Walaupun kedua kerusuhan rasial itu terjadi di tahun yang berbeda dan di negara yang berbeda, atau mungkin juga pemicu langsungnya tak ada kesamaannya, namun keduanya terjadi pada tanggal dan bulan yang sama. Dan sama-sama merupakan konflik rasial antara suku pribumi dan suku tionghoa. Dan juga punya latar fundamental yang sama, yaitu tentang persoalan ketimpangan ekonomi dan kesempatan berusaha antara kelompok suku pribumi dan kelompok suku tionghoa.Â
Nah, dalam tulisan ini, saya hanya akan fokus kepada sebab utama munculnya kedua insiden rasialnya itu saja. Yaitu, EKONOMI! Atau simpelnya adalah tentang UANG!
Tidak ada yang paling sensitif di dunia ini kecuali soal DUIT! Emak sama anak, anak sama bapak, bapak sama emak, abang sama ade saja bisa berkelahi, atau setidaknya bisa pelotot-pelototan kalau sudah rebutan UANG. Apalagi dengan orang lain :) Bisa-bisa menimbulkan pertumpahan darah dan dendam sehidup semati tuh.
Ada lagu yang cocok sekali untuk menggambarkan bahwa karena soal UANG siapa pun bisa lupa daratan. Lupa segala.
Nih lagunya
....
uang bisa juga
bikin orang mabuk kepayang uh...
Lupa sahabat, lupa kerabat
lupa saudara,
mungkin juga lupa ingatan
oh...uang...
oh...lagi-lagi uang
(Nicky Astria)
Hehehe..cocok kan? Syairnya? :) Maka itu, tak perlu aneh kalau ada siapa ribut atau bahkan bisa perang hanya gara-gara UANG!Â
Nah, konflik di dunia pun semuanya gegara UANG! Dari jaman ras manusia pertama kali ada di muka bumi pun keributan-keributannya tidak jauh dari soal UANG, HARTA BENDA, atau EKONOMI. Bahkan perkelahian para srigala dengan para harimau atau singa yang sering kita lihat di beberapa channel TV tentang dunia binatang juga kan sebabnya gegara rebutan sumber-sumber EKONOMI. Tidak ada di dunia ini, baik di kalangan binatang dan manusia yang sumber-sumber EKONOMInya terganggu atau dikuasai oleh sebagian kelompok tertentu lantas diam saja.
 Apabila itu terjadi, maka bisa dipastikan, kelompok yang merasa terganggu atau yang merasa tidak mendapat kesempatan bagian atas sumber-sumber EKONOMI itu akan melakukan penyerangan kelompok kepada kelompok-kelompok yang mengganggu atau yang menguasai sumber-sumber EKONOMI yang seharusnya secara alamiah terbagi rata atau proporsional.Â
Bahkan konflik dari jaman ke jaman hingga ke jaman saat ini terjadi di kawasan Timur Tengah pun pada dasarnya adalah tentang perebutan dan pembagian sumber-sumber EKONOMI atau UANG. Konflik aliran atau agama hanya semacam selimutnya saja. Dalamannya ya tetap saja tentang UANG atau EKONOMI itu.Â
Nah jadi, segala macam konflik yang bernuansa atau berselimutkan Ras, Agama atau Ideologi seharusnya diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan EKONOMI dan Keadilan Sosial. Sosial EKONOMI maksudnya :) Bukan sosiologi :) Sosiologi mah hanya landasan untuk mengamati atau menelaah gejala-gejala sosial saja. Sosiologi tidak akan pernah bisa dipakai sebagai alat atau sarana penyelesaian konflik sosial secara praktis dan permanen.Â
Okey, kita kembali ke soal kerusuhan rasial di tanggal 13 Mei 1969 di Kuala Lumpur, Malaysia dan yang terjadi di Jakarta, Indonesia pada tahun 1998. Ada kesamaan akar masalahnya toh? :) DUIT! :)) Atau EKONOMI. Mudah-mudahan saja, baik masyarakat dan pemerintah yang ada di Malaysia sana maupun yang di Indonesia sama-sama bisa mengambil pelajaran utama dari kejadian di masa lalunya itu. Masyarakat dan pemerintahnya bisa saling bekerja sama untuk menciptakan kondisi perekonomian masyarakat yang lebih adil dan merata.
Segala sekat-sekat sosial yang ketika masih dalam masa penjajahan Inggris di Malaysia dan penjajah Belanda di Indonesia, bisa sama-sama diupayakan untuk dihilangkan. Karena bagaimana pun sekat-sekat sosial seperti yang dahulu diterapkan oleh kaum penjajah di Malaysia maupun di Indonesia, hanyalah dimaksudkan untuk mempertahankan dan untuk memperkokoh kekuasaan penjajah di tanah koloninya. Sekarang kan sudah jaman kemerdekaan. Semua komponen dan kelompok sudah dalam Negara Malaysia dan Negara Indonesia yang satu. Kenapa juga masih Kenapa juga masih pada mau pake sekat-sekat sosial terus? :) Betul tidak? (AA Gym mode on).Â
Jadi, mari ah kita menyatu!Â
Cat: Nyatu (bhs Sunda kasar) tuh artinya makan. Mari menyatu berarti mari makan! :))
Sekian
Sumber Gambar 1 dan Sumber Gambar 2Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H