“Kan niat kita gak singgah di mana pun.”
“Yasudah, setidaknya hari ini kamu masih tetap hidup, tetap ada dan menghidupi hidup bagaimana pun cara kamu hidup.”
Tyo memang manusia yang misterius serta rebel, tapi bagaimana pun ketika Jun bersamanya, Jun menemukan tujuan hidupnya.
“Melakukan kesalahan karena mengikuti pikiranku sendiri lebih baik ketimbang menempuh kebenaran hanya karena mengikuti orang lain. Setiap nasehat selalu diakhiri oleh keputusanku.”
“katanya laki-laki mengandalkan akalnya, tapi sebenarnya memang, akal budaknya perasaan.”
“hahahahaha” Tyo tertawa sinis.
Lalu, mereka berdua terjebak kemacetan, pembicaraan pun semakin dalam.
“Tyo, Apa makna hidup bagimu ?”
“Memang sih dunia tak semudah buku-buku dan kitab-kitab, tapi cobalah jauhkan diri kita dari itu, maka kita akan segera tenggelam dan jadi bingung. Karena sesungguhnya makna hidup akan di temukan ketika kita membaca,”
Jalan yang dilalui mereka masih tersendat, macet cukup panjang entah ada si komo lewat atau razia gabungan. Tiba-tiba Tyo mengeluarkan keluh kesahnya.
“Jun, sadar gak sih. Doktrin dunia sekarang menuntut kita untuk selalu memenuhi keinginan, seperti raihlah cita-citamu setinggi langit, keluarlah dari zona nyaman. Memang kita memiliki hak yang sama dalam hal itu. Tapi, menurutku hasilnya malah yang kaya terisolasi dan bunuh diri sedangkan yang miskin cemburu dan membunuh.”