Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Vonis Mati yang Menghidupkanku

17 September 2019   15:53 Diperbarui: 17 September 2019   16:19 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter memvonis Sunarti kalau umurnya tidak lama lagi. Sunarti tidak serta merta menjadi gelisah, dia berusaha untuk terus tegar, dia tidak ingin kalau anak-anaknya tahu tentang vonis yang diberikan dokter itu.

Keluar dari ruang dokter Narti mengatur nafasnya yang mulai sesak, kadang berhenti sejenak, lalu kembali menapak perlahan. Terngiang vonis dokter, namun tidak membuatnya lemah.

Narti terus menyusuri lorong-lorong waktu, dia selalu bertanya dalam do'a kepada pemilik waktu disepertiga malam, saat anak-anaknya terlelap tidur dalam mimpi dan harapannya.

Bukan dia tidak percaya dengan vonis dokter, yang dia tahu dokter mengatakan itu sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, namun tetap saja dokter bukanlah Sang Pemilik waktu. Begitulah Narti menguatkan hatinya dengan membayangkan kekuasaan sang penentu ajal.

Saat derai airmatanya tumpah, salah satu anaknya, Galuh yang baru berumur 7 tahun, menyentuh pundaknya, lalu menghapus airmatanya..

"Bunda kenapa menangis..bunda sedih ya.."

"Gak sayang..bunda gak sedih..bunda sedang merayu Tuhan..untuk memohon ampunannya.."

"Emang bunda dosa apa sama Tuhan..."

"Bunda takut berdosa sama kalian sayang..karena selama sehat..bunda selalu sibuk.."

"Tapi bundakan gak dosa sama kita kok..bunda sibukkan karena harus mengurus dan membiayai kita.."

"Hanya Tuhan yang tahu dosa bunda sayang...makanya Tuhan suruh bunda istirahat dengan memberikan bunda nikmat sakit ini.."

"Lho sakit kok dibilang nikmat bun..."

"Sayang..nikmat Tuhan itu bukan hanya sehat saja..sakit pun adalah bagian dari nikmat-Nya.."

"Ya udah kalo bunda udah selesai ngobrol dengan Tuhan, bunda istirahat ya.."

"Ya sayang...sekarang kamu tidur lagi ya..."

Setelah anaknya kembali kekamar, Narti kembali menumpahkan airmatanya, sambil tiada henti ber-Istighfar. Narti merasa umurnya tidak lama lagi, sambil terus memohon ampunan kepada Sang Pemiliknya, Narti terbayang wajah anaknya satu persatu yang akan menjadi yatim piatu. Narti sudah lima tahun ditinggal almarhum suami yang sangat dicintainya.

Narti hanya meneruskan usaha suaminya sebagai penjahit. Selama ini pelanggan suaminyalah yang selalu berbaik hati memberikan pekerjaan. Dalam kondisi sakit pun Narti tetap terus bekerja, Karena anak-anak masih kecil. Gadis anaknya yang paling besar umur 10 tahun, Galuh yang nomor 2 berumur 7 tahun. Sementara anak laki-lakinya paling kecil baru berumur 5 tahun.

 ***

Memasuki bulan kedua sejak menerima vonis dokter, yang mengatakan Narti hanya bisa hidup kurang lebih 3 bulan lagi. Pada sisa waktu yang dirasakannya semakin dekat, Narti tidak henti-henti memohon ampuanannya.

Narti tidaklah pasrah begitu saja menerima vonis tersebut, keceriaan anak-anaknya selalu membuat semangat untuk terus hidup semakin kuat. Narti merahasiakan vonis yang diberikan dokter, didepan anak-anaknya dia berusaha untuk terlihat tetap tegar.

Narti tidak pernah berhenti untuk ber-Istighfar, dan bangun pada sepertiga malam untuk melaksanakan sholat tahajud, meminta petunjuk dan ampunan kepada Sang Pemilik waktu, pada setiap tarikan dan hembusan nafasnya dia isi dengan Istighfar. Begitulah wirid yang terus berulang-ulang dia lakukan, dengan penuh Penyerahan diri, namun tetap dengan keyakinan adanya mu'jizat-Nya.

***

Menginjak bulan ketiga Narti semakin tegar, tingkat kepasrahannya sudah sampai pada penyerahan diri secara ikhlas, siap menerima kenyataan pahit sekalipun, kalau memang itu sudah menjadi kehendak-Nya, dan dia pun merasa semakin segar.

Antara pasrah dan ikhlas dalam menanti ajal, Narti terus berharap akan Mu'jizat Tuhan, karena dia sangat yakin hanya Tuhan yang paling berhak atas segala ketentuan, Dia bisa segerakan apa yang seharusnya Dia Tunda, dan Dia pun bisa menunda apa yang seharusnya Dia segerakan.

Disaat semangat hidupnya sedang dipuncak-puncaknya, Narti yang divonis kanker Rahim stadium 4, tiba-tiba ambruk saat ia sedang menjahit pakaian seragam, pesanan dari pelanggan suaminya. 

Memang Narti memaksakan dirinya yang dianggapnya mulai Segar untuk menyelesaikan jahitan sampai menjelang pagi.

Saat itu jam 6 pagi, Gadis yang baru bangun ingin menuju kekamar mandi, dia melihat ibunya sudah terjatuh dilantai. Gadis minta tolong kepada Tetangga sebelah rumah, semua sibuk mencoba menyadarkan Narti, namun Narti tetap tidak siuman.

Narti dibawa ke rumah sakit, baru saja masuk keruang IGD, Narti siuman. Dokter periksa Narti, namun Narti terlihat sehat-sehat saja.

"Apa yang dikeluhkan bu..."

"Tadi Ibu saya temukan sudah terjatuh dilantai dok..Ibu pingsan, makanya buru-buru dibawa kesini.."

"Saya gak apa-apa dok..saya cuma kelelahan.."

"Yaudah.. saya periksa dulu ya bu..nanti kalau memang gak papa Ibu boleh pulang.."

Narti dibolehkan pulang, karena memang tidak ada gangguan terhadap kesehatannya. Narti begitu senang kalau rahasia penyakitnya tidak diketahui oleh anak-anaknya. Narti melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia sudah tidak hirau dengan bonus Bulan ketiga yang dikemukakan dokter.

***

Narti mencoba mendatangi dokter yang sudah memvonisnya, Narti minta dokter kembali memeriksa penyakitnya. Dokter agak kaget begitu ketemu Narti, karena Narti terlihat sangat segar, tidak ada tanda-tanda seperti orang yang sedang mengidap penyakit Kanker Rahim.

Dokter pun langsung memeriksa Narti. Selesai memeriksa Narti dokter itu termenung dihadapan Narti.

"Dokter..kenapa..waktu saya sudah semakin dekat ya..saya sudah pasrahkan kok pada Tuhan..Dialah yang memiliki saya..dan Dialah yang berhak mengambil saya kembali.."

"Bukan bu...saya termenung karena saya takjub dengan semua ini.."

"Maksud dokter..apa karena saya terlihat ceria ya sehingga dokter takjub.."

"Saya takjub dengan kebesaran Tuhan bu...karena Tuhan sudah mengangkat penyakit ibu..Subhanallah.."

"Alhamdulillah Ya Allah...ternyata Engkau Maha Mengetahui dan Engkau Maha Bijaksana...Engkau dengar Do'aku dan Do'a anak-anakku..."

"Ternyata Tuhan sangat menyayangi ibu...karena ibu sangat menyayangi anak-anak yang dititipkan-Nya.."

Cerita ini hanya ingin menyampaikan bahwa Vonis Kematian itu bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Penyakit itu adalah juga Nikmat-Nya yang harus disyukuri, harus diterima dengan Ikhlas, agar kita bisa instropeksi dan mau memohon ampunan-Nya.

"Tuhan bisa segerakan apa yang seharusnya Dia Tunda, dan bisa Tunda segala sesuatu yang harus Dia Segerakan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun