“The days into years roll by, it’s where that I live until I die. Ordinary world”
Hari ke hari tahun berlalu, di tempat aku hidup sampai nanti aku mati. Oh dunia yang sederhana ini”
Pemuda biasanya yang sering tidur larut malam, yang sering berkumpul bersama teman-temannya di suatu tempat untuk saling bertukar cerita dan berbagi tawa. Di tengah malam berharap melihat bintang jatuh dan pelan-pelan berbisik kecil tentang harapannya, membuat permintaan yang siapa tahu mimpinya terkabulkan. Tiba-tiba, perkumpulannya saling bertanya “apa yang kau pinta jika melihat ada bintang jatuh di dunia yang biasa ini ?
“what would you wish if you saw a shooting star in ordinary world ?”
“Apa yang kau pinta bila melihat bintang jatuh di dunia yang sederhana ini ?”
Kemudian perkumpulan itu pun saling bercerita, menceritakan perjalanan mereka yang telah mereka lalui bersama, seperti menyusuri lorong-lorong kecil, jalan-jalan setapak ditengah hutan, megahnya kota sampai melihat indahnya senja di hamparan pasir yang luas di dunia yang sederhana ini. Lalu mereka tersadar apasih pentingnya kaya raya, hidup cukup dengan hati yang berbahagia itu sudah lebih dari cukup bagi mereka di dunia yang sederhana dan biasa saja ini. Tawa mereka pun pecah ketika bercerita tentang hal-hal di masa lalu mereka.
“I’d walk to the end of the earth and afar in ordinary world”
“Aku akan terus menjalani ini sampai dunia berakhir dan terus menjalaninya di dunia yang sederhana ini”
Mereka begitu menikmati hidupnya seakan-akan mereka berkata “Tuhan kita tidak kaya, tapi apa yang kita miliki ini sudah lebih dari cukup di dunia yang sederhana ini ” mereka bersyukur walaupun tak satu kata pun ucapan syukur keluar dari mulutnya. Rasa syukur mereka tidak lagi berupa ucapan, tetapi dengan tindakan dalam hidupnya, yaitu dengan menikmati hidup itu sendiri.
“Baby, I don’t have much but what we have is more than enough. Ordinary world”
“Oh kekasihku, aku tak kaya tapi apa yang kita miliki sudah lebih dari cukup. oh dunia yang sederhana ini”