Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mata Untuk Aini | Tawanan Waktu

29 Januari 2020   16:54 Diperbarui: 29 Januari 2020   16:52 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: PicsArt - design by Ajinatha

Sepanjang waktu kami dirumah, Bimo hanya mengajarkanku tentang banyak hal. Dia menginginkan aku berpikir seperti Rabi'ah Al Adawiyah, seorang penyair wanita sufi yang sangat dia kagumi. Aku dikasih referensi bacaan buku tentang Jalaluddin Rumi dan Rabi'ah Al Adawiyah, agar aku memahami pemikiran kedua penyair sufi tersebut.

Aku juga pernah mendengar nasehat lain, ketika kamu dituntut oleh seorang lelaki untuk menjadi orang lain, itu tandanya dia tidak bisa menerima kekuranganmu. Nasehat ini juga tidak sepenuhnya benar, juga tidak salah, asal difahami dengan benar tujuan penyampaiannya.

Aku juga tidak menganggap Bimo sedang mendikte aku agar seperti yang diinginkannya, yang aku fahami dia mengajarkan aku untuk lebih mengenal Tuhan dengan pendalaman spiritual, bukan cuma sekadar kenal Tuhan tapi tidak dapat merasakan keberadaannya.

Aku sangat kenal Bimo, dan aku tahu hatinya. Ucapannya selalu bertendensi kebaikan, bukanlah cuma pemenuhan kepentingannya. Apa yang dia katakan adalah apa yang sudah dia lakukan, dan dia sudah menikmati hasilnya, dan merasakan manfaatnya.

Bimo menanyakan padaku, saat kami bernincang-bincang dirumah;

"Aini, kalau seandainya Tuhan takdirkan kamu bisa melihat, apa yang akan kamu lakukan pertama kali"

Aku menjawab, "aku ingin nikah dengan kamu mas"

"Salah Aini, yang harus kamu lakukan pertama kali adalah  sujud syukur menghadap Tuhan, sebagai tanda kamu berterima kasih"

"Soal menikah itupun bisa terlaksana kalau, Tuhan mengizinkan, tidak ada yang bisa kita lakukan, tanpa seizin-Nya"

Aku mencoba memahami jalan pikiran Bimo, dan ternyata dia benar. Sedikitpun aku tidak berniat untuk membantahnya. Sering aku terkagum-kagum dengan ucapannya, ingin rasanya melihat dia secara fisik, tapi itu tidak mungkin. Aku cuma bisa meraba tubuhnya, yang aku rasakan, dia seorang laki-laki yang kekar dan lebih tinggi dari aku.

Secara fisik dia sangat sempurna bagi aku, secara budi pekerti pun sangat memenuhi syarat untuk menjadi suami yang baik. Kelemahan dia cuma mau menjadikan aku yang tidak sempurna secara fisik, menjadi kekasihnya. Harusnya dia bisa dapat perempuan yang lebih sempurna dari aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun