Mohon tunggu...
Aji Aribowo
Aji Aribowo Mohon Tunggu... Penulis - Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma) | Law, Science, Sport, and Social Enthusiast.

Penyangkalan: Segala tulisan yang saya tulis tidak terikat dan tidak terkait dengan lembaga/institusi tempat saya mencari nafkah. Demikian, salam kecup jauh.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Napak Tilas Resesi Ekonomi di Indonesia

17 April 2020   02:31 Diperbarui: 17 April 2020   08:50 2575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret petani zaman penjajahan Belanda. (Sumber: id.pinterest.com/ra kuncara)

Krisis Ekonomi Amerika Serikat. (Sumber: www.hariansejarah.id)
Krisis Ekonomi Amerika Serikat. (Sumber: www.hariansejarah.id)
Di telinga orang Indonesia, pada zaman ini lebih dikenal dengan zaman meleset atau zaman "malaise" yang merujuk pada istilah medis yaitu lesu atau tidak enak badan. Sebelum resesi, tahun 1920-an adalah era kejayaan ekonomi Amerika atau sempat disebut "The Roaring Twenties". Teknologi modern yang berkembang pesat dan tersedianya industri penyedia listrik dengan harga yang murah membuat pabrik-pabrik dapat memproduksi barang kebutuhan dalam waktu singkat dan masif. 

Henry Ford misalnya, sebagai salah satu pionir industri otomotif di Amerika, Henry menciptakan sistem perakitan mobil dengan sabuk konveyor.

Mobil yang berjajar rapih menunggu antreannya masing-masing untuk dipoles oleh buruh kerja. Para pekerja bergiliran menyelesaikan tugas yang kecil dan sederhana, bukan tugas yang sifatnya spesialis dan rumit.

Teknologinya mampu memangkas waktu produksi sebuah mobil hanya dalam waktu satu setengah jam yang sebelumnya memerlukan waktu tiga belas jam lebih.

Di sisi lain, kemudahan mendapatkan kredit dari bank juga menjadi salah satu faktor penyumbang resesi tahun 1930-an. Kemudahan mendapat kredit membuat masyarakat cenderung berperilaku konsumtif.

Hal ini berimbas pada kenaikan permintaan barang-barang kebutuhan sehingga perusahaan-perusahaan pun didorong untuk memproduksi barang lebih banyak lagi. Kenaikan permintaan turut berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang masif. 

Kondisi ini kemudian berujung pada consumer boom yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan ekonomi Amerika.

Masyarakat yang tadinya tidak mampu membeli barang mewah yang mereka impikan, dalam waktu sekejap mata mereka bisa membelinya. Di zaman ini lazim ditemukan barang-barang mewah yang "tidak terlalu penting" di rumah-rumah penduduk seperti vacuum cleaner dan alat pencetak waffle.

Pesatnya perkembangan ekonomi Amerika kemudian merangsang kenaikan harga saham. Jutaan warga Amerika berbondong bondong menginvestasikan uangnya ke pasar saham.

Harapannya, agar uang mereka kembali lebih tinggi lagi. Bahkan tak sedikit yang menggunakan dana pinjaman untuk investasi. Momentum ini kemudian berdampak pada spekulasi yang berlebihan dan berujung pada economic bubble. 

Spekulasi yang hanya berdasar pada grafik teknis, dinamika pasar, informasi yang tidak jelas tanpa analisa yang matang sudah terlanjur beredar luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun