Yunuraji P, No. 91
“Pergi kamu! Kenapa kamu datang dan melakukan ini kepadaku? Kenapa tidak kau cari saja korban yang lain?” Itulah kata-kata yang kurang lebih biasa mereka ucapkan kepadaku.
Mungkin karena kedatanganku yang mendadak begitu saja dan main hisap darah mereka. Entah itu manusia, ataupun binatang yang lebih besar dan begitu menjanjikan.
Aku adalah seekor nyamuk yang memerlukan darah untuk bisa bertahan hidup dan berkembang biak. Banyak dari mereka yang setiap kali mendengar atau melihatku, langsung mengibaskan apa saja yang mereka bisa lakukan untuk membunuh atau mengusirku. Seperti dua belah tangan, ekor, kepala, badan yang bergoyang setiap aku terlihat oleh mata mereka, ataupun hal lain yang tidak aku ketahui bentuknya. Yang jelas, setiap kali aku mampir, mereka akan melakukan tindakan tersebut, meskipun aku cukup lihai dari serangan tersebut dan berhasil mengambil beberapa darah yang aku perlukan.
--------------------------------------
“Apa rencanamu?” Tanya salah seorang temanku ketika aku tengah beristirahat dari serangan manusia yang dimana tadi dia berusaha membunuhku dengan racun, tetapi dia tidak mengetahui kalau aku telah bersembunyi di tempat yang tidak terkena udara racun yang menurutku kadar racun untukku terlalu rendah dan pergi setelah dia memberikan celah untuk kabur.
“Entahlah. Mungkin sebaiknya aku terbang menemui mereka yang lemah dan kurang waspada. Seperti biasa.” Jawabku dengan nada sedikit lemah karena sekarang teman kami semakin banyak, sementara jumlah korban yang bisa dihisap kurang dari biasanya. Mungkin karena mereka tengah berpergian ke suatu tempat, mungkin tengah meninggalkan tempat ini. Aku tidak tahu.
“Yang benar?” Tanyanya tidak percaya. Sepertinya dia agak sedikit kagum dengan diriku yang masih mau bertahan disini.
“Iya.” Jawabku singkat sambil menghirup sedikit air yang dimana ada banyak ikan menunggu kami lengah dan menjadi santapan kami. Aku terbang dengan cekatan dan menghindari gerakan ikan yang ada.
“Selalu seperti biasa. Cepat, lincah, gesit, dan tak tersentuh sama sekali.” Kata kawanku yang kini melihat ada mangsa dan meninggalkanku.
--------------------------
“Sial! Aku hanya bisa mengambil setengah dari isi perutku. Padahal aku masih perlu setengahnya lagi. Mereka semakin kuat dan semakin cepat saja.” Kata temanku sambil mendaratkan dirinya disebelahku. Kami beristirahat sejenak di sebuah lemari yang cukup tinggi dan aman dari serangan cicak.
“Mungkin aku harus meninggalkan tempat ini.” Aku menengok wajahnya. Tampak keseriusan ada dalam matanya.
“Apakah tidak kau pikirkan sekali lagi?” Tanyaku mencoba membujuk dirinya, karena dia teman yang menurutku seru dan menyenangkan untuk diajak bicara.
“Tidak. Lagipula tempat ini cukup berbahaya bagiku. Apalagi dengan banyaknya teman kita. Aki pikir tempat ini sudah cukup untukku.” Aku tidak berkata apa-apa lagi, karena aku mengetahui sifatnya yang sekali menetapkan suatu hal, ia tidak akan menolak ataupun mengubah pemikirannya.
“Selamat tinggal, kawan. Aku akan mencari tempat baru. Tempat ini sudah tidak begitu cocok untukku. Semoga kamu beruntung.” Ia terbang tinggi dan jauh hingga akhirnya akupun tidak bisa melihat dimana dia berada.
Sejenak aku merenung karena setelah kepergiannya, aku menjadi senior yang tersisa. Aku memandangi junior sebangsaku. Ada yang mati di tangan manusia, ada yang mati dimakan ikan, ada pula yang lengah dan jadi santapan kawanan cicak. Pokoknya semakin banyak dari mereka yang mati karena ketidak-lihaian mereka. Namun aku melihat dan menyadari bahwa mereka jumlahnya semakin banyak, karena mereka berkembang biak dengan cepat.
Aku termenung melihatnya. Kemudian muncullah pergolakan dalam diriku. Ada dorongan yang memaksaku untuk pergi, mengikuti jejak temanku yang kini aku tidak tahu ada dimana dia sekarang. Sementara ada juga dorongan yang masih menyuruhku bertahan.
Aku semakin bingung dengan hal ini. Tidak lama kemudian terdengar bunyi dalam perutku. Aku yang berada dalam keadaan lapar, mencoba untuk mengambil darah mereka. Aku mengambil darah seorang manusia yang kebetulan lewat. Nyaris saja tangannya mengenai diriku. Beruntungnya aku karena gaya terbangku yang baik serta terlatih, sehingga serangan tersebut hanya membuatku melayang di udara.
Beberapa kali aku terus mencoba untuk terus bergerak dan menghisap beberapa darah. Ternyata aku masih dapat banyak darah. Mungkin karena temanku saja yang terlalu lemah, pikirku. Karena aku masih mendapat banyak darah, maka aku memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Kemudian aku melihat teman-temanku. Aku tidak boleh menyerah! Mereka saja masih betah dan berjuang, kenapa aku harus egois dan mengikuti keinginan temanku? Aku harus terus bertahan disini karena aku masih kuat, masih bertenaga, masih memiliki daya terbang dan tingkat waspada yang tinggi, walaupun keadaan mendesakku untuk pergi. Aku harus terus berjuang dan memberikan pembelajaran pada juniorku, supaya mereka terus bertahan hidup dan mampu memberikan pelajaran untuk generasi selanjutnya. Supaya tempat ini tidak punah dengan hilangnya kami.
TAMAT
*****
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H