Sejak terkuaknya surat Andi Taufan yang berkop Sekretariat Kabinet (Setkab), yang dengan gagah beraninya menggunakan abuse of power, menekan para camat, untuk membantu perusahaannya, sejak itu bisnis dilingkaran Istana dipersoalkan.
Bisnis dilingkaran istana bukan baru kali ini terjadi, bahkan bukan cuma di pemerintahan Jokowi. Sudah menjadi rahasia umum, kalau para pejabat dilingkungan istana memiliki perusahaan.
Mantan wakil Preaiden Jokowi Jusuf Kalla, adalah seorang pengusaha, dengan berbagai bidang usaha. Tidak ada aturan atau larangan sebetulnya, orang-orang dilingkaran istana tidak boleh mempunyai usaha diluar jabatannya.
Begitu juga tidak ada larangan perusahaannya untuk tidak boleh terlibat dalam proyek pemerintah. Selama mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku, tentunya sah-sah saja.
Salah satu perusahaan JK, Bukaka, semasa JK masih menjadi Wapres Jokowi, terlibat dalam proyek infrastruktur pemerintah, dan yang jelas keterlibatan perusahaan tersebut bukanlah karena JK Wapres Jokowi, tapi semata karena profesionalitas perusahaannya.
Tidak ada yang pernah mempersoalkan keterlibatan perusahaan JK dalam proyek pemerintah, yang nilai proyeknya juga tergolong fantastis. Dan JK aman-aman saja diposisi jabatannya, tidak ada yang meminta JK mencopot jabatannya.
Tapi kita juga tidak menutup mata atas apa yang dilakukan Andi Taufan, karena itu sebuah pelanggaran yang luar biasa. Namun kita juga tidak bisa mencurigai stafsus milenial yang lainnya, dan menjeneralusir semua stafsus Jokowi bertabi'at buruk.
Sekarang yang menjadi sorotan publik adalah Adamas Belva Syah Devara, yang merupakan CEO Ruang Guru, sebuah perusahaan yang fokus pada bidang pendidikan daring. Penetapan Ruangguru sebagai salah satu mitra pemerintah untuk memberikan pelatihan daring kepada peserta kartu prakerja, saat ini dicurigai adanya konflik kepentingan.
Belva sendiri mengakui tidak mengetahui, apakah ditunjuknya Ruangguru sebagai mitra pemerintah, ada konflik kepentingan didalamnya, karena dia sendiri tidak pernah dilibatkan dalam penentuan pemilihan perusahaan yang dilibatkan.
Belva menjelaskan dirinya tidak pernah ikut campur dalam pengambilan keputusan apapun di program kartu prakerja termasuk besaran anggaran maupun mekanisme teknisnya. Ia menegaskan posisinya sebagai stafsus tidak memiliki kewenangan eksekutif sebagai pejabat pengadaan, pejabat pembuat komitmen, maupun fungsi pelaksana lainnya.
Bahkan Belva siap untuk mengundurkan diri, dan sudah mengajukan pengunduran diri, jika memang keterlibatan Ruangguru sebagai mitra pemerintah, dianggap ada konflik kepentingan.
Seperti dilansir Media Indonesia, Menurut Belva, semua proses penetapan mitra prakerja dilakukan oleh Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana (PMO).
"Penentuan mitra juga kemudian dilakukan independen oleh Kemenko dan PMO, tanpa intervensi siapa pun. Tidak benar bahwa seakan-akan kebijakan ini menguntungkan salah satu pihak, karena prosesnya jelas, dan mitra pun jumlahnya saat ini puluhan, dengan total lebih dari 2.000 kelas dari berbagai bidang," ujarnya.
Pemerintah sendiri mengakui, dilibatkannya Ruangguru untuk memberikan pelatihan daring pada peserta kartu prakerja, semata-mata karena profesionalitas. Ruangguru dianggap satu-satunya perusahaan yang memiliki kapabelitas dalam hal itu.
Kalau kita mau menyoalkan hal ini, kita juga harus menyoalkan perusahaan pejabat negara lainnya, yang juga banyak terlibat dalam proyek pemerintah. Bahkan para menteri Jokowi sendiri rerata memiliki perusahaan yang terlibat dalam proyek pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H