Sontak, anak-anak menjadi sedikit riuh sekaligus penasaran, siapakah orang yang dimaksud.
‘Berarti akan ada satu lagi anak yang beruntung.’ kata salah seorang anak berbisik kecil.
‘kira-kira siapa ya?’ Tanya yang lain sambil berbisik
Banyak suara sehingga tidak begitu jelas berseliweran dalam kelas. Aku kembali memerhatikan pengumuman sekaligus penasaran akan siapa anak beruntung yang masuk dalam lomba tersebut.
“Dan yang masuk dalam lomba adalah Lina Sucirawati dan Lely Ningsih.” Tutup pembawa pengumuman. Aku menjadi bulanan tatapan anak sekelas.
“Wah, selamat ya Lel,” Kata Lia Menyelamatiku. Aku hanya bengong.
*****
“Apa yang harus kulakukan.” Mendadak saja Tomi dan kawan-kawan melengos kearahku dalam perjalanan pulang. Aku berhasil menyusulnya setelah dikejar-kejar dan dibredeli dengan sekian pertanyaan dari teman-teman bukan hanya satu kelas, melainkan teman satu sekolah. Jujur pertanyaan mereka sebenarnya tidak begitu membantuku dalam menjawab berbagai pertanyaan demi pertanyaan serta rasa kaget, bingung, dan rasa lain yang bercampur menjadi satu dan mengganggu pikiran dan hatiku hari ini.
“Maksudmu apa, lel? Kok mendadak tanya seperti itu?” Tanya Tomi tidak begitu mengerti dengan maksudku.
“Aku sendiri juga kaget loh, Tom, ketika tiba-tiba saja namaku masuk dalam daftar, padahal kamu sudah mengerti dengan pasti kan bagaimana diriku ini di sekolah.” Kataku setengah gempar dan sedikit bingung sambil memberikan pernyataan pembenaran.
“Ya sudah. Mending sekarang kamu siap-siap aja buat perlombaan. Gimana?” Tanya Tomy menawarkan diri, karena ternyata Tomi masuk dalam satu tim yang sama denganku. Aku tidak berkata apa-apa selain memikirkan langkah selanjutnya juga persiapan untuk perlombaan yang akan datang, karena bagaimanapun juga aku tidak menduga bahwa aku masuk dalam nominasi, sementara itu aku tidak melakukan sebuah pencapaian apapun.
Adapun kata Tomi ada benarnya, aku tidak bisa dan tidak akan mampu untuk mengecewakan mereka, pikirku dalam hati sekaligus melihat sisi baik yang akan terjadi kedepannya.
*********
“Apa pengertian dari momentum? Bagaimana cara momentum bekerja?” Tanya Tomy ketika kami sedang latihan belajar menghadapi lomba cerdas cermat di dalam kelas yang dipersiapkan khusus untuk mereka yang akan berlatih dalam perlombaan.
“Apa ya? Yang kutahu adalah bagaimana aku bisa mengerjakan soal hitung-hitungan.” Kataku asal sambil mencoret-coret kertas kosong dengan pulpen. Aku hanya mengerjakan kertas coret-coretan tersebut menjadi lebih aneh dari biasanya.
Beberapa kali aku sudah melakukan perhatian kepada latihan yang Tomi berikan agar aku menjadi lebih siap dalam perlombaan kedepannya, tetapi tetap saja aku justru melakukan hal lain sehingga tidak ada satupun materi yang masuk. Seperti masuk telinga kanan, lalu mantul keluar. Aku sekarang malah menggambar doodle mini antara aku dan Tomi yang bermesraan. “Ini aneh.” Gumamku.
“Kenapa untuk memperhatikan materi yang Tomi berikan saja tidak bisa, sementara untuk membuat coret-coretan tidak jelas kek gini cukup mudah…” Gumamku sambil mencoba memberikan perhatian pada materi latihan yang Tomi bikinkan khusus untukku.
Berapa kali aku mencoba dan terus mencoba untuk menulis dan memerhatikan pelajaran agar lomba yang kami hadapi bisa dilalui dengan mudah, namun pada setelah sekian lama aku berusaha pada akhirnya aku menyerah.
“Tom, aku menyerah. Aku sepertinya tidak bisa melakukan ini lebih jauh lagi deh...” Keluh ku kepada Tomi setelah aku berjuang sekian lama.
Sejenak Tomi menatapku cukup dalam dan tajam. Ia menghentikan tulisannya pada sebuah buku latihan. Ia tidak berkata atau melakukan apapun. Mendadak saja aku terlempar ke sebuah dunia yang tidak aku ketahui dan kemudian aku melihat Tomi di ujung sebuah ruangan.
Kemudian mendadak saja ruangan tersebut menjadi sebuah perpustakan yang sama sekali berbeda dari biasanya aku lihat. Perpustakan ini memiliki rak yang bentuknya seperti tumpukan berkas yang menempel pada ujung dinding. Pada ruang duduk terdapat ornamen sebuah singa diatas meja baca. Disebelah ornamen singa, ada seorang pemuda yang kuyakini seperti soekarno memegang sebuah buku dengan sampul bertuliskan ‘Belajar bahasa Sansekreta’.
“Dimana aku ini, Tom?” Tanyaku agak sedikit bingung karena baru ini aku dilempar ke dunia yang aku sendiri tidak begitu paham.
“Anggap saja ini tempat belajar untuk bisa mengikuti lomba tanpa terganggu apapun itu.” Jelas Tomi sambil mengambil sebuah buku dari balik berkas. Kemudian dari balik buku tersebut, terlihat gambar dari hologram dan gambar yang bergerak. Padahal aku yakin sekali itu adalah buku novel yang entah bagaimana ceritanya jadi sebuah gambar bergerak.
“Aku harus mulai darimana, Tom?” Tanyaku bingung. Karena buku yang ada disini sangat-sangat tidak beraturan dan sesuai dengan minatku. Tomi tidak berkata apapun. Ia menutup buku novel yang ia baca, dan berjalan kepadaku dan memegang pundakku. Tiba-tiba saja aku sudah berada di sebuah ruangan kosong yang hanya berisi patung dan tulisan-tulisan dari berbagai bahasa yang sulit aku pahami.