Salah satu produk dan instrumen pasar modal yang saat ini tengah berkembang pesat adalah reksadana. Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 telah diberikan definisi “Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”.
Dengan kata lain, Reksadana merupakan wadah berinvestasi secara kolektif untuk ditempatkan dalam portofolio berdasarkan kebijakan investasi yang ditetapkan oleh fund manajer atau manajer investasi. Perbedaan yang paling nampak dari operasional reksadana syariah dengan reksadana konvensional adalah proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram.
Proses cleansing atau filterasi terkadang juga menjadi ciri tersendiri, yaitu membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram, denganmembersihkannya sebagai charity. Di Indonesia sekarang ini, proses screening terhadap produk saham yang berprinsip syariah sudah tidak terlalu sulit lagi, karena sudah ada indeks saham berbasis syariah yaitu Jakarta Islamic Index (JII), yang dapat mempermudah pemilihan saham dan pengukuran kinerja investasi berbasis syariah.
Selain itu instrumen pasar modal syariah lainnya yang sudah mulai marak adalah obligasi syariah, sedangkan pasar uang syariah sudah lebih dahulu berkembang dipelopori dengan pendirian Bank berbasis syariah dengan nama Bank Muamalat yang mulai beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1992. membahas tentang untung rugi dan profesionalitas dari aktivitas ekonomi. Sebab pada prinsipnya, konsep syariah bertujuan membangun pola ekonomi yang lebih berkeadilan, termasuk dalam mencari keuntungan dan membangun risiko.
Bahkan dalam Islam memperhitungkan unsur risiko sangat dianjurkan mengingat tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam setiap investasi tidak hanya return atau keuntungan yang diharapkan, tetapi juga harus menyadari risiko yang akan dihadapi. Dan sudah menjadi hukum alam bahwa semakin besar return, risikonya pun akan semakin tinggi. Sebelum membeli reksadana, para pemodal selalu dianjurkan untuk membaca prospektus perusahaan.
Di sana termuat segala informasi mengenai return serta risiko reksadana, antara lain risiko berfluktuasinya tingkat bagi hasil atau return yang diperoleh reksadana dan risiko pasar yang berpengaruh pada portofolio. Tetapi nampaknya tidak begitu mudah bagi investor untuk menterjemahkan risiko tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat (tools) untuk mengukur risiko secara kuantitatis dalam bentuk nominal yang mudah dipahami dan akurat. Salah satu indikator utama untuk menilai kinerja reksadana adalah dengan mengukur pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih (NAB/Net Asset Value) per unit penyertaan.
Indikator ini merupakan hasil perhitungan dari nilai investasi dan kas dipegang (yang tidak diinvestasikan), dikurangi dengan biaya-biaya serta utang dari kegiatan operasional dan kemudian dibagi dengan jumlah unit penyertaan yang beredar (outstanding). Harga dari NAB per unit reksadana sangat fluktuatif, tergantung pada harga masing-masing instrument investasi dimana portofolio efek diinvestasikan. Naik turunnya NAB/unit sangat dipengaruhi oleh nilai pasar dari masing-masing efek yang dimiliki oleh reksadana tersebut Kinerja reksadana, kinerja indeks syariah dan konvensional disimpulkan bahwa terdapat hasil yang berbeda-beda yaitu kinerja reksadana dan indeks syariah maupun konvensional dapat mengungguli kinerja pasarnya maupun tidak mengungguli kinerja pasarnya.
Evaluasi kinerja portofolio hanya dilakukan secara parsial saja misalnya melakukan evaluasi kinerja portofolio dengan membandingkan kinerja seperti Islamic Unit Trust dengan index pasar atau membandingkan kinerja Islamic Unit Trust dengan Unit Trust Konvensional Pada kenyataannya, masih banyak keraguan dari kaum awam atau return yang akan diterima dari reksadana syariah tidak besar atau menguntungkan dibanding reksadana konvensional. Keraguan tersebut timbul karena ada dugaan kurang optimalnya pengalokasian produk atau portofolio investasi, akibat adanya proses inscreening yang membatasi investasi porto folio ssnya hanya pada produk yang sesuai dengan syariat Islam, sedangkan produk-produk syariah di Indonesia masih terbatas jumlahnya. Dengan jumlah yang masih sedikit tersebut, apakah bisa menghasilkan investasi portofolio yang optimal dan out perform? pihak lain, masyarakat pada umumnya bersikap menghindari risiko (risk averse) terhadap produk-produk baru yang belum terlihat hasil kinerjanya.
Reksa dana yang di terbitkan saat ini adalah reksa dana terbuka yang berbentu kontrak investasi kolektif. Reksa dana yang demikian ini manajer investasi dan bank kustodian mengadakan akad menurut undang – undang pasar modal yang di sebut sebagai kontrak investasi kolektif (KIK) dalam akad KIK tersebut manjaer investasi dan bank kustodian mengikat diri untuk kepentingan masyarakat pemodal guna membuka wadah dimana masyarakat pemodal dapat menempatkan dananya dalam reksa dana dan memperoleh unit penyertaan. Dana tersebut akan di tempatkan dalam portofolio efek oleh manajer investasi sesuai dengan amanah yang di cantumkan dalam akad. Dana (dan portofolio efek) yang merupakna harta bersama milik pemodal reksa dana, atau izin di sebut pemegang unit penyertaan akan di simpan oleh bank kustodian. Dalam kegiatan operasi reksa dana, bank kustodian akan menerima intstruksi manajer investasi untuk menyelesaikan kegiatan investasi yang di putuskan oleh manajer investasi.
Perkembangan investasi syariah di Indonesia taklepas dari pengembangan keuangan syariah nasional, baik dari aspek kelembagaankeuangan syariah dan infrastruktur penunjangnya, keahlian dan perangkatregulasi serta sistem pengawasan, maupun awarenessdan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Berbagaisinergi aktivitas ekonomi syariah yang secara timbal balik juga salingmendukung seperti industri makanan, produk kosmetika dan obat-obatan halal, fashion muslim, dan pariwisatasyariah.
Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat di Indonesia yang inginberinvestasi di produk-produk pasar modal yang sesuai dengan prinsip dasarsyariah, dikembangkan pula Pasar Modal Syariah. Sampai dengan maret 2015, total saham syariah yang diperdagangkandi pasar modal telah mencapai nilai Rp 2.946,89 triliun, sementara sukukkorporasi yang diperdagangkan mencapai nilai Rp 7,1 triliun. Adapun totalproduk reksa dana yang ada per maret 2015 ada 967 produk, dan Per Juli 2016, tercatatsudah ada 109 produk reksa dana syariah yang aktif.
Akan tetapi, dalam halpengelolaan aset, produk-produk tersebut hanya merepresentasikan sekira 3persen dari total Asset Under Management(AUM) alias dana kelolaan reksa dana di Indonesia. dengan total NAB Rp266,74trilyun. Meskipun angka- angka yang ditulis di artikel ini sangatlah besar,sekedar mengingatkan bahwa reksadana merupakan investasi rakyat yang bisadimulai dengan Rp100 ribu rupiah saja.
Pada tahun 2017 ini prospek reksa dana syariah sangat bagus di karenakan otoritas jasa keuangan dengan mengandeng PT Majoris Asset Management (Majoris) mengeluarkan beberapa kebijakan yang mampu menjawab dan memperbaiki layanan bagi nasabah yang menginsvestasikan dana nya di reksa dana syariah, beberapa kebijakan itu di yakini akan meningkatkan minat masyarakat terhadap reksa dana syariah di antara kebijakan itu nya yaitu pertama, meluncurkan produk reksa dana berbasis saham syariah bernama reksa dana Majoris Saham Syariah Indonesia (MSSI), RD MSSI ini diluncurkan karena adanya permintaan pasar yang meningkat akan reksa dana syariah RD MSSI ini akan menggunakan Indeks Saham Syariah Indonesia sebagai tolok ukur.
Adapun kebijakan investasinya yaitu antara 80 persen-100 persen di efek syariah bersifat ekuitas yang tercantum dalam Daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan sisanya, antara 0 persen-20 persen akan ditempatkan di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang mempunyai jatuh tempo kurang dari satu tahun dan atau deposito syariah. Sebagai administrator dan bank kustodian dari produk ini adalah PT Bank Mandiri (Persero).
Menggunakan fleksibilitas dalam pengelolaan aset, karena disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi, industri. Kedua, kita menggunakan pendekatan bottom up. Pendekatan "bottom up" dalam memilih saham ini dapat dijelaskan yakni dengan menganalisis emiten bersangkutan. Adapun yang dilihat yaitu potensi pertumbuhan dari perusahaan atau emiten itu. Selain itu, dilihat pula aspek profitabilitas serta pengelolaan arus kas usahanya.
Pengelolaan arus kas suatu usaha itu tentu akan mempengaruhi kondisi kinerja keuangan dari perusahaan tersebut. Terakhir, di lihat valuasinya bagaimana. Itu beberapa faktor yang di seseorang alami dalam memilih efek-efeknya, dalam RD MSSI ini menawarkan jumlah minimum pembelian yang sangat terjangkau yaitu mulai dari Rp 1 juta. Target dari imbal hasilnya antara 16 persen-18 persen per tahun, namun bisa bergerak sesuai dengan kondisi pasar dan ekonomi. Berbagai macam kebijakan itu di harapkan masyarakat semakin tertarik menanamkna dana nya di reksa dana syariah.
Aji Fauzie
Mahasiswa Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H