Lalu, kita pun dihadapkan pada pemilu dan pilpres 2024 yang mau tidak mau kita terlibat di dalamnya. Di sana ada Kekuasaan dan Perubahan yang diharap. Nama-nama Calon Presiden wira-wira dalam timeline media sosial, headline koran dan berita  layar kaca. Tidak memilih alias golput tentu sudah tidak relevan kecuali mungkin bagi yang masih menganggap diri PKI dan komunis walau tidak salah juga kalau juga berusaha menemukan "Celah" perubahan begitu mengetahui bahwa harkat seorang komunis yang telah belajar, berkarya, berjuang berpuluh tahun melawan penjajahan asing untuk negerinya tak lebih baik bahkan lebih buruk dari seorang koruptor yang hanya bisa dan cuma mengotori negeri.
Nama-nama Capres  itu bisa jadi hanyalah simbol dan perlambang perubahan ke depan. Pada Agustus 2022, Saiful Mujani Research Centre (SMRC) merilis hasil survey mengenai capres terpilih yang urutannya sebagai berikut: Ganjar Pranowo 17.6 %, Prabowo Subiyanto 12.6 %, Joko Widodo 12.5 %, Anis Baswedan 9.1%, Ridwan Kamil 4.3%, A Muhaimin Iskandar 1.3%, Megawati Soekarnoputri dan Agus Harimurti Yudhoyono 1.2%, Erick Thohir 1.0%, Sandiaga Uno dan Susilo Bambang Yudhoyono 0.8%, Puan Maharani dan Najwa Shihab 0.7%, Basuki T Purnama dan Tito Karnavian 0.5%,  Khofifah Indar Parawansa 0.3%, Andika Perkasa, Hary Tanoesoedibjo, Hasanudin, Tri Rismaharini, Airlangga Hartarto, Agus Jabo Priyono, Suryo Paloh, Edy Rahmayadi dan Yahya Cholil Staquf 0.2%; di bawah 0.2% ini masih ada nama-nama seperti Giring Ganesha,  Mardigu Wowiek, Deddy Corbuzier, Jalaluddin Dalimunthe,  Habib Luthfi bin Yahya, Dedi Mulyadi, Susi Pujiastuti, Wiranto, Bambang Soesatyo dan Ma'ruf Amin yang mendapatkan 0.1%.    Â
Jokowi tentu sudah selesai secara konstitusional pada tahun 2024 tetapi mengapa sejak jauh hari ada yang meminta mundur sementara malahan juga ada yang meminta lanjut 3 periode. Kita ingat pepatah: Gajah mati meninggalkan gading....Tentu saja "Jokowisme"  tidak akan "mati" setelah 2024 bahkan Suryo Paloh melalui Nasdem sempat melontarkan bahwa calon presidennya adalah yang bisa melanjutkan kerja Presiden Jokowi. Lalu di mana antithesa seorang Anis Rasyid Baswedan terhadap Jokowi kecuali pada  tampak luarnya saja? Demikian juga Prabowo Subiyanto yang malah secara terbuka bergerak dari antithesa ke thesa Jokowi. Lalu Ganjar Pranowo, Eric Thohir, yang seakan tak lebih menjadi bayang-bayang Jokowi atau seterus-terang philip untuk menjadi penerus Jokowi.
Hanya Agus Jabo Priyono, yang dalam segala hal memenuhi syarat menjadi anti-thesa Jokowi. Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur-PRIMA secara terbuka menantang  politik Oligarki yang dinilainya direpresentasikan Jokowi saat ini. Dan,  capres-capres lainnya setidaknya berasal dari "dinasti-dinasti" politik yang mapan.
Sementara itu  Puan Maharani tanpa harus dijelaskan ini-itu walau berasal dari "dinasti" politik yang mapan, sebagai seorang puan di antara para tuan capres adalah anti-thesa yang lainnya, yang tentu akan membawa perubahan tersendiri atau perubahan dengan sendirinya.
*****
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H