Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menargetkan pembebesan 30.000 sampai 35.000 narapidana, lewat program asimilasi dan integrasi sesuai dengan mekanisme lewat revisi PP Nomor 99 Tahun 2012.
Program asimilasi ini tentunya sangat menggiurkan bagi sebagian besar napi, baik yang memenuhi persyaratan, mau pun yang tidak memenuhi persyaratan, karena dengan memperoleh "tiket" asimilasi, maka napi bisa menghirup udara bebas.
Tujuan awalnya pembebesan narapidana ini, untuk mengurangi kepadatan ruang tahanan yang sudah melebihi kapasitas, selain itu kepadatan tersebut dikuatirkan rentan terhadap penularan covid-19.
Padahal pembebasan napi bukanlah satu-satunya solusi untuk mencegah terjadinya penularan, karena napi yang ada didalam tahanan sudah terisolasi dari pencemaran covid-19.
Dalam kondisi pandemi global covid-19 saat ini, pemerintahan sendiri mengisolir masyarakat dengan isolasi mandiri, lewat aturan PSBB dan physical distancing. Artinya yang diluar tahanan sendiri diisolir, kok yang didalam tahanan malah mau dibebaskan.
Tidak sedikit tahanan yang sudah mendapat tiket asimilasi mengulangi kejahatannya, setelah mereka dibebaskan. Sehingga membuat repot pemerintah, dan juga Menkum dan HAM sendiri, yang terpaksa harus kembali menyediakan ruangan isolasi bagi mereka yang kembali ditangkap, atas kejahatan yang sudah dilakukan.
Jelas pembebasan narapidana tersebut tidaklah efektif, meskipun secara kemanusiaan harus dilakukan. Juga terbukti program asimilasi ini ada yang memanfaatkan untuk mencari keuntungan.
Program pembebasan narapidana lewat proses asimilasi, rupanya dimanfaatkan oleh oknum petugas lapas. Jelas ini tidak berdiri sendiri, ditengarai adanya sindikasi yang ikut dalam memanfaatkan situasi tersebut.
Seperti dilansir Tribun-Medan.com, seorang napi yang saat ini sudah bebas lewat program asimilasi mengaku harus membayar jutaan untuk mendapatkan tiket tersebut.
Menurut seorang napi berinial A (37), dirinya diminta uang Rp 5 juta oleh oknum petugas demi bisa dapat tiket asimilasi.
"Kalau enggak bayar enggak bakalan keluarlah.
Ini salah satu efek buruk lainnya dari proses pembebasan napi, bayangkan kalau setiap napi yang dibebaskan di banderol dengan 5 juta, berapa banyak keuntungan yang diperoleh sindikasi pembebasan napi tersebut.
Bukan cuma itu, sejumlah narapidana lain yang secara persyaratan sudah memenuhi syarat dapat asimilasi pun ditawari bila ingin bebas.
Narapidana Lapas Cipinang lainnya, S (41) juga mengaku dimintai uang agar dapat menjalani sisa masa tahanannya bersama keluarga.
S menuturkan para narapidana yang 'ditarik' uang demi dapat asimilasi tidak keberatan karena mereka dapat bebas meski rutin wajib lapor.
Napi S pada awalnya diminta uang 7 juta rupiah untuk mendapatkan tiket asimilasi, namun karena dia cuma menyanggupu cuma 5 juta, akhirnya dia pun ikut dibebaskan.
Ini baru beberapa yang sudah terungkap, tentunya akan lebih banyak lagi kejadian yang serupa, dalam pembebasan napi lewat proses asimilasi yang sedang dilakukan pemerintah.
Menkum dan HAM, Yasonna Laoly harusnya mempertimbangkan kembali pembebasan napi dimas pandemi covid-19 saat ini, karena meskipun mereka mendapatkan kebebasan, namun tetal saja mereka tidak bisa melakukan aktivitas secara normal.
Tidak bisa dihindari kalau pada akhirnya setelah keluar, banyak yang kembali melakukan tindak kejahatan kriminal, demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI