Bila kita mendengar istilah filsafat, gambaran apa yang langsung hadir di tengah kita? Orang merenung; berpikir masalah-masalah hakiki; terkadang ketuhanan; semua hal abstrak; mengawang-awang yang rasanya tak bersentuhan dengan kebutuhan kongkrit sehari-hari; malah menanyakan hal-hal yang tak perlu dan penting benar untuk masa kekinian seperti: asal-usul kehidupan, kematian, tatanan yang sudah mapan; sehingga tampak aneh dalam berpikir; bertindak; penuh kegilaan; memberontak terhadap cara berpikir yang sudah dianggap lumrah; Â pun ungkapan-ungkapan kebijaksanaan: peribahasa, kata-kata mutiara; bahkan ungkapan puitis atau potongan kalimat-kalimat sastra.
Â
Gambaran aneh ini juga diungkapkan Idrus dalam cerpennya yang terkenal: Ave Maria melalui tokoh aneh, Zulbahri, yang bisa bikin anak kecil tertawa gelak-gelak karena melihat:
Â
seorang lelaki, sedang asyik membaca buku, sambil berjalan juga. Pakaian orang itulah yang menerbitkan tertawa Adik Usup. Baju jasnya sudah robek-robek, di bagian belakang tinggal hanya benang-benang saja lagi, terkulai seperti ekor kuda. Mendengar tertawa Adik Usup, ia tertegun, berhenti dan melihat kepada kami. Ia ikut  tertawa. Sudah itu ia seperti orang berpikir dan tak lama kemudian, ia masuk ke dalam pekarangan kami. Ia memberi hormat  kepada ayah dan ibu, lalu duduk di sebelah kursi dekat meja bundar di tengah beranda itu. Ibu sudah ketakutan saja. Tanya ayah, "Tuan mencari saya?"
Â
Banyak lagi pertanyaan ayah, tapi semua dijawabnya dengan suara yang halus sekali, sehingga tak jelas kedengaran kepada kami. Segala perkakas rumah kami yang ada di beranda depan itu diperhatikannya satu persatu. Sudah itu matanya tertambat kepada majalah-majalah yang disimpan ayah di bawah meja bundar itu.
Â
Diusai-usainya majalah itu. Diambilnya sebuah, dimasukkannya ke dalam sakunya. Bukunya yang dibawanya ditinggalkannya di atas meja, lalu ia pergi pula.Â
Â
"Gila," kata ibu.