Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kecerobohan Tim Prabowo-Sandi Memelintir Pendapat Pakar Asing Menuai Protes

14 Juni 2019   09:29 Diperbarui: 14 Juni 2019   10:24 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tom Power, Australia National University (dok. Pribadi Tom Power)

Bijaksananya dalam mengutip pendapat orang lain itu tanpa harus mengurangi juga melebihkan pendapat yang sebenarnya, karena biar bagaimanpun itu merupakan hak kekayaan intlektual orang lain, yang patut dihargai.

Apa lagi kalau pendapat tersebut menyangkut hal-hal yang berbau politik, tidak boleh dipolitisir untuk kepentingan politik pihak yang sedang mengalami sengketa politik. Inilah kecerobohan yang dilakukan oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi.

Seperti yang dilansir CNBC Indonesia, Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno banyak mengutip pendapat dan penelitian para pakar asing dalam gugatannya di Mahkamah Konstitusi.

Salah satu pendapat ahli yang mereka kutip adalah dari Tom Power, kandidat Doktor dari Australian National University.

Patalnya apa yang dilakukan Tim Prabowo-Sandi adalah memelintir pendapat Tom Power tersebut, yang substansinya sangat berbeda dengan artikel riset dan analisisnya, inilah yang membuat Tom harus protes.

Foto: Tom Power, Australia National University (dok. Pribadi Tom Power)
Foto: Tom Power, Australia National University (dok. Pribadi Tom Power)

Memang Tom sedang melakukan riset tentang Pemerintahan Jokowi, yang mana hasil analisis dan pendapatnya tersebut dituangkan dalam sebuah artikel yang akan dipublikasikan di artikel jurnal BIES 2018.

Dalam salah satu gugatan Tim Prabowo-Sandi yang diwakili kuasa hukumnya, mengutip pendapat Tom terkait politik di Indonesia. Dalam gugatannya, Prabowo menulis bahwa Tom menyoroti hukum di Indonesia digunakan oleh pemerintahan Joko Widodo untuk menyerang dan melemahkan lawan politik serta munculnya kembali dwi fungsi militer.

"Hal-hal tersebut bagi Tom Power adalah beberapa karakteristik otoritarian orde baru yang diadopsi oleh pemerintahan Joko Widodo," tulis kuasa hukum pasangan 02, yang mengutip pendapat Tom.

Cerobohnya lagi, kutipan tersebut ditambah dengan asumsi pribadi, sehingga apa dikutip sangat jauh pengertiannya dengan apa yang dituangkan Tom dalam hasil penelitiannya. Tom sama sekali tidak mengatakan kalau karakter otoritarian Orde baru itu berimplikasi pada kecurangan, tapi Tim Prabowo-Sandi menyebutkannya demikian.

Dari riset Tom tersebut, kuasa hukum 02 lalu secara tidak langsung menyimpulkan bahwa karakteristik orde baru tersebut sangat memungkinkan pasangan 01 melakukan kecurangan untuk memenangkan pemilu presiden 2019. Seperti yang disampaikan dalam gugatannya, untuk menyerang kubu 01,

"Menjelaskan bagaimana modus kecurangan pemilu di era otoritarian tersebut juga dilakukan oleh Paslon 01 yang juga presiden petahana Jokowi yaitu pengerahan strategi ABG di era orde baru adalah poros Abri-Birokrasi-Golkar."

Apa yang disampaikan Tim Prabowo-Sandi dianggap Tom sebagai sesuatu yang tidak lengkap, bahkan sangat berlebih-lebihan, sehingga Tom perlu menyanggah dan memprotes apa yang disampaikan Tim Prabowo-Sandi.

Hasil penelitian yang dipaparkan Tom Power dalam artikel Jurnal tersebut dituliskannya 6 bulan yang lalu, jauh sebelum Pemilu 2019 dilaksanakan, dan sama sekali tidak menyebut dan menunjukkan indikasi kecurangan pemilu yang berlangsung April lalu.

Jadi bagaimana mungkin Tom bisa menuliskan sesuatu yang belum terlaksana. Disinilah kecerobohan dan ketidaktelitian Tim Prabowo-Sandi, melebih-lebihkan sesuatu yang tidak ada, hanya semata untuk memperkuat gugatannya di MK, tanpa mempertimbangkan orisinilitas hak intlektual orang lain.

Tom juga menyebutkan, dalam penelitiannya memang  mengindikasikan bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap anti demokrasi tetapi ia sama sekali tidak menyebut bahwa pemerintahan Jokowi adalah rezim otoriter. Terakhir, Tom juga mengatakan,

"Saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden," pesannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun