Sebagai anak muda yang cukup memiliki prestasi, wajar saja Andi Taufan Garuda Putra dilirik Jokowi. Karena memang untuk menjadi stafsus dari kalangan milenial, jelas Jokowi mempunyai kriteria tersendiri.
Berdasarkan rekam jejaknya sebagai pengusaha pinjaman online, khususnya untuk usaha mikro di pedesaan yang belum terakses perbankan, ini menjadi spesialisasinya yang membuat dia dilirik Jokowi.
Dilansir dari Tribunews.com, Taufan merupakan jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB), lalu melanjutkan pendidikannya hingga memperoleh gelar Master of Public Administration (MPA) dari Harvard Kennedy School.
Beberapa penghargaan juga diterima pria kelahiran Jakarta 33 tahun lalu ini. Sederet penghargaan yang diterimannya antara lain Entrepreneur of the Year Finalist EY, Satu Indonesia Award Astra, Laureate Global Fellow International Youth Foundation, dan Ganesha Innovation Champion Awards Alumni ITB.
Andi mendirikan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), pada tahun 2010, dan perusahaan inilah yang dilibatkannya dalam dalam edukasi lapangan ke masyarakat desa dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas.
Namun sangat disayangkan, sebagai stafsus Presiden, dan juga sebagai pengusaha, dengan lancang Andi menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet (Setkab), untuk memuluskan urusannya. Itu sebuah pelanggaran berat yang sudah dilakukan Andi.
Dalam surat berkop Sekretariat Kabinet ( Setkab) tertanggal 30 Maret 2020, Taufan meminta bantuan para camat agar bisa membantu perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), dalam edukasi lapangan ke masyarakat desa dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas.
Kalau pun dia tidak melibatkan kepentingan perusahaannya dalam meminta bantuan para camat, dengan menggunakan kop surat Setkab, Andi sudah melakukan pelanggaran, karena secara tidak langsung Andi sudah memanfaatkan posisinya, untuk menekan para camat.
Mestinya Andi tahu, bahwa surat yang menggunakan kop Setkab itu bukanlah surat sembarangan, dan tidak bisa digunakan sembarangan orang. Kelancangan Andi ini tidaklah bisa ditolerir.
Implikasi dari perbuatan tersebut, sudah jelas akan menguntungkan perusahaannya, sementara sebagai aparatur negara tidak diperbolehkan menggunakan posisi untuk kepentingan pribadi.
Tujuan yang baik haruslah dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, tidak merusakan tatanan penyelenggaraan negara. Niat baik saja tidak cukup untuk melakukan perbuatan baik, cara yang tidak baik bisa merusak pencapaiannya.
Pelanggaran yang dilakukan Andi hanya karena menggunakan kop surat Setkab, soal apakah ada upaya memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan pribadinya lewat perusahaannya, itu perlu pembuktian lebih lanjut.
Apa yang dilakukan Andi Taufan, menciderai nama baik Presiden, Presiden Jokowi dianggap salah pilih dalam menyeleksi calon stafsus milenialnya, juga memperburuk citra stafsus milenial lainnya, yang juga memiliki perusahaan.
Presiden Jokowi perlu mengevaluasi kembali stafsus milenialnya, seperti apa kinerja mereka selama ini, efektifkah keberadaan mereka. Juga adakah stafsus lainnya yang juga memiliki perusahaan, yang perusahaannya terlibat dalam berbagai program pemerintahan.
Soal apakah perlu tidaknya mempertahankan posisi Andi Taufan sebagai stafsus, itu sepenuhnya wewenang Presiden Jokowi, namun perlu juga mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H