Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siti

24 Januari 2023   20:46 Diperbarui: 24 Januari 2023   20:56 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, Siti tetap diam saja. Tidak mau terlibat. Untuk apa menyusahkan diri? Anak-anak itu terus bergerak, membikin mimbar bebas di mana saja di kampus seperti Yohanes yang berseru-seru di padang gurun.  Tidak banyak kumpulan yang terbangun tapi lagu-lagu mengalun mendayu melagukan kesengsaraan rakyat dan seruan-seruan memberanikan melawan tirani:

"Bunda, relakan darah juang kami 'tuk membebaskan rakyat..."

"Hanya ada satu kata: Lawan!"   Seru mahasiswa yang baru pulang dari Kedung Ombo itu dalam kumpulan diskusi di depan perpustakaan sastra.

Lawan? Melawan siapa? Siti bertanya pada diri sendiri. "Ingat Siti," Nenek pun pernah berkata,"perjuangan terberat itu adalah perjuangan melawan diri sendiri."

Waktu desa-desa ditenggelamkan untuk pembangunan Waduk Kedung Ombo itu umur Siti 37 tahun. Mungkin ada waduk-waduk yang lain yang dibangun seperti Kedung Ombo, tapi Siti tidak tahu. Mungkin tepatnya tidak mau tahu dan Siti selalu tidak peduli dengan berita-berita seperti itu. Siti sudah memilih lebih baik diam saja hingga menjadi seorang Doktor Sastra dan sebentar lagi  Professor Sastra. Guru Besar Sastra dari kampus ternama. Sastra dan perjuangan petani terasa betapa jauh hubungannya. 

"Matinya Seorang Petani...!"

Di luar, suara lantang bernada sopran menyerbu telinganya. "Darimana mereka mendapatkan sajak Agam Wispi?" batin Siti.

Siti melamun jauh pada masa remajanya; teman-temannya sering membacakan puisi itu baik di sekolah maupun  di panggung-panggung desa; lalu beramai bernyanyi: "Dunia sudah berganti rupa untuk kemenangan kita..." penggalan Lagu Internasionale dan penggalan lagu Buruh "Tanggal 1 Mei, Perayaan kita di seluruh dunia..." dengan riang gembira. Kata guru-gurunya waktu itu,  murid-murid  Serikat  Islam binaan Tan Malaka menyanyikan Internasionale dari rumah ke rumah orang tua anggota SI untuk menarik sumbangan kegiatan sekolah.  "Di mana teman-temanku dan guru-guruku yang ditangkap, dibuang dan dipenjarakan? Tentunya mereka sudah bebas. Apakah mereka membangun sanggar-sanggar  lagi seperti dahulu dan mengajari mahasiswa-mahasiswa itu membaca puisi-puisi Lekra?"

"Kantor PDI diserbu dan dibakar. Apakah Bu Siti tahu?" tanya Pak Rektor

"Kapan?" tanya Siti datar.  Siti sedang bersiap untuk prosesi pelantikan Dekan Fakultas Sastra. Orang desa ini akhirnya sampai juga di puncak jabatan di fakultasnya dan Siti tidak mendengar jawaban Pak Rektor karena toh Siti juga tidak peduli. Siti menatap masa depannya sendiri dan sudah selama ini Siti diam saja terhadap segala peristiwa yang mengharu biru negeri.

"Kita harus waspada. Waspada terhadap bahaya laten PKI dan kampus tidak boleh menjadi tempat berkembangnya komunisme gaya baru seperti PRD, Partai Rakyat Demokratik.  Mahasiswa-mahasiswa yang terlibat PRD atau ormas-ormasnya akan...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun