Mohon tunggu...
Dayangsumbi
Dayangsumbi Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Musik, Filosofi

Blogger Writer and Amateur Analys, S.Komedi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pertemuan dengan Filsafat

31 Maret 2021   16:30 Diperbarui: 13 Maret 2022   15:44 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari ketertarikan mempertanyakan sesuatu satu sama lain di ruangan kotak kecil gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa; mulai dari pertanyaan simpel yang lambat-laun makin mendalam sehingga pikiran acap kali memunculkan kerumitan bagai simpul benang kusut karena belum punya pengetahuan dasar akan hal tersebut.

Pikiran bukan lagi sebuah hal yang ‘terpikirkan’ tapi menjelma menjadi kata ‘kepikiran’ yang terus-menerus muncul bertubi-tubi tanpa ampun. Hal ini yang sekarang jika direnungkan menjadi sebuah benang merah bahwa Sang Logos menginginkan saya untuk mengenal apa yang disebut Filsafat

Dulu seringkali bertanya Tuhan itu ada atau tidak ? pertanyaan itu pertama kali dijawab dengan menggunakan logical fallacy kausalitas “robot diciptakan manusia, manusia diciptakan Tuhan sedangkan Tuhan adalah sumber dari terciptanya semua itu” padahal kalau seperti itu ada kemungkinan pertanyaan baru “lalu siapa yang menciptakan Tuhan ?”

Lalu muncul sebuah argumen “ada asap pasti ada api ‘adanya manusia pasti ada penciptanya’ alam semesta yang begitu kompleks ini pasti ada yang ciptakan” ya sudah diduga pasti yang timbul adalah kesalahan logika lagi jenisnya sama yaitu ‘Post hoc ergo propter hoc’

Pergulatan argumen tak kunjung selesai hingga hari-hari berikutnya lalu, muncul senior saya menjelaskan sedikit dari pengetahuannya.

“Jika saya memiliki uang disaku celana dan kalian tidak tahu bahwa saya memiliki uang, masihkah dapat disebut bahwa saya memiliki uang atau saya ada uang ?”

Saya dan kawan saya memilih pendapat yang berseberangan dia memilih ada, sedangkan saya memilih tidak ada.

Ketika ditanya, kenapa kalian memilih jawaban itu ?

Saya memilih menjadi seorang yang empiris pada waktu itu bahwa, sesuatu yang ada merupakan sesuatu yang riil yang tampak dimata kita.

Entah saya lupa jawaban kawan saya, yang saya ingat adalah raut wajah bingungnya.

Barulah setelah beberapa tahun saya sadar bahwa ini yang dinamakan Filsafat, rumit namun mengasyikan bagi saya.

Memang kita tidak dapat melogikakan adanya Tuhan; ada sendi-sendi dalam hidup yang memang mesti dibiarkan saja menjadi misteri tapi, saya punya argumen untuk mengatakan saya percaya Tuhan.

Kita tahu bahwa melakukan hal-hal baik adalah hal yang membahagiakan buat kita maupun orang lain. Tidak ada manusia yang tidak bahagia ketika melakukan hal-hal baik seperti saling support, saling mengasihi dan menyayangi, saling berbagi; dan kita tahu bahwa manusia dalam hidupnya selalu mengejar kebahagiaan untuk dirinya, keluarganya, dan masyarkat luas dunia dan akhirat. Jika ada manusia yang tidak menginginkan kebahagiaan dan tidak bahagia melakukan hal baik mungkin ada yang salah dengan dirinya “Firaun saja masih menginginkan hal baik untuk Musa ‘ketika mengizinkan istrinya pada saat menemukan Musa dan meminta untuk merawatnya didalam istana.’”

semua manusia yang berbuat baik adalah manusia yang bahagia

Sebagian pelajar ada yang berbuat baik,

Semua pelajar yang berbuat baik adalah manusia yang dicintai

Jadi sebagian manusia yang dicintai adalah manusia yang berbahagia

Percaya Tuhan (Baik) dan Tidak Percaya Tuhan (baik)

Dokpri
Dokpri
Jika nanti after life Tuhan ada maka orang yang percaya Tuhan beruntung dan orang yang tidak percaya merugi. namun, jika Tuhan tidak ada maka keduanya sama-sama beruntung. Hasil kemungkinan yang diperoleh 2-1. Tapi apakah after life itu ada ? lagi-lagi bukan logika yang menjawab tetapi, keimanan.

Kalimat dan bagan di atas merupakan bagaimana saya akhirnya meyakini dan memilih untuk percaya pada Tuhan, yang terinspirasi dari ucapan pak faiz pengampu ngaji filsafat.

Ucapan senior saya dikampus akhirnya saya ketahui setelah saya menerjunkan diri untuk mencari tahu apa itu Filsafat mulai dari beberapa buku, video dan kajian daring dibeberapa komunitas filsafat yang ada.

Ternyata apa yang dia katakan merupakan Filsafat Ilmu yang tidak pernah saya dapatkan di perkuliahan, sayang sekali padahal Filsafat Ilmu merupakan sebuah ajaran untuk lebih dalam mengenal apa sesuatu yang kita sebut ada, bagaimana kita tahu bahwa kita tahu, dan apa manfaat dari sesuatu yang ada dan kita tahu itu.

Pertama dia membahas ontology, membahas sesuatu yang ada baik itu fisik maupun metafisik. Membahas ontology bukan hanya pada suatu hal yang riil; konsep yang ada dikepala kita saja itu merupakan sesuatu yang ada.

Dalam penyusunan naskah keilmuan pun kita mencari sesuatu yang ada; mengidentifikasi apa yang ada tersebut dan apakah yang ada itu menghendaki sebuah perubahan didalam masyarakat atau sebuah ekosistem perusahaan, serta mencari sebab kenapa perubahan itu dikehendaki dengan tidak mengesampingkan apa yang kita kenal dengan metode ilmiah.

Langkah-langkah selanjutnya untuk memecahkan masalah tersebut yang kemudian dirumuskan pada tahap epistemology: Kriteria ilmu dan teori apa saja yang dapat kita gunakan dalam memecahkan problem tersebut, apa yang membuat kebenaran dari problem itu terjustifikasi dan dapat dijustifikasi.

Yang langkah selanjutnya adalah tahap aksiologi: jika dipandang dalam sudut pandang utilitarian yaitu seberapa berfungsi dan bermanfaatnya penelitian yang sudah kita buat untuk memecahkan masalah pada sesuatu yang ada itu dalam sebuah masyarakat atau ekosistem perusahaan tersebut.

Filsafat ilmu ini sangat berguna tidak hanya pada ranah akademis saja tapi juga ranah kehidupan sehari-hari. Filsafat Ilmu dalam keseharian seperti pada ontology misalnya ketika kita mempunyai pacar yang pada saat pertama kali bertemu badannya kurus, tinggi, langsing setelah lama berpacaran kira-kira 6-7 tahun pasangan kita tubuhnya membesar; terjadi perubahan pada kondisi tubuhnya. Namun, tidak peduli dengan kondisi perubahan itu yang kita tahu bahwa kita tetap mengenalinya, ia adalah pacar kita.

Bagaimana ranah epistemology pada kehidupan sehari-hari, dengan problem di atas, kita menganalisa dan mencari tahu apa penyebab perubahan kondisi pacar kita ? apa yang harus kita lakukan untuk kepentingannya dalam menjaga kesehatan ? Apakah kita perlu olahraga bersama agar berat badannya turun ? Apakah kita harus melakukan diet bersama juga ?

Pada ranah aksiologi dikehidupan sehari-hari yaitu dengan melihat hasil dari solusi yang kita buat bersama untuk kepentingan dia menjaga kesehatannya, Apakah solusinya memberikan efek yang baik ? Apakah dengan tubuh pacar saya yang menjadi kurus, tinggi, langsing lagi dapat mempengaruhi kesehatannya dan menjadikan diri saya untuk lebih mencintai dirinya ? ya kalau tidak, biarkan saja dia dengan badannya yang gemuk itu.

Itulah contoh singkat manfaat Filsafat Ilmu baik dalam ranah akademik maupun sehari-hari, dan sejarah singkat perjalanan saya mengenali Filsafat yang ternyata memiliki benang merah jika direnungkan jauh kebelakang. Entah takdir atau bukan mengenal Filsafat adalah sesuatu yang berharga dihidup saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun