Soal pedaman listrik hari Minggu, (4/8) sebetulnya yang membuat mangkel itu cuma tidak adanya pemberitahuan saja, sehingga sebagian besar masyarakat tidak bisa mengantisipasi keadaan ketika semua listrik Mati, dan komunikasi pun terputus.
Ternyata ada peristiwa yang lebih membuat mangkel dari pada pemadaman listrik tersebut, yakni Ijtima' Ulama IV, apa lagi hasil rekomendasi dari Ijtima'Ulama tersebut, yang secara substansial malah melecehkan para orang-orang yang katanya Ulama yang Ikut dalam Ijtima' tersebut.
Sangat naif cara berpikir mereka yang mengatasnamakan Ulama, namun tidak memahami aturan dan Undang-Undang dalam bernegara sebagai warga negara. Bagaimana mungkin orang-orang yang beratribut ulama sangat dangkal pemahamannya terhadap keberadaan sebuah negara.
Sehingga mengeluarkan sebuah keputusan yang mencerminkan kedangkalan berpikir mereka. Secara keulamaan, legitimasi mereka pun masih dipertanyakan, apakah secara keseluruhan yang hadir dalam Ijtima' tersebut adalah benar-benar ulama, yang patut diakui keulamaannya.
Lantas sejauh apa legitimasi Ijtima' tersebut bisa diakui, dan rekomendasi yang dikeluarkan untuk dan kepada siapa.? Sementara mereka sendiri tidak mengakui Pemerintah yang terpilih saat ini. Terus untuk siapa rekomendasi tersebut diberikan.
Sementara sebagian besar masyarakat sangat mengakui legitimasi Ulama NU dan Muhamadyah, dan para Ulama yang tergabung dan diakui, juga memiliki legitimasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kalau Ijtima' Ulama itu sendiri tidak legitimate, lantas apa manfaatnya rekomendasi yang dihasilkan dari Ijtima' tersebut.? Alhasil hasil Ijtima' tersebut hanya berlaku untuk kalangan mereka sendiri, tidak bermanfaat bagi negara maupun bangsa secara Umum.
Yang lebih naif lagi adalah orang-orang yang Ikut membiaya Ijtima' Ulama tersebut, yang hanya berpikir tentang muatan kepentingan politiknya, namun tidak pernah berpikir tentang legitimasi dari Ijtima' Ulama itu sendiri. Itulah sebuah perbuatan sia-sia yang tidak adae manfaatnya bagi bangsa dan negara.
Tidak diancam dengan Pasal Makar saja masih bagus, Karena mereka sudah terang-terangan menentang keberadaan Negara Pancasila, mereka adalah kelompok yang ingin mendirikan Negara Syari'ah didalam negara Pancasila. Apa bedanya mereka dengan DI/TII, yang merongrong negara dari dalam.
Saya tidak tertarik membagikan hasil rekomendasi dari Ijtima'Ulama tersebut, Karena memang secara substansial sangat bertentangan dengan NKRI, apa yang terkandung dalam rekomendasi tersebut adalahe sebuah perongrongan yang harus disikapi oleh Pemerintah secara tegas.
Namun, sebagai Sumber tetap saya sertakan, namun tidak ter-publish dalam tulisan ini, karena memang sangat tidak 'Genah' juga tidak ada manfaatnya. Saya menganggap rekomendasi itu dikeluarkan oleh orang-orang tidak memahami bagaimana hidup bernegara, dalam sebuah negara dengan Pemerintahan yang sah.
Keberadaan mereka tidak lebih dari sekelompok kalangan pemberontak yang ingin eksis di NKRI, tanpa susah payah ingin mendirikan sebuah negara didalam negara. Kelompok ini harusnya sudah diwaspadai oleh aparat keamanan negara, dan harus mendapatkan tidakan hukum secara tegas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H