Menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia, bukanlah tanpa perjuangan yang sulit bagi Soekarno. Untuk mencapai Indonesia Merdeka, dia mewakafkan nyawanya sejak muda, tanpa pamrih, bahkan menjadi Presiden pun bukan atas keinginannya sendiri. Takdir Tuhanlah yang menentukannya sehingga dia dipilih menjadi Presiden, dan Bung Hatta sebagai wakilnya.
Menuliskan sejarah Soekarno, tidak akan cukup pada lembaran-lembaran kertas, karena terlalu panjang untuk dituliskan. Perjuangan dan pengorbanannya sejak muda memang sangat luar biasa, bahkan diusianya yang masih sangat muda, dia sudah berpikir tentang Pancasila sebagai ideologi negara.
Tapi, dimasa akhir usianya, pemerintahan Soeharto tidak memanusiakan Soekarno, bukan hanya Soekarno, tapi juga keluarganya. Soeharto memperlakukannya sangat tidak Adil. Sebagai mantan Presiden, Soekarno dijadikan tahanan politik, hak-haknya sebagai mantan Presiden diabaikan, Soekarno dijadikan pesakitan oleh Soeharto, dijauhkan dari orang-orang terdekatnya.
Soekarno yang terbiasa dekat dengan siapa saja, dijauhkan dengan cara dikarantina dan dijaga secara ketat. Tidak diperbolehkan mendapatkan imformasi apa pun, bahkan untuk membaca Koran bekas bungkusan saja Soekarno tidak diperbolehkan. Dalam kondisi sakit, Soekarno tambah sakit karena dikucilkan dari keramaian.
Bagaimana mungkin, seorang yang sudah mengorbankan jiwa dan raganya untuk Kemerdekaan Republik Indonesia, menjelang akhir hayatnya disiksa baik secara fisik maupun batinnya oleh rezim penguasa secara zolim. Sangat tidak masuk diakal, kalau seorang Soekarno, kesetiaan dan kecintaannya terhadap negara dan Bangsanya, menerima balasan yang sangat menyakitkan.
Tapi, seorang Soekarno tidak pernah Mengeluhkanmu deritanya kepada siapa saja, juga kepada anak-anak dan isteri, serta teman-teman dekatnya. Yang dia keluhkan hanyalah penyakitnya yang tidak diobati secara semestinya. Seokarno berjiwa besar, dia tidak ingin orang-orang yang masih setia padanya untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan keributan, dia lebih memilih menerima keadaan sampai ajalnya menjemput.
Melihat kenyataan tersebut, semua orang yang mencintainya menangis, termasuk juga Bung Hatta, yang menjenguknya satu hari menjelang ajalnya tiba. Tidak terkecuali juga dengan Megawati, dia betul-betul terpukul melihat kondisi terkahir ayahnya saat Menahan sakit, dan melawan penyakitnya. Megawati tidak kuat menyaksikannya, dia menjauh dari ayahnya dan dia tumpahkan tangisnya.
Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya.
Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata.
Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya ini.
"Pak, Pak, ini Ega..."
Senyap.
Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka.
Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu.
Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya.
Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.
Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras.
Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.
Soeharto berhasil membuat Megawati menangis atas penyiksaan fisik dan batin Soekarno. Begitu juga Bung Hatta, yang tidak tahan menahan tangisnya, meskipun tidak ditumpahkannya. Detik-detik menjelang ajalnya Soekarno, betul-betul mengharukan. Orang yang dulunya begitu dipuja Bangsanya, akhir hayatnya begitu disia-siakan.
Bukan hanya sekali itu saja Soeharto bikin Megawati menangis, tapi juga saat hak politiknya untuk dipilih dicabut pemerintahan Soeharto, seperti yang diceritakannya didepan kaum milenial, saat ulang Tahun PDI Perjuangan yang ke 46,
"Kembali ke dalam ingatan yang lama, kenapa dari PDI menjadi PDI Perjuangan. Kami waktu itu tahun 97, waktu itu ada Pemilu, saya tidak lupa, beberapa hari pencoblosan saya didatangi beberapa orang dari Pemerintah, yang mengatakan kepada saya hak saya untuk dipilih itu ditiadakan. Tapi saya diizinkan untuk memilih," ucap Megawati di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (11/1).
Kembali kecerita menjelang akhir hayatnya Soekarno, hanya dokter Mardjono yang menyaksikan detik-detik kematian Soekarno, satu hari setelah Megawati dan Bung Hatta menjenguknya. Soeharto berhasil membuat bangsa ini menangis, karena Bapak Bangsa itu meninggal dalam keadaan penuh derita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H