Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mata Untuk Aini | Tawanan Waktu

29 Januari 2020   16:54 Diperbarui: 29 Januari 2020   16:52 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: PicsArt - design by Ajinatha

Aku memang seharusnya banyak bersyukur, karena Tuhan selalu memberi pertolongan kepadaku. Kedua orang tuaku sudah menjadi mata bagiku sejak kecil, terutama ibuku, sampai aku beranjak dewasa. Setelah ibuku tiada, ayahlah yang menjadi mataku sehari-hari.

Lalu Tuhan kirimkan malaikat untuk terus mendampingiku, itulah Bimo. Begitu meninggal pun tetap dia tetap menjagaku dengan kornea matanya. Semua itu tidak terlepas dari rencana Tuhan terhadapku. Sungguh sangat salah kalau aku tidak membalas semua ini dengan pengabdian terhadap-Nya.

Jadi wajar kalau ayahku sempat marah ketika dia tidak melihat kehadiran Bimo setelah aku bisa melihat, karena dia saksi dari ketekunan Bimo dalam membimbingku, mengarahkan dan memotivasiku agar kuat mengahadapi hidup. Bagi ayahku, Bimo adalah lelaki yang bisa menjaga amanah.

Ada satu ucapan Bimo yang aku ingat tentang posisi manusia diatas Bumi Allah Azza Wa Jalla,

"Secara hakikat manusia itu adalah 'tawanan waktu', yang dilahirkan pada waktu, dan akan menghadapi kematian pada waktu-Nya"

Yang menurut dia, manusia itu hidup dan mengabdi pada waktu yang sudah ditentukan-Nya, dan mengisi waktu yang disediakan untuk mengabdi kepada-Nya. Sepanjang usually, harusnya tidak ada waktu yang sia-sia karena tidak dimanfaatkan. Itulah sebabnya manusia itu secara hakikat merupakan tawanan waktu.

Pemikiran itu dia sarikan dari pemikiran Jalaluddin Rumi, yang merepresentasikan manusia sebagai tahanan waktu.

Bagiku Bimo seperti sebuah kitab yang belum habis kubaca, karena waktunya hanya sebentar ada disisiku, tapi manfaatnya begitu besar bagi diriku. Sungguh Allah tidak sia-sia menghadirkannya dimuka bumi ini. Dia laiknya guru, sahabat, juga penasehat spiritual bagiku.

Sebagai seorang penasehat spiritual, dia memperlihatkan kualitas spiritualnya dengan praktek, bukan sebatas ucapan. Sebagai seorang guru dia pantas untuk di gugu dan di tiru. 

Sebagai seorang sahabat, dia bukanlah sahabat yang suka memanfaatkan kelemahan sahabatnya.

Masih banyak kisah yang akan aku tuliskan selama aku belum melihat dunia. Yang aku takutkan, ketika aku secara bisa melihat dunia aku tidak lagi mampu untuk menuliskannya, karena pada kenyataan yang terlihat, realitas hidup itu begitu keras, sehingga kita tidak lagi mengenal batas-batas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun