitas”. Dilihat dari segi pengucapan, kata “Cacat” terkesan agak kasar dan memojokkan suatu pihak.

Beralih ke ruang lingkup yang lebih kecil, di Indonesia sejak lama telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan penyandang disabiltas. Salah satunya, sebagai salah satu negara penandatangan konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas), menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas. 

Lantas, bagaimana pemerintah memenuhi hak penyandang disabilitas dalam hal pendidikan, terutama bagi anak-anak? Sudah sesuaikah pendidikan kita untuk anak-anak penyandang disabilitas?

Pendidikan untuk Anak Penyandang Disabilitas di Indonesia

Melihat definisi di atas tadi, pengertian sederhananya, penyandang disabilitas memiliki keterbatasan yang pada umumnya menghambat dan kerap kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, diperlukan pelayanan pendidikan yang spesifik dan tepat sasaran dalam pelaksanaannya. Di Indonesia sendiri, terdapat tiga jenis sekolah yang melayani anak-anak penyandang disabiltas, Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Terpadu. Tentu akan muncul pertanyaan, apa sih beda dari ketiganya?

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung beberapa jenis kelainan, yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, bahkan juga tunaganda yang ditampung dalam satu atap. Adapun Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sistem penyelenggaraan pendidikan khusus yang terpisah dengan anak umum lainnya dimana anak-anak berkebutuhan khusus di tempatkan secara khusus sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penyelenggarannya SLB ini ada yang mengkhususkan untuk tunanetra, tunarungu maupun tunadaksa. Sementara Sekolah Terpadu adalah sekolah reguler pada umumnya yang juga menerima anak-anak penyandang disabilitas dengan guru, fasilitas, kurikulum, dan proses belajar mengajar yang sama.

Menurut data dari EMIS KEMENDIKBUD tahun 2018, terdapat 2.212 sekolah pendidikan khusus, dibagi menjadi 180 Sekolah Dasar, 101 Sekolah Menengah Pertama, 70 Sekolah Menengah Atas dan 1.861 Sekolah Luar Biasa. Jumlah tersebut masih dinilai sangat sedikit melihat Sekolah Dasar reguler saja terdapat 131.974 untuk sekolah negeri dan 16.270 untuk sekolah swasta. 

Melimpah ruahnya Sekolah Dasar reguler, di lain sisi membuat pemerintah merencanakan sistem pendidikan yang dapat membuat seluruh lapisan masyarakat dapat menyekolahkan anak-anaknya, bahkan anak-anak penyandang disabilitas sekali pun, yakni pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah terpadu.

Realita Pendidikan Inklusif

Pengertian pendidikan inklusif sendiri menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan atau Bakat Istimewa adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdaan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara umum bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 

Keberadaan pendidikan inklusif bukan saja penting untuk menampung anak yang berkebutuhan khusus dalam sebuah sekolah yang terpadu, melainkan pula dimaksudkan untuk mengembangkan potensi dan menyelamatkan mereka dari diskriminasi pendidikan yang cenderung mengabaikan anak-anak penyandang disabilitas.

Pendidikan inklusif dapat dibilang merupakan pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua lapisan termasuk anak penyandang disabilitas. Pendidikan inklusif berusaha mengintegrasikan anak penyandang disabilitas kedalam kelas reguler di sekolah umum yang telah mendapat predikat inklusif. 

Pendidikan inklusif adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak pada umumnya untuk belajar. Dari situlah muncul perasaan bahwa anak penyandang disabilitas akan merasa bahwa mereka tidak dibeda-bedakan dari yang lain. Kelak nantinya akan melahirkan sikap toleransi dan menjadi sebuah komunitas yang kuat.

Pendidikan inklusif sejauh ini dapat dikatakan menjadi contoh yang sangat baik bagi sistem pendidikan yang berasas kesetaraan bagi setiap elemen masyarakat. Namun bukan berarti pendidikan inklusif tak memiliki hambatan dalam implementasinya.

Realitas di lapangan mengenai pendidikan inklusif masih menemui beberapa hambatan. Pemahaman mengenai pendidikan inklusif sendiri belum terlalu dipahami oleh masyarakat, baik dari tenaga pengajar hingga orang tua. 

Orang tua terkadang masih beranggapan jika anaknya penyandang disabilitas, tentu harus masuk ke SLB atau tidak bersekolah sama sekali. Pemikiran seperti itu yang masih menahan anak-anak dengan penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan, bahkan dari lingkungan terkecil mereka. 

Faktor fasilitas dan tenaga pendidik juga masih menjadi hambatan untuk saat ini. Fasilitas dinilai belum sepenuhnya maksimal dan kurangnya tenaga pendidik yang berkompeten. Pemerintah juga turut andil dalam proses menciptakan pendidikan inklusif bagi seluruh daerah di Indonesia, dari ujung barat hingga ujung timur, setiap anak memiliki hak yang sama untuk bersekolah. Melihat beberapa hambatan tadi, kita tidak boleh merasa sedih, kasus di atas dapat kita atasi bersama jika seluruh aspek dan elemen dalam masyarakat mau satu suara untuk menciptakan iklim pendidikan yang baik dan hangat.

Anak-anak penyandang disabilitas juga berhak untuk bersekolah, terlepas dari apapun latar belakangnya. Semoga kedepannya kita dapat melihat Indonesia sebagai negara yang memiliki kultur pendidikan yang baik bagi semua. Terakhir, saya ucapkan walau sudah terlambat beberapa hari, Selamat Hari Disabilitas semuanya, aku, kamu, mereka semua sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun