Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat-JAKER adalah komunitas yang mencintai Kebudayaan. Kebanyakan dari kita adalah pekerja estetika, ujung dari ekspresi kerja kebudayaan yaitu seni atau keindahan. Suatu masyarakat atau negara termaju akhirnya hanya bisa dihargai  ketika masyarakat  atau negara itu mencapai tingkat peradaban yang di dalamnya ada keindahan, baik dalam hal material seperti arsitektur kota ataupun immaterial seperti imajinasi (sastra) bahkan termasuk cara mencapai atau mewujudkannya: apakah di sana ada penindasan dan penghisapan atau tidak.Â
Bila ada, (golongan)  masyarakat yang  termaju kesadarannya akan melakukan gugatan dan berusaha memperbaiki caranya yang keliru.
Banyak patung atau monumen yang  sudah berabad  menghiasi kota dihancurkan atau dirobohkan oleh revolusi karena ekspresi dari patung  dan monumen  itu sudah  dianggap tidak indah dan tidak layak dipertahankan karena melecehkan  cita-cita rakyat dan  kemanusiaan.Â
Banyak tarian ditinggalkan dan digantikan dengan gerakan baru yang lebih  mewakili zaman atau ekspresi yang diinginkan sesuai kondisi material dan tuntutan. Ekspresi-ekspresi seni bahkan diperbaharui mulai dari konsep dan metodenya sebelum menciptakan gerakan seni baru atau kesenian baru yang bisa berimbas dan berdampak pada Kebudayaan yang telah melahirkan dan membesarkan bayi kesenian yang dilahirkan untuk berlawan dan memberontak. Kebudayaan pun menjadi ajang perlawanan dan pemberontakan yang bisa membesarkan api perubahan pada lini kehidupan yang lain yaitu politik dan ekonomi.
Di sini,  kita bicara tentang politik kebudayaan apakah cara berkebudayaan  kita telah memajukan cita-cita bangsa: melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;  memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial... atau justru membelenggunya seperti di masa kolonial atau penjajahan dan bagaimana cara kerja ekonomi atau politik ekonomi yang dikembangkan sebagai pola kebudayaan berekonomi apakah justru semakin memperlebar jurang  orang-orang kaya dengan orang-orang miskin?
Di sinilah kita merenungi jalan penciptaan kesenian kita dan jalan kebudayaan yang kita tempuh untuk pembaharuan-pembaharuan yang layak demi keselamatan manusia itu sendiri sebagaimana kita mengerti dari Strategi Kebudayaan van Peursen.Â
Dalam perspektif ini, manusia demi keselamatan dan kelangsungan hidupnya bisa merancang hidupnya hingga ke planet lain  dan bagaimana bisa menciptakan  tahap demi tahap teknologi untuk mencapainya;  seberapa besar kapal yang hendak diciptakan untuk pengangkutan;  siapa saja atau golongan mana saja yang harus dimasukkan ke kapal Nabi Nuh baru dan siapa saja atau golongan mana saja yang harus ditinggalkan untuk musnah atau selamat dengan cara ajaib: kalau masih percaya dengan keajaiban; bahkan Plato percaya Negara yang baru dan maju tidak membutuhkan orang-orang cacat.   Â
Kita, manusia, pada hakikatnya dilahirkan pertama-tama menjadi seniman, seniwati atau berjiwa seni  dalam artian membawa perasaan, yang pada bayi ditandai dengan menangis tapi mengharu biru dan membahagiakan pada bayi yang diharap. Otak yang dianggap sumber pemikiran dan pengetahuan (rasional) berkembang berdasarkan pengalaman dan pengalaman-pengalaman yang lain hingga intuisi yang menjadikannya kaya akan pengetahuan.
Pada Kongres II JAKER  dua tahun lalu,  yang memilih Ketua Okta, kita berdoa untuk keselamatan Bung Okta yang  telah meninggalkan kita, telah dibicarakan bagaimana komputer bisa menjadi cerdas bahkan lebih cerdas dari manusia sendiri yang menciptakannya. Perangkat atau sistem ini memiliki cara bagaimana mengumpulkan pengalaman dan pengetahuan  sepanjang jaman sehingga menjadi basis pengetahuan baru di era kekinian;  pengetahuan dengan cepat  dikumpulkan bahkan kesimpulannya bisa membuat manusia merasa rendah dan tak berdaya.Â
Ada yang menyebut  sistem ini sebagai epistemologi digital, Artificial  Intelligence, AI, atau kecerdasan buatan. Teman kita Raja, beberapa bulan yang lalu mendemonstrasikan kehebatan sistem ini. Melalui aplikasi, kita bisa melukiskan Pelabuhan Surabaya abad ke-16, Orang Jawa Nyai Ontosoroh pada abad ke-20, yang sebelum sistem ini ditemukan, tentu memerlukan riset bertahun-tahun, bertungkus lumus membaca arsip dan buku-buku sejarah sehingga kita mendapatkan gambaran pelabuhan dan manusia dari masa yang lalu itu.Â
Tapi sekarang, dengan sistem ini, hanya dalam hitungan menit...kita sudah mendapatkan hasilnya. Pengalaman-pengalaman manusia yang ribuan tahun itu diolah dengan cepat oleh robot bahkan untuk kehidupan sehari-hari. Pekerjaan seniman gambar bisa digantikan, juga tak hanya sopir, dokter, guru, Â pelayan restoran, tiketing pun militer. Â Kawan kita Kuncung alias Kuncoro Adi Broto sudah gelisah dengan situasi ini sejak aku bertemu dengannya di tahun 2000-an.Â
Walau sekolah melukis sejak di kelas menengah, dia sudah merasa kalah dengan komputer, dan tak mau mengembangkan bakat melukis karena komputer akan makin lebih cerdas dalam soal menggambar dan akhirnya memilih sibuk dengan memilih perangkat untuk menggambar.
Â
Tapi AI..si robot..bisa mengambil cara kerja Otak, hanya Hati atau perasaan yang juga memenuhi panggilan kemanusiaan tentu masih sulit dikuasai robot. Â Bagaimana pun robot tak akan pernah menjadi manusia karena tidak dipenuhi dengan perasaan yang susah ditebak kedalamannya dan cara kerjanya: "Dalamnya laut dapat diduga tetapi dalamnya hati siapa yang tahu?" kata pepatah.
Satu set bagian kehidupan kita telah dicuri atau diambil-alih, tentu kita tidak diam saja. Kita juga harus mengejar ketertinggalan kita dalam bidang teknologi..teknologi yang telah bisa merendahkan pengetahuan manusia karena sudah memiliki sistem epistemologi sendiri. Kita harus banyak belajar dan mengejar ketertinggalan.
***
Di hadapan kita, adalah problem bangsa. Bagaimana menyatukan kekuatan sehingga menjadikan kita satu bangsa senasib sepenanggungan baik secara otak dan hati untuk mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaiman telah disebutkan  seperti... memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa...dengan sumber daya manusia dan alam yang dimiliki.Â
Kita tidak perlu menanyakan berapa jumlah kekayaan kita...Baru baru ini, Menko Polkam kita, Mahfud MD, kembali mengulang  pernyataan Abraham Samad bahwa jika dan sekali lagi jika, pekerjaan tambang kita bersih dan tidak dikorupsi, baru dari tambang saja ya..setiap orang dari kita ...mempunyai uang sebanyak 20 juta rupiah setiap bulan tanpa kerja.
Tetapi kita tahu, Wakil DPR kita, para pemimpin kita, Utusan Daerah kita, termasuk Presiden kita..apakah bekerja untuk mendekatkan rakyat pada kenyataan selain drama-drama yang terjadi di sekitar kita..padahal dalam bidang seni drama kita ini ahlinya bukan?
Di Lampung, tentu banyak orang, sebagian kawan kita, entah yang di LMND, di Partai...bicara tentang keburukan infrastruktur dan bobroknya layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan, tetapi hanya ocehan Bima dari luar negeri yaitu Australia..seorang tiktoker yang konsisten bicara keburukan infrastruktur terutama jalan sehingga viral di dunia maya...yang bisa berhasil menggerakan banyak orang untuk bersegera melakukan perubahan di dunia fana..maksudnya offline.Â
Karena tak bisa distop, menjadi viral seperti virus, bisa diduplikat tuntutannya atau menyebar di provinsi-provinsi lain, Â politisi yang cerdas pun mengkapitalisasinya...pun Presiden..atas dasar itu...turun ke Lampung untuk menyelesaikan...dan menjadi pahlawan ... dan memang itu tugasnya..padahal tentu tahu dengan aparatus negara...Wakil Rakyat di Parlemen, Utusan Daerah,..Rapat Kabinet ..laporan warga dan media...tanpa perlu ada kritik Bima yang viral soal infrastruktur...pun ..seharusnya kerusakan jalan dan bobroknya pelayanan publik bisa disegerakan untuk diatasi.
Apa yang disampaikan Bima terus-menerus soal  infrastruktur dan pelayanan publik ..itulah yang seharusnya menjadi panggilan kita juga dalam menuju dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Bima sebatas kritikus dan dia menjadi kritikus yang berhasil, telah menjadi wakil rakyat dan utusan daerah yang sebenarnya ketika wakil dan utusan kita terdiam karena terlena oleh gemerincingnya dinar dan dollar. Â
***
Panggilan kemanusiaan mewujudkan keadilan dan kemakmuran itulah api kebudayaan kita yang selalu menjadi alasan untuk berlawan dan membangun kekuatan. Kita pun percaya atau tahu  bahwa seruan kita selama ini hanya seperti seruan Yohanes di Padang Pasir, tak ada yang mendengar, atau hanya memantul di dinding-dinding bisu, sementara seruan Bima menjadi kenyataan hanya melalui seruan konsisten di dunia maya yaitu melalu media sosial, khususnya TikTok. Â
Inilah dunia baru yang harus kita pahami bahwa kita kini benar-benar  hidup di dunia fana dan juga dunia maya. Apa yang terjadi di dunia maya mempengaruhi juga kehidupan nyata. Hidup antara ada dan tiada itu menjadi nyata. Perjuangan kita pun harus hadir di dunia maya dan kita perlu menguasai alat-alatnya.
***
Kitalah sang pembawa "apa itu keindahan" kepada orang-orang yang kita cintai baik di dunia nyata seperti saat ini maupun di dunia maya. Dan tentu kita bukan hanya akan menjadi kritikus selamanya, tetapi juga bekerja mewujudkannya..sehingga kata dan perbuatan jumbuh atau sesuai sehingga kita menjadi manusia yang penuh dan berbangga hati dilabeli berbudaya.Â
Sebagian dari kita telah berusaha dan tentu terus berusaha....Kita sebagai organisasi dan komunitas seni dan budaya, juga seharusnya mempunyai plan dan tahap bagaimana membangun kekuatan terlebih kita percaya bahwa kebudayaan adalah kekuatan untuk membangun bangsa sebagaimana dalam konsep Trisakti.
Di Sri Langka, ada satu grup teater, yang tak hanya berteater untuk menghibur di jalan-jalan  atau panggung kesenian tetapi juga membangun kekuatan dan mengkonsolidasikan masa rakyat. Grup teater itu memfungsikan dirinya juga sebagai alat untuk mengumpulkan pengetahuan dan perasaan rakyat dengan terjun ke kampung-kampung dan mementaskan atau membikin naskah berdasarkan perjalanan riset atau turba di kampung-kampung  tersebut.
Dari pertemuan ke pertemuan dengan rakyat, menghidupi dan menghidupkan  teater di tengah rakyat dan bersama rakyat, seharusnya akan menghasilkan juru bicara dan pemimpin  rakyat; yang (ke depan) bisa mendudukkan Wakil Rakyat atau Utusan Daerah di forum resmi negara untuk memperkuat politik kebudayaan kita: mewujudkan Keadilan dan Kemakmuran  yang tak lain adalah  mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itu:  melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; Â
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
*****
Kota Benteng, 13 Mei 2023, Mohon Maaf Lahir dan Batin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H