Juga pertemuan selanjutnya di pondokan Salim Said (wartawan Angkatan Bersenjata) Jl. Matraman Raya 51, yang juga sering dikunjungi oleh Arifin C. Noer (Almarhum dulu wartawan di Pelopor Baru), Gunawan Mohamad dan Ed Zulverdi (keduanya wartawan di harian KAMI) juga Sukardjasman (wartawan Sinar Harapan).
Saat itu, konsep semuanya diketik oleh Arifin C. Noer di kamar kerja Salim Said dan diserahkan oleh Christianto Wibisono kepada Bang Ali.
Akhirnya tanggal 10 November, 43 tahun lalu, di sebuah tempat seluas kurang lebih 8 hektare, dulu masih bernama Jalan Raden Saleh dan kemudian dijadikan kebun Binatang Cikini (sebelum pindah ke Ragunan) akhirnya menjadi sejarah sebuah gedung pusat kesenian.
Inilah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Pasalnya, tempat nongkrongnya seniman di Pasar Senen atau Balai Budaya tak bisa dipakai lagi, karena perpecahan ideologi politik. Sejak itu seniman pun kehilangan tempat “pertemuan”. Maka jadilah TIM sebagai wadah baru bagi seniman indonesia di DKI Jakarta.
Bagi pecinta dan pelaku seni, nama Taman Ismail Marzuki (TIM) di bilangan Jl Cikini Raya No 73, Jakarta Pusat, bukanlah tempat yang asing. Nama tempat yang diambil dari nama komponis asal Betawi Ismail Marzuki itu, bahkan belakangan semakin lekat di kalangan pecinta seni karena kehadiran sejumlah bangunan pendukung lainnya seperti, Planetarium, Graha Bakti Budaya, Pusat Sastra HB Jassin, Cineplex 21 serta Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Jadi sangatlah disayangkan apa bila Pusat Sastra HB Jassin, yang sekarang dikenal dengan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, tidak bisa dikelola dengan baik oleh Pemerintah DKI, hanya dikarenakan tidak adanya ketersediaan dana untuk dialkosikan bagi operasional PDS tersebut, padahal PDS merupakan asset Pemda DKI juga Bangsa Indonesia yang sangat berarti keberadaannya.
Dengan rasa cinta yang besar terhadap kesenian, Bang Ali berupaya membangun Pusat Kesenian Jakarta dengan berbagai fasilitasnya, tapi kenapa sekarang Pemerintah yang meneruskan apa yang sudah dibangun oleh Bang Ali, tidak mampu untuk merawat dan melestarikannya.
Kalau membangun dan membuat gagasan yang besar dan bermanfaat saja kita tidak mampu, kenapa kita tidak berusaha untuk merawat dan menjaganya dengan sebaik mungkin.
Sumber :
sastra-indonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H