Memang agak aneh, bisa menyebutkan jumlah warga penerima Bansos, namun untuk pendataannya masih diperlukan waktu.
Sinyalemen inilah yang menjadi pertanyaan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, saat teleconference dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada awal April lalu.
Anies menyebutkan ada 3,7 juta jiwa warga miskin dan rentan miskin, memerlukan bantuan sosial, untuk itulah diperlukan dukungan pemerintah pusat.
Namun ketika Wapres Ma'ruf Amin mempertanyakan apakah sudah terdata sehingga tahu jumlahnya, Gubernur Anies malah menyebutkan butuh waktu untuk melakukan pendataan.
Wapres cukup jeli mengajukan pertanyaan, karena menyangkut akurasi siapa yang berhak sebagai penerima bantuan, sementara situasinya sangat mendesak.
Lagian juga tujuan awalnya meminta dukungan pemerintah pusat, untuk meng-cover penduduk yang belum tersentuh Pemprov DKI Jakarta. Artinya memang perlu dilakukan pendataan.
Belakangan Kementrian Sosial menyusuri data penerima Bansos di wilayah DKI Jakarta, ternyata penerima Bansos dari Pemprov DKI sama dengan penerima Bansos dari Kemensos.
Tidak sesuai dengan pembicaraan awalnya, itulah makanya terjadi data yang amburadul di Pemprov DKI Jakarta, sehingga persoalan ini sempat menjadi sorotan publik.
Kesepakatan awalnya, dari 3,7 juta warga miskin Jakarta, 2,6 juta jiwa akan di cover oleh pemerintah pusat, dan 1,1 juta jiwa sisanya di cover oleh Pemprov DKI Jakarta.
Terkahir menteri keuangan Sri Mulyani mengatakan, Pemprov DKI Jakarta angkat tangan soal dana bantuan sosial bagi 1,1 juta warga miskin Jakarta, karena Pemprov DKI Jakarta sudah tidak punya dana.
Tiga menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf bersinggungan dengan Gubernur Anies Baswedan, terkait dana bantuan sosial. Disamping dengan Mensos Juliari Batubara, dan Sri Mulyani, juga dengan Menko PMK Muhajir Effendi.
Anies Baswedan dikabarkan sempat terlibat ketegangan dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Persoalannya sama tentang data rakyat miskin penerima dana bantuan sosial, yang terdampak covid-19. Terjadi tarik menarik dan saling mencocokkan data antara Anies dan Muhajir Effendi.
Inikan sesuatu yang serius, yang pada awalnya dianggap remeh dan tidak dipikirkan dampaknya. Ada yang malah sangat berhak menerima bantuan, ternyata tidak menerima, yang seharusnya tidak berhak, malah menerima.
Temuan Kemensos itu adalah satu bukti bahwa, Pemprov DKI Jakarta tidak serius dalam hal pendataan, sehingga bantuan sosial yang disalurkan menjadi tidak tepat sasaran.
Juliari mengaku telah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di DKI Jakarta, dan menemukan bahwa warga penerima bansos Kemensos sama dengan penerima bansos DKI.
Padahal kesepakatan awalnya, Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di cover pemprov DKI Jakarta.
Awalnya pemerintah pusat hanya akan menyalurkan bansos kepada warga yang tidak menerima bantuan Pemprov DKI. Jumlahnya sekitar 1,3 juta kepala keluarga.
Kalau saja pemerintah pusat melakukan apa yang sudah direncanakan sejak awal, bisa jadi bantuan yang diberikan lebih efektif. Pada akhirnya pemerintah pusat harus menggelontorkan anggaran sebesar 25 triliun.
Akan bertambah lagi, kalau seandainya Anies angkat tangan, soal bantuan sosial bagi 1,1 juta warga miskin yang menjadi tanggung jawab Pemrov DKI Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H