Latar Belakang
      Pembangunan pada wawasan Indonesia memiliki implikasi yang berbeda dibanding dengan kebanyakan negara lain di dunia. Keadaan wilayah yang banyak terpisahkan oleh laut serta pulau-pulaunya melebar hingga hampir setara lebar benua eropa. Keadaan ini yang sedari dulu sudah disadari dan diusahakan dalam proses pembangunan nasional, nyatanya masih belum bisa mencapai sebuah tempo dan hasil yang berhasil menaikkan keseluruhan kehidupan bangsa.
      Sistem pemerintahan Indonesia didasarkan pada kondisi kebanyakan masyarakatnya. Pada tingkat terkecil, kita mengenal nama Desa. Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dapat dikatakan bahwa desa merupakan bentuk pemerintahan terkecil yang diprakarsai oleh warga dari daerah itu sendiri yang memiliki hak dan kewajiban yang diakui negara.
      Desa di Indonesia ini berjumlah sebanyak 73.670 desa. Dimana dalam konteks pembangunan desa, keseluruhan desa ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu .559 (7,55%) Desa Mandiri, 54.879 (74,49%) Desa Berkembang, dan 13.232 (17,96%) Desa Tertinggal. Dari angka ini kita dapat melihat angka desa tertinggal masih relatif tinggi dimana ada diatas 15% dari keseluruhan desa. Maka dari itu menjadi sebuah pekerjaan yang harus dikerjakan oleh seluruh perangkat warga desa terutama pemerintah untuk bisa membangun desa-desa ini.
      Media dalam fokus ini dapat disebut sebagai pihak yang memiliki peran dalam pembangunan desa. Bukan secara langsung karena pembangunan langsung merupakan kewajiban pemerintah, namun secara tidak langsung. Peran yang sangat dirasakan yang dapat dilakukan atau sering kita lihat dikerjakan oleh media adalah sebagai penyebar informasi dan sumber dari opini dan artikel yang membahas mengenai pembangunan.Â
Termasuk dalam artikel ini, penulis akan membahas mengenai bagaimana pembangunan nasional yang berawal dari desa mendapatkan peran media dalam prosesnya. Artikel ini akan memfokuskan dan mendasarkan pada beberapa artikel yang diterbitkan oleh berbagai media yang berbeda yang akan dijelaskan pada penjelasan selanjutnya.
Permasalahan Pembangunan
      Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 78 (1), pembangunan desa, yaitu peningkatan pelayanan dasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna, dan peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat desa.Â
Dari UU ini dapat kita artikan bahwa pembangunan desa bukan hanya berpaku pada fisiknya (infrastruktur fisik), namun juga pada masyarakatnya (Sosio-ekonomi). Pemerintah pastinya menyadari hal ini, namun selain kurangnya political will, kita kembali kepada permasalahan awal, keadaan Indonesia yang berpulau dan sangat lebar wilayahnya.
      Dalam hal ini saya akan membahas mengenai apa yang sudah ditulis dalam rilis pers resmi media website kementerian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Dimana pembahasan mengenai pembangunan desa memiliki banyak tantangan, salah satunya adalah koordinasi yang seringkali tidak efektif. Hal ini memiliki turunan implikasi dari masalah utama pada koordinasi pada level negara, yaitu efisiensi yang masih bermasalah, masih adanya duplikasi kebijakan yang tak efisien dan membingungkan, serta pemanfaatan sumberdaya yang tidak optimal.
      Masalah-masalah tadi telah disadari dan dicoba untuk dicarikan solusinya oleh pemerintah. Dimana berdasar artikel yang sama telah disadari pula bahwa belum ada pemetaan komprehensif terhadap seluruh program sektoral pada tingkat desa dan masih terdapat gap kebutuhan desa dengan potensi pendanaan/fasilitasi dari kementerian atau lembaga diperlukan untuk mengurangi duplikasi intervensi kementerian/lembaga dan menekan inefisiensi penggunaan sumber daya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Pembangunan desa yang masih mengalami kendala ini sebenarnya memiliki banyak sebab dan dapat disebutkan beberapa komplikasinya.
      Seperti yang dituliskan pada artikel Tempo, salah satu masalah utama yang memiliki keterkaitan dengan tak efektifnya koordinasi ini adalah masalah konektivitas, dalam hal ini internet, yang tidak merata pada seluruh daerah. Terutama pada daerah tertinggal, terluar, terdepan dan perbatasan (3TP). Selanjutnya yang dituliskan oleh Detik adalah masalah kemampuan dan keadaan masyarakat itu sendiri yang masih banyak merupakan warga yang hidup pada garis kemiskinan yang masuk dalam kategori Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari program bantuan sosial negara.
      Keseluruhan masalah dan implikasi serta keadaan ini sudah sepatutnya menjadi basis data dan pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Media disini dapat penulis katakan sangat berperan dalam proses penyampaian informasi mengenai masalah pembangunan atau pemberitaan dari kebijakan apa yang dikaji dan dilakukan pemerintah merihal dari pembangunan desa ini.
Pembahasan Utama
      Menilik tulisan yang ditulis oleh website Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Pulai Morotai, Pembangunan desa juga bukan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya saja, tetapi juga meningkat kualitas pendidikan, kesehatan, lingkungan, sumber daya masyarakat desa, atau berbagai poin dalam SDGs Nasional. Dimana SDGs Desa sendiri merupakan program turunan dari SDGs yang dikeluarkan oleh PBB, yang memiliki 17 tujuan atau goals. Oleh karena itu pembangunan yang menerapkan SDGs Desa, maka dapat membantu pencapaian pembangunan nasional berkelanjutan.
      Kata kunci yang dapat kita temukan adalah pembangunan berkelanjutan. Program pembangunan berwawasan berkelanjutan ini yang harus menjadi dasar dari seluruh program pembangunan desa secara nasional.
      Tak bisa dipungkiri, pemerintah sebenarnya sudah mencarikan solusi untuk bisa melakukan proses pembangunan desa dengan prinsip ini. Sebagai contoh pada Artikel yang ditulis media Kemenko PMK menuliskan bahwa Kemenko PMK bersama Bappenas telah mengkaji dan menyiapkan alokasi hasil rekapitulasi program sektoral perdesaan pada tahun 2023 tercatat 11,4 trilliun rupiah.Â
Dan kebijakan yang berasal alokasi dana ini digunakan untuk percepatan sertifikasi badan hukum BUM Desa agar mampu mengakses permodalan dan kerjasama dengan stakeholder lain. Sebagai contoh disini diinformasikan yaitu usaha pembangunan Desa Wisata, Desa Digital, dan Desa Cerdas yang keseluruhannya ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dengan tetap mengindahkan keberlanjutan lingkungan hidup, perubahan iklim dan ancaman bencana.
      Dilain media, Detik menyampaikan pembahasan mengenai pencapaiannya dalam melakukan graduasi atau pengilangan dari data KPM Bansos untuk 11.260 Keluarga pada periode Januari-Maret 2024. Hal ini dicapai dengan adanya sebuah program kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Sosial yaitu Program pemberdayaan masyarakat melalui Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA). Penulis menilai program yang dijalankan kementerian sosial ini sangat bermanfaat jika kita mengaitkan konteks pembangunan berkelanjutan kepada desa. Perlu diketahui sebelumnya pada desa memiliki banyak warga yang masih hidup dibawah garis kemiskinan sehingga banyak dari mereka yang merupakan KPM Bansos. Program PENA ini dijalankan dengan skema penerima manfaat PENA akan mendapat bantuan modal untuk pembelian barang dan bahan baku. Selain itu juga dibantu dalam bidang pengemasan produk, pemasaran dan pengelolaan keuangannya. Namun salah satu kekurangannya adalah PENA ini menyasar pada masyarakat yang memiliki usaha yang sudah eksisting.
      Keseluruhan kebijakan tadi sebenarnya sudah memiliki hasil dan dampak yang dituliskan pada pemberitaan media terkait. Contohnya adalah untuk program PENA selain berhasilnya graduasi pada KPM, pencapaian secara detail dicontohkan oleh contoh pengrajin minyak kayu putih di Pulau Buru, Maluku yang lokasinya sangat jauh dari Ambon. Namun berkat bantuan Kemensos dalam memenuhi standar kualitas dan pengemasan, maka produk kayu putih Pulau Buru ini sekarang sudah bisa dipasarkan di Krisna oleh-oleh Bali. Serta pedagang kue kering di Surabaya dengan merk 'Diah Cookies' awalnya hanya dijual Rp 10.000 per kemasan. Tapi berkat peran Kemensos melalui para designer yang tergabung dalam Tata Rupa Nusantara perlahan kemasannya semakin bagus, kualitas rasanya semakin enak, dan mampu dijual pada Rp. 60.000 per kemasan. Contoh lain dalam kebijakan Kemenko PMK yaitu pada Desa Karanglo, Kabupaten Klaten yang berinovasi dengan menggunakan bahan sampah menjadi berbagai model tas. bukan hanya meningkatkan pendapatan dari desa saja, melainkan juga berdampak baik pada lingkungan.
      Lebih khusus dalam masalah koordinasi, dimana konektivitas jaringan merupakan sebuah masalah didalamnya. Diberitakan oleh Tempo telah dilakukan usaha untuk mengatasi tantangan ini. Yaitu pembangunan BTS atau menara jaringan terestrial internet oleh Kemenkominfo yang pada artikelnya sudah mencapai angka 4990 menara pada periode 2023. Pembangunan ini difokuskan pada pulau-pulau di seluruh Indonesia yang masuk kedalam daerah tertinggal, terluar, terdepan dan perbatasan (3TP).
      Dalam hal peran media ini, penulis merasa media disini perannya sangat berat pada penyampai informasi dan pemberitaan atau sebagai laporan kepada masyarakat dari permasalahan, program, serta pencapaian dari apa yang disebut sebagai pembangunan desa. Penulis secara pribadi merasa tidak ada yang salah dengan hal ini karena memang salah satu 'pekerjaan' dari media memang melakukan pemberitaan dan penyampaian informasi. Namun penulis merasa media masih kurang menjadi sebuah wadah dari opini dan kajian baik secara kelembagaan media itu sendiri atau dari individual. Peran media yang 'diperluas' ini menurut penulis memiliki dampak yang bisa menjadi sebuah 'sumber' pengambilan kebijakan pembangunan pemerintah. Dimana media bisa menjadi 'rujukan' program pembangunan, bukan hanya menjadi penyampai informasi mengenai program dan hasil pembangunan.
      Artikel kompas pada 04/04/2024 dengan judul 'Otorita IKN Sambut Baik Pembangunan Kereta Cepat Trans-Borneo' merupakan salah satu contoh dan studi kasus dari pembahasan peran media yang telah penulis sebut diatas. Pada artikel ini, keseluruhan tulisan hanya memberikan informasi mengenai rencana rencana pembangunan kereta berkecepatan tinggi high speed train Trans-Borneo yang diprakarsai perusahaan infrastruktur Brunei Darussalam. Artikel ini menuliskan pula pendapat dari perangkat Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) yang menuliskan bahwa pembangunan ini berpeluang menyediakan aksesibilitas yang lebih baik ke pasar regional dan internasional, lapangan kerja, investasi, dan kualitas hidup yang lebih baik membawa multiplier effect bagi penyediaan lapangan pekerjaan serta pengembangan berbagai industri dan akses pasar IKN sebagai global city akan berperan penting dalam pengembangan ekonomi bagi tiga negara ASEAN, Indonesia, Brunei dan Malaysia.
      Artikel ini tidak menjadi sebuah artikel yang membahas lebih lanjut mengenai rencana pembangunan ini. Bagaimana prosesnya, bagaimana nantinya efek pembangunannya selain efek positif yang didapat, bagaimana implikasi nya kepada IKN yang pada artikel dijelaskan bagaimana efek positifnya dan sebagainya, padahal pada proposal rencananya, pembangunan HSR ini tidak sampai IKN, hanya sampai Balikpapan. Artikel ini tidak membahas mengenai dampak pembangunan ini dilihat dari kacamata dan pandangan lain. Hanya menjadi media yang menyampaikan informasi 'As Is'. Padahal media bisa menjadi sumber dari pandangan lain dan opini kepada rencana pembangunan ini atau juga bisa saja membahas mengenai perkataan OIKN dikaitkan dengan proposal pembangunan atau bahkan memberikan kritik mengenai apakah sebenarnya pembangunan ini berdampak sebegitu besarnya kepada pembangunan desa atau pembangunan berkelanjutan dari desa yang memiliki komposisi kewilayahan sangat besar pada pulau Kalimantan.
Penutup dan Alternatif
      Pembangunan desa yang dilakukan oleh pemerintah pusat harus dan sudah walau tak sepenuhnya memiliki wawasan yang berkelanjutan. Keseriusan dari pemerintah untuk bisa membangun desa agar bisa segera keluar dari garis kemiskinan merupakan prioritas yang sangat penting. Namun masih banyak kebijakan yang dirasa tidak berwawasan berkelanjutan, atau bahkan kebijakan yang malah terkesan 'menganaktirikan' atau seperti berpaling dan mengaburkan program pembangunan dari desa.
      Media dalam perannya kepada pembangunan dari desa pada dewasa ini kita lihat menjadi salah satu tombak utama dalam penyampaian informasi dan pemberitaan mengenai program dan kebijakan pembangunan serta pemberitaan usaha dan pencapaian dari program pembangunan yang dilakukan pemerintah. Padahal media terutama media nasional memiliki sumberdaya yang cukup untuk bisa berperan lebih kepada pembangunan daripada 'hanya' menjadi penyampai informasi saja. Jurnalisme yang berdasar pada pemikiran dan opini kritis menjadi sebuah alternatif yang bisa dan sudah seharusnya dilakukan oleh media kita baik oleh lembaganya atau oleh individu didalamnya. Melakukan pencarian informasi pada daerah yang belum atau masih tidak maksimal program pembangunannya, menuliskan berita mengenai desa yang masih belum terbangun atau programnya mengalami kendala, hingga menuliskan opini dan pandangan yang lebih luas dari pembangunan terutama yang menyangkut pembangunan desa, bahkan bisa memberikan kritik kepada pemerintah untuk kepentingan pembangunan nasional dari desa yang berwawasan kelanjutan pada kehidupan sosio-ekonomi maupun fisik dari desa.
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H