Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Halusinasi Prabowo Menjadi "Super Hero"

8 Januari 2019   07:23 Diperbarui: 8 Januari 2019   11:33 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang manusia terjebak dalam alam pikirannya sendiri, dan itu sangatlah manusiawi. Berbagai peristiwa yang melatarbelakangi, tapi yang pasti, kekegetiran juga kepahitan hidup yang menyakitkan, sangatlah mempengaruhi. Sehingga secara kejiwaan, terobsesi untuk meluapkan berbagai ambisi.

Berhalusinasi adalah sesuatu yang dihalalkan, bahkan secara konsitusional pun tidaklah dilarang. Yang menjadi persoalan adalah, ketika seseorang berhalusinasi sebagai tokoh penyelamat, dan berusaha untuk mewujudkan mimpinya dengan berbagai cara, maka dia akan mengatakan, semua yang dilakukan orang lain adalah kesalahan, hanya dialah yang mampu memperbaiki keadaan tersebut.

Inilah yang sedang dilakukan Prabowo, dia memosisikan dirinya sebagai super hero, dengan kekuatan pikirannya, dia berusaha meyakinkan dan mengintimidasi pikiran bawah sadar masyarakat, lewat orasi-orasi yang memosisikan dirinya sebagai seorang penyelamat.

Kehidupannya dimasa lalu dia lupakan, seakan-akan dia tidak pernah berada dijaman Orde Baru, yang mempunyai andil terhadap kerusakan bangsa dan negara ini. Dia lupa, bagaimana Soeharto dan kroninya, yang nota bene ada ayahnya didalamnya, yang termasuk juga sebagai kroni Soeharto, yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak asing.

Betapa Amerika bisa kaya raya dari hasil mengeruk kekayaan alam Papua, betapa kroni-kroni Soeharto ikut menikmatinya. Sekarang, Prabowo teriak-teriak diatas mimbar, dengan mengatakan Indonesia yang kaya sumber daya alamnya, namun kekayaannya digondol pihak asing, seakan-akan lupa pernah hidup diatas kemewahan rezim Soeharto.

Lantas, Prabowo teriak diatas mimbar dengan Pidatonya yang membakar, bercerita tentang 80% tanah dan lahan dikuasai elit, dan hanya 20% dikuasai rakyat. Prabowo mungkin lupa bahwa, rezim Soeharto begitu royal memberikan konsesi lahan dan hutan bagi konglomerat dan orang-orang terdekatnya, dan Prabowo sendiri termasuk orang yang berada dalam lingkaran rezim Soeharto.

Kenapa saat itu Prabowo hanya diam menikmati kezaliman Soeharto.? Sekarang Prabowo baru ingin menjadi Super hero, teriak-teriak diatas mimbar seolah-olah lupa kehidupan Masa lalunya sebagai penikmat kesenangan. Mungkin saja Prabowo sedang berhalusinasi ingin menjadi super hero, tapi rekam jejak tetaplah tidak bisa dihapus begitu saja.

Lalu, Prabowo berpidato tentang kemiskinan dan korupsi yang sudah stadium 4. Seakan-akan, sejarah masa lalu bukanlah sebagai penyebabnya. Padahal kemiskinan dan korupsi dijaman Soeharto adalah hal yang ditutup-tutupi dengan berbagai cara. Baru setelah Soeharto lengser, semua menjadi terbuka dan terasa, kemiskinan dan korupsi terlihat sangat nyata.

Lagi-lagi diatas mimbar, Prabowo ingin mengatakan bahwa dialah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan bangsa ini dalam sekejap, bagai terhipnotis, orang-orang yang mendengar Pidatonya pun terkesima. Seakan-akan memperbaiki kedaan negara dan bangsa ini semudah membalikkan telapak tangan.

Padahal, menyembuhkan penyakit saja membutuhkan waktu, juga Ridho-Nya, bagaimana mungkin manusia bisa mendahulukan Kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa dilakukan manusia tanpa Ridho-Nya. Tanpa meyakini hal seperti itu, orang-orang yang mendengar pidato Prabowo pun mengamini mimpi-mimpinya.

Untuk mewujudkan keinginannya yang terpendam selama ini, Prabowo bukan saja cuma berhalusinasi, tapi juga berusaha menakut-nakuti masyarakat dengan situasi masa depan, kalau seandainya dia tidak memimpin Indonesia. Dia beranggapan Indonesia akan punah, kalau bukan dia yang terpilih menjadi Presiden.

Dalam konteks spiritualitas, Prabowo terkesan Jumawa, mengabaikan kekuatan diatas kekuatannya. Dalam konteks menggugah alam bawah sadar pengikutnya sah-sah saja, namun hendaknya tidaklah mengabaikan kekuatan Yang Maha Kuasa, karena apa yang dilakukan manusia tidak terlepas dari ijin-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun