Ada hikmahnya di balik terkuaknya usulan anggaran Pemprov DKI Jakarta, banyak sekali usulan anggaran yang nilainya sangat fantastis dan tidak masuk akal.
DPRD DKI harus kerja keras mengawal ketat setiap anggaran yang diusulkan, tradisi sekadar ketok palu sudah harus dienyahkan. Itu kalau DPRD DKI sendiri tidak mau dianggap kongkalingkong dengan Pemprov DKI.
Gubernur Anies Baswedan sendiri juga harus intensif melakukan pengawasan terhadap SKPD, karena kalau tidak begitu akan menanggung risiko pada akhirnya jika anggaran tersebut bermasalah.
Seperti dilansir Liputan6.com, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan draf anggaran pengadaan lem Aibon di Pemprov DKI tak hanya sebesar Rp 82 miliar. Draf yang didapat dari berbagai sumber itu tertulis, anggaran pengadaan lem Aibon mencapai Rp 126 miliar.
"Lem Aibon tidak hanya Rp 82 miliar, itu hanya 1 item pengadaan. Tapi kami temukan ada Rp 126,225 miliar dalam 15 pengadaan," kata peneliti ICW Almas Sjafrina di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
Yang lebih aneh lagi adalah usulan anggaran untuk konsultan penataan kampung kumuh untuk satu Rukun Warga (RW) di Jakarta sebesar Rp 556 juta. Sementara jumlah RW di wilayah DKI Jakarta lebih dari 1.000
Anggaran itu ada di dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike menyebutkan, anggaran ini dalam dokumen KUA-PPAS bernama community action plan (CAP) untuk satu RW senilai Rp 556.112.770.
Rincian biaya langsung untuk personel Rp 475.800.000 dan biaya langsung non personel Rp 29.757.030. Sumber
Begitu juga dengan usulan anggaran revitalisasi Ragunan. Anggaran yang diusulkan sebesar Rp 75 miliar untuk membiayai konsultan revitalisasi Taman Margasatwa Ragunan. Lagi-lagi cuma untuk membiayai konsultan, namun nilainya tidak masuk akal. Sumber
Itulah kenapa Ahok bisa mencak-mencak saat memeriksa usulan anggaran Pemprov DKI Jakarta. Kebetulan saja beda karakter Anies dengan Ahok, kalau Ahok teriak-teriak sehingga sampai publik pun ikut tahu. Anies lain lagi, lebih memilih urusan internalnya tidak diketahui publik.
Usulan anggaran lem aibon dan ballpoint dibuka ke publik oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana. Namun atas perbuatan tersebut dia diadukan masyarakat ke BK DPRD DKI.
Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI boleh saja memanggil William, sesuai dengan laporan Sugiyanto yang katanya masyarakat biasa. Pada kenyataannya Sugiyanto adalah penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang merupakan pendukung Anies Baswedan di Pilkada DKI 2017. Inilah yang perlu didalami BK DPRD dari laporan tersebut.
Secara rekam jejak, Sugiyanto sudah sangat akrab dengan lingkungan Pemprov DKI itu sendiri. Dia bisa dibilang sebagai "fans berat" Anies, dan relawan Anies. Artinya, BK DPRD DKI tidak bisa mendengar pengaduan tersebut secara sepihak.
Jangan sampai BK DPRD DKI seperti "buruk rupa cermin dibelah", karena biar bagaimanapun, William adalah politisi, dan generasi muda yang kritis, juga merupakan aset bagi DPRD DKI.
BK DPRD patut memberikan sanksi jika memang ada etika yang dilanggar. Tapi harus diingat juga, apa yang dilakukan William tersebut adalah upaya untuk mendorong Pemprov DKI Jakarta dalam hal transparansi anggaran.
Yang perlu juga diperhatikan, efek positif dari tindakan yang dilakukannya, meskipun secara negatif bisa merusak citra Pemprov DKI Jakarta. Tapi seharusnya kalau semua ingin menegakkan transparansi anggaran, maka apa yang dilakukan William ini patut diapresiasi, bukan malah diberikan sanksi.
Semestinya usulan anggaran itu pun sudah diketahui anggota dewan lebih awal, supaya setiap kejanggalan dari nilai mata anggaran yang diusulkan bisa dibahas dalam rapat bersama anggota dewan. Dengan demikian tidak ada yang melakukan investigasi secara diam-diam untuk mengetahui data usulan anggaran tersebut.
Semua hanya menyangkut niat baik, kalau semua niatnya baik, tentunya tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Begitulah seharusnya kalau ingin menerapkan sistem transparansi anggaran.
Semua pihak yang berkompeten dilibatkan sejak awal penyusunan anggaran. Lihat saja akibat dari ketidakterbukaan Pemprov DKI Jakarta dalam hal anggaran, pada akhirnya, semua yang ditutupi terbuka juga ke publik, dan efeknya sangat besar pada citra Pemprov DKI Jakarta. Wassalam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI