Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paket Sembako Nyasar karena Gak Punya Mata?

4 Mei 2020   08:09 Diperbarui: 4 Mei 2020   08:23 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang lebih parahnya lagi, belum tentu semua nilai paket bantuan yang diterima masyarakat, sesuai dengan bantuan yang seharusnya dari pemerintah, karena kalau melihat isi paketnya sendiri tidaklah sesuai dengan apa yang dikatakan Presiden Jokowi, khususnya bantuan Presiden yang disalurkan Kemensos.

Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa, paket bantuan tersebut senilai Rp 600.000,- baik yang berupa sembako, atau pun yang berupa bantuan langsung tunai. 

Tapi kalau melihat isi sembako yang dibagikan, rasanya nilainya tidaklah sampai sebesar Itu. Karena kualitas produknya pun sangatlah rendah, bukan produk standar yang ada dipasaran umumnya.

Mie instan yang dibagikan pun dengan merek yang beragam, bukan sekelas Indomie atau pun Supermie, tapi Mie Megah sejumlah 20 bungkus. Ada satu paket yang isinya 5 sabun lifebuoy, tapi ada juga cuma 2 sabun Nuvo. Pada setiap kelurahan dan kecamatan berbeda isi paketnya, inikan aneh.

Yang seperti ini tidak mungkin Presiden akan mengecek secara langsung semua paket yang dibagikan, tapi hal seperti ini bisa merusak nama baik pemerintah, bukan cuma Presiden Jokowi. 

Sebetulnya sudah bisa diduga, problem dilapangan akan terjadi hal seperti ini, itulah yang saya katakan soal mentalitas dan moralitas oknum yang terlibat dalam pendistribusian.

Paket Bansosnya memang tidak punya mata, tapi yang memdistribusikannya tidaklah buta matanya, bisa jadi buta mata hatinya, sehingga di tengah wabah dan musibah yang dihadapi bangsa dan negara ini, tetap saja mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Di negara ini  apa sih yang tidak dikaitkan dengan politik, semua hal yang terjadi selalu ditumpangi kepentingan politik, sesuatu yang seharusnya lancar, bisa menjadi terhambat hanya karena adanya kepentingan politik. Sesuatu yang seharusnya mudah, menjadi dipersulit, hanya karena kepentingan politik.

Paket bantuan dengan lambang lembaga kepresidenan saja menjadi persoalan, tapi paket bantuan Menteri Pertahanan, yang menggunakan lambang kelembagaannya, malah tidak dipersoalkan. Yang lucunya lagi seorang Ustad tidak tahu membedakan mana Lambang Negara, dan mana Lambang Lembaga Kepresidenan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun