Henry Ford misalnya, sebagai salah satu pionir industri otomotif di Amerika, Henry menciptakan sistem perakitan mobil dengan sabuk konveyor.
Mobil yang berjajar rapih menunggu antreannya masing-masing untuk dipoles oleh buruh kerja. Para pekerja bergiliran menyelesaikan tugas yang kecil dan sederhana, bukan tugas yang sifatnya spesialis dan rumit.
Teknologinya mampu memangkas waktu produksi sebuah mobil hanya dalam waktu satu setengah jam yang sebelumnya memerlukan waktu tiga belas jam lebih.
Di sisi lain, kemudahan mendapatkan kredit dari bank juga menjadi salah satu faktor penyumbang resesi tahun 1930-an. Kemudahan mendapat kredit membuat masyarakat cenderung berperilaku konsumtif.
Hal ini berimbas pada kenaikan permintaan barang-barang kebutuhan sehingga perusahaan-perusahaan pun didorong untuk memproduksi barang lebih banyak lagi. Kenaikan permintaan turut berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang masif.Â
Kondisi ini kemudian berujung pada consumer boom yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan ekonomi Amerika.
Masyarakat yang tadinya tidak mampu membeli barang mewah yang mereka impikan, dalam waktu sekejap mata mereka bisa membelinya. Di zaman ini lazim ditemukan barang-barang mewah yang "tidak terlalu penting" di rumah-rumah penduduk seperti vacuum cleaner dan alat pencetak waffle.
Pesatnya perkembangan ekonomi Amerika kemudian merangsang kenaikan harga saham. Jutaan warga Amerika berbondong bondong menginvestasikan uangnya ke pasar saham.
Harapannya, agar uang mereka kembali lebih tinggi lagi. Bahkan tak sedikit yang menggunakan dana pinjaman untuk investasi. Momentum ini kemudian berdampak pada spekulasi yang berlebihan dan berujung pada economic bubble.Â
Spekulasi yang hanya berdasar pada grafik teknis, dinamika pasar, informasi yang tidak jelas tanpa analisa yang matang sudah terlanjur beredar luas.