Mohon tunggu...
Aji Sutrisno
Aji Sutrisno Mohon Tunggu... -

"Menulis seperti belajar menjadi Tuhan; menghidupkan yang mati, memberi makna yang hidup" -Aji Sutrisno-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teman yang Tak Terlihat

2 Mei 2014   03:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Loh, kamu memangnya tinggal di mana?"

"Aku sebenarnya sudah meninggal"

"Apa!"

" Aku butuh teman, aku sendirian"

Bermula dari itulah, saya denganya menjadi teman lintas dunia. Saya sering ngomong sama dia. Dia pun sering berbicara banyak hal tentang kematiannya. Saya yang terpuruk karena putus cinta menjadi bahan berbincangan. Dia menguatkan saya, walau pun saya sejujurnya tidak pernah bisa menyentuhnya. Dia begitu pandai membuat saya kembali bergairah menatap hari, menambal luka. Hantu yang lucu sepertinya pas untuknya. Tak jarang saya dikira nonton acara komedi di tv tengah malam oleh ibu, padahal kala itu saya sedang bergurau dengannya. Dua tahun persahabat saya, dia sahabat yang baik. Meski dia tak terlihat oleh mata telanjang. Ini memang agak konyol, persahabatan ini pula yang akhirnya membuat saya terkungkung dalam stigma; "Orang gila". Teman-teman se-kampus menghindar dan takut. Saya terintimidasi. Saya santai saja, karena saya tidak punya waktu untuk orang yang tidak pernah percaya dengan persahabatan saya dengan makhluk lain.

Stigma dan intimidasi lama-kelamaan membuat saya terdesak. Semua orang acuh pada saya. Mereka masih menganggap bahwa saya gila karena sebelumnya gagal cinta. Penderita Skizofrenia, juga tak luput dari judge mereka. Begitu pula keluarga saya, sama. Mereka tak henti membujuk saya untuk pergi ke psikiater. Saya tegas menolak. Karena saya bukan orang gila. Saya hanya orang yang dikira gila oleh orang-orang yang tidak pernah percaya kalau saya berbicara sendiri, saya katakan itu ada maksudnya. Saya sudah saatnya untuk jadi manusia di balik jeruji Rumah Sakit Jwa, itu angkuhan mereka.

-Selesai-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun