Dokter memvonis Sunarti kalau umurnya tidak lama lagi. Sunarti tidak serta merta menjadi gelisah, dia berusaha untuk terus tegar, dia tidak ingin kalau anak-anaknya tahu tentang vonis yang diberikan dokter itu.
Keluar dari ruang dokter Narti mengatur nafasnya yang mulai sesak, kadang berhenti sejenak, lalu kembali menapak perlahan. Terngiang vonis dokter, namun tidak membuatnya lemah.
Narti terus menyusuri lorong-lorong waktu, dia selalu bertanya dalam do'a kepada pemilik waktu disepertiga malam, saat anak-anaknya terlelap tidur dalam mimpi dan harapannya.
Bukan dia tidak percaya dengan vonis dokter, yang dia tahu dokter mengatakan itu sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, namun tetap saja dokter bukanlah Sang Pemilik waktu. Begitulah Narti menguatkan hatinya dengan membayangkan kekuasaan sang penentu ajal.
Saat derai airmatanya tumpah, salah satu anaknya, Galuh yang baru berumur 7 tahun, menyentuh pundaknya, lalu menghapus airmatanya..
"Bunda kenapa menangis..bunda sedih ya.."
"Gak sayang..bunda gak sedih..bunda sedang merayu Tuhan..untuk memohon ampunannya.."
"Emang bunda dosa apa sama Tuhan..."
"Bunda takut berdosa sama kalian sayang..karena selama sehat..bunda selalu sibuk.."
"Tapi bundakan gak dosa sama kita kok..bunda sibukkan karena harus mengurus dan membiayai kita.."
"Hanya Tuhan yang tahu dosa bunda sayang...makanya Tuhan suruh bunda istirahat dengan memberikan bunda nikmat sakit ini.."