Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Munculnya "Desa Siluman" Potret Buruknya Pengelolaan Dana Desa

6 November 2019   11:23 Diperbarui: 6 November 2019   11:34 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, presiden sendiri sudah memperkirakan bahwa dana tersebut rawan untuk dikorupsi. Tapi seharusnya itu menjadi 'sinyal' dari Presiden, bahwa dana tersebut harus diawasi oleh aparatur negara yang memiliki kewenangan dalam pengawasan anggaran.

Tujuan digelontorkannya anggaran dana desa itu untuk lebih berpihak pada desa tertinggal dan desa sangat tertinggal, yang mempunyai penduduk miskin tinggi. Seharusnya kalau dana ini sampai kepada yang berhak, maka efektivitas Dana desa bisa dirasakan manfaatnya.

Dalam periode 2014-2017, Indeks Kesenjangan Antar-Daerah menurun dari 0,759 menjadi 0,668, persentase persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan meningkat dari 87,1% menjadi 93,3%. Serta akses rumah tangga terhadap sanitasi yang layak meningkat dari 61,1% menjadi 67,9%. Sumber

Secara manfaat, dana desa terbilang efektif dalam menurunkan tingkat kesenjangan Antar-Daerah, apa lagi kalau pengawasan dan pengelolaan dana desa tersebut lebih terkontrol, tentu manfaatnya bisa lebih dirasakan masyarakat.

Yang harus dicermati adalah sistem pengawasan dan pengelolaan dana desa tersebut. Uang ratusan triliun itu bukanlah jumlah yang sedikit, semua seharusnya sudah dalam perencanaan yang matang dalam hal pendistribusiannya.

Program Dana Desa sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2015. Sejak saat itu hingga 2019, pemerintah mengklaim telah menggelontorkan Dana Desa sebesar Rp257 triliun. Dari tahun ke tahun, angkanya terus meningkat.

Dimulai dari Rp20,8 triliun pada tahun 2015, Rp46,9 triliun pada 2016, meningkat menjadi Rp60 triliun pada tahun 2017 dan 2018, hingga akhirnya menjadi Rp70 triliun pada tahun ini.

"Seharusnya (pada) tahun kedua, tahun ketiga, itu sudah harus terdeteksi (keberadaan desa fiktif), sehingga tidak kemudian mengarah kepada kongkalikong itu," kata Direktur LETRAA Yenny Sucipto. Sumber

Itulah gunanya koordinasi dengan Dukcapil, agar desa fiktif bisa terdeteksi sejak mulai diinventarisir desa-desa yang berhak menerima transferan dana desa. Dukcapil pastinya memiliki data yang komplit tentang berbagai desa diseluruh Indonesia.

Tujuan dan niat baik tidak cuma sekadar dilaksanakan, tapi juga dalam implementasinya harus diawasi dan dikelola dengan sebaik mungkin, agar yang menerima bisa merasakan manfaatnya, yang ingin dibantu pun merasakan bantuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun