Saya dianggap gila oleh tetangga, teman sebaya, bahkan keluarga saya sendiri. Saya tidak tahu menahu apa yang membuat mereka men-judge saya seperti itu sedangkan pada diri saya, baik-baik saja. Hal asing yang saya rasakan pada malam yang mencekam. Saya disapa seorang wanita cantik, berbaju putih, berambut lurus-panjang, berdiri di samping almari kamar; membelakangi saya. Mata yang belum sepenuhnya celik, sadar yang masih mengawang, membuat saya tak lekas sadar tuk menyapanya. Awalnya saya menganggap wanita itu kakak saya, karena esok harinya adalah hari ulang tahun saya, tetapi sekali lagi saya amati ternyata bukan. Mengetahui wanita itu bukan kakak atau ibu, dengan rasa agak takut saya memanggilnya, "Hey, kamu siapa?!" Namun dia diam saja. Sekali lagi saya amati dari bawah ke atas, saya kembali terperanjat, oh Tuhan, ternyata kakinya tak menginjak tanah.
"Dag dig dug"
Detak jatung memukul keras.
Saya belum berani menyebutnya hantu, karena seumur-umur saya tak pernah bisa melihat makhluk astral. Dua kali saya panggil, "Kamu siapa, sih!" Saya sedikit menggertak. Perlahan wanita itu membalikkan badannya. "Astagfirullah" matanya berurai airmata, deras mengucur. Saya dekati. Dia malah merengek.
"Kamu kenapa?" tanya saya pelan.
Belum juga dia menjawab. Ibu, Bapak, kakak saya entah mengapa bangun dan langsung menghampiri saya. Mereka ternyata kaget dengan omongan saya. Disangka ngigo.
"Zam... istighfar...istighfar. Ada apa?" Mereka menyuruh saya untuk "nyebut".
"Oh, tidak ada apa-apa kok." Saya memilih menyembunyikan kejadian tadi, sebab saya belum yakin hal itu patut untuk saya ceritakan.
"Ya, sudah, tidak lagi sana!" pinta ibu. Sedang bapak dan kakak sudah lebih dulu kembali ke kamarnya masing-masing.
Saya lanjutkan tidur. Mimpi indah yang terpotong hendak saya sambung. Ah, belum juga memejamkan mata, wanita itu datang lagi.
"Tolong aku, aku kesepian, tak punya teman." penuh sauk dia menuturkan kesahnya.