Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

New Normal di Tengah Situasi Tidak Normal

27 Mei 2020   19:45 Diperbarui: 27 Mei 2020   19:44 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Jokowi lebih cenderung merekomendasikan "New Normal" sebagai sebuah tatanan baru, karena memang new normal adalah tatanan baru dari situasi yang tidak normal. Juga tidak bisa disebutkan sebagai kembali ke situasi yang normal, karena dimasa new normal masih diterapkan protokol kesehatan, dan masih dalam situasi beradabtasi dengan Covid-19.

Tatanan baru ini merupakan bagian dari strategi untuk memulihkan kembali Perekonomian, dimana perkantoran, industri, dan pusat perdagangan akan segera dioperasikan, namun tetap mematuhi aturan protokol kesehatan.

Membiasakan perilaku baru untuk tetap menjalankan aktivitas, dengan tetap menjaga pembatasan sosial, meski terus berdampingan dengan Covid-19. Selama pandemi Covid-19, masyarakat sudah terbiasa dengan berbagai protokol kesehatan, menggunakan masker, cuci tangan, dan menjaga jarak pisik dengan menghindari kerumunan.

Infografis Aturan New Normal Ritel dari Kemenkes. (CNN Indonesia/Timothy Loen)
Infografis Aturan New Normal Ritel dari Kemenkes. (CNN Indonesia/Timothy Loen)

Dengan diterapkannya tatanan baru ini, maka kemungkinan besar di daerah-daerah yang sudah dianggap aman, maka mal-malnya akan segera dibuka, dan setiap perusahaan akan menyiapkan gugus tugas yang akan mengawasi dan bertanggung jawab terhadap protokol kesehatan.

Sebetulnya ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipahami, hanya saja setiap orang berbeda dalam mengartikulasikannya, karena sangat bergantung pada persepsi masing-masing. Namun menjadikan new normal sebagai sebuah polemik baru, tidak akan menyelesaikan masalah.

Tidak bisa juga dikatakan antara menyelamatkan nyawa manusia dan menyelamatkan ekonomi, tidak bisa seiring sejalan, dan harus fokus pada salah satunya. Untuk menyelamatkan nyawa manusia diperlukan pondasi ekonomi yang juga kuat. Kalau ekonomi mandeg bagaimana mungkin kita bisa fokus untuk menyelamatkan nyawa manusia.

Diantara dua pilihan yang sulit, pemerintah menganggap new normal bisa membangkitkan kembali kondisi ekonomi nasional, dengan pulihnya ekonomi maka diharapkan bisa menyelamatkan kehidupan masyarakat. Semua memang perlu tindakan, tidak cukup hanya sebatas retorika.

Orang-orang diluar pemerintahan bisa berkomentar apa saja, karena tanpa beban dan tanggung jawab, sementara Presiden sebagai kepala negara, pengemban amanah rakyat, harus mampu memberikan solusi yang tepat dari semua persoalan yang dihadapi bangsa, karena keberhasilan atau kegagalan setiap kebijakan yang diambil, sepenuhmya menjadi tanggung jawab Presiden.

Tatanan baru yang akan diterapkan bukanlah sesuatu yang normal, dan pastinya memiliki banyak kekurangan. Sebagai masyarakat kita turut menggenapkan kekurangan tersebut, dengan cara mematuhi aturan dalam penerapan tatanan baru yang segera diterapkan pemerintah.

Sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah akan sangat mempengaruhi keberhasilan tatanan baru ini. Pemerintah pusat menangani kebijakan hulunya, dan pemerintah daerah menyempurnakan kebijakan dihilirnya. Supaya dalam penerapannya tidak membingungkan masyarakat.

Dengan mengerahkan TNI dan Polri dalam menerapakan tatanan baru ini, dipandang sebagian masyarakat sebagai upaya pemerintah untuk main "tangan besi". Sah-sah saja ada anggapan seperti itu, karena trauma masyarakat terhadap tindakan represif selama 32 tahun rezim Orde Baru masih sangat melekat dalam ingatan masyarakat.

Kita sudah melewati empat fase pemerintahan era reformasi, yang sama sekali jauh dari tindakan tepresif TNI dan Polri, harusnya traumatis seperti itu tidak perlu ada lagi. Citra baru TNI dan Polri pascareformasi tidak lagi seperti itu, menjadi alat kekuasaan untuk menekan rakyat.

Tatanan baru yang diterapkan pemerintah, kalau dilihat dari prosedur protokol dalam penerapannya, adalah upaya untuk mengadaptasikan diri dengan situasi pandemi Covid-19, memang bukan tanpa resiko, namun resiko penularan bisa dicegah dengan mematuhi protokol kesehatan.

Tetap bertahan dengan situasi pembatasan sosial berskala besar untuk jangka waktu yang lama, bukanlah tindakan yang menguntungkan bagi negara. Tidak berputarnya roda perekonomian, hanya akan membuat negara dan bangsa ini semakin terpuruk di tengah pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun