Kontroversial wacana Menteri KKP, Edhy Prabowo, yang akan membuka keran ekspor benih lobster ditanggapi dengan secara politisi oleh Presiden Jokowi. Tidak mengamini wacana tersebut, juga tidak mendukung sepenuhnya larangan yang pernah dikeluarkan Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti.
Begitulah selalu Jokowi, tidak ingin terkesan memihak kepada salah satu diantara dua pertentangan. Hal itu bisa dilihat dari pernyataannya, ekspor atau tidak ekspor benih lobster dasar pijakannya tetap seberapa besar manfaat yang diberikan pada negara, juga pada nelayan.
Kalau harus ekspor harus diperhitungkan nilai tambahnya pada negara dan nelayan, juga harus menjaga keseimbangannya. Artinya tidak bisa cuma diperhitungkan keuntungannya semata, tetap harus dipikirkan kerusakan lingkungan yang diakibatkannya.
Begitu juga kalau tidak ekspor benih lobster, tetap juga harus melihat nilai tambah yang diberikan pada negara. Nah ini yang mengesankan larangan yang dikeluarkan oleh Susi Pudjiastuti tidak ditanggapi secara positif oleh Presiden Jokowi. Sumber
Padahal ekspor atau tidaknya benih lobster masing-masing ada nilai keekonomiannya, hanya saja yang mana lebih diutamakan, keuntungan jangka pendek atau jangka panjang. Yang jelas ekspor benih lobster hanya memberikan keuntungan jangka pendek akibat eksploitasi dari efek ekspor tersebut.
Meskipun Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti untuk menjaga keseimbangan antara keuntungan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkannya, kita harus mengenal karakteristik dan mental masyarakat, juga pengusaha yang tidak disiplin terhadap berbagai aturan, ketika sudah berhadapan dengan nilai keuntungan.
Garansi apa yang bisa diberikan Menteri Edhy Prabowo jika apa yang dipesankan Presiden Jokowi tidak bisa ditepati. Jelas ini bukanlah sesuatu yang mudah, resikonya besar bagi Edhy Prabowo, bahkan bisa mempertaruhkan jabatannya.
Atau jangan-jangan Presiden Jokowi menggunakan jurus  'merebus kodok' dalam merespon kebijakan Edhy Prabowo tersebut. Kalau seandainya Edhy tidak bisa memegang amanah terhadap kebijakan yang dikeluarkannya sendiri, maka otomatis dia akan mental sendiri dari jabatan menteri.
Dalam penerapannya apa yang diinginkan Jokowi tersebut tidaklah mudah, karena berhadapan dengan pengusaha yang tamak, yang profit oriented, sangat susah dikendalikan, apalagi kalau yang punya kebijakan mempunyai vested interest. Begitu juga dengan nelayan yang sudah di ijon oleh pengusaha.
Kerusakan lingkungan sulit untuk dihindari, karena kebijakan yang membuka keran ekspor akan memicu eksploitasi secara besar-besaran. Dengan kondisi sekarang dalam kondisi masih dilarang saja, eksploitasi terhadap benih lobster sudah ugal-ugalan.
Larangan terhadap ekspor benih lobster sepenuhnya tidaklah salah, keuntungannya secara ekonomi mungkin tidak memberikan nilai tambah kepada negara, tapi ketergantungan negara lain terhadap ekspor lobster akan sangat memosisikan negara terhadap kebutuhan lobster dari negara lain.
Selain itu, eksploitasi terhadap benih lobster tidaklah terjadi, meskipun para penyelundup ekspor benih lobster tetap ada, namun masih bisa dikontrol. Dengan demikian kerusakan lingkungan bisa teruss terjaga. Inilah yang membuat Mantan Menteri KPK, Susi Pudjiastuti begitu keras melarang ekspor benih lobster.
Kalaupun Jokowi terkesan memberikan sinyal mendukung kebijakan Menteri Edhy, tidak perlu direspon sebagai keberpihakan Presiden terhadap kebijakan tersebut. Bisa saja itu sebagai sebuah perangkap Panci rebusan air yang siap dipanaskan untuk merebus kodok.
Ekspor atau tidaknya benih lobster, keduanya ada nilai untung ruginya bagi negara, semua tergantung bagaimana menyikapi kedua kebijakan tersebut. Sikap Presiden Jokowi terhadap keduanya sama, yakni seberapa besar nilai tambah yang diberikan pada negara dan nelayan.
Jadi sikap Jokowi dalam hal merespon wacana ekspor benih lobster sangat jelas, tidak mengamini, juga tidak menolak. Dan itu sifatnya sangat politis, jika itu direspon dengan penuhw euforia, maka Menteri Edhy kemungkinan besar akan terjebak dalam Panci rebusan air yang sudah disiapkan Jokowi.
Ekspor Nikel dan Lobster
Membandingkan ekspor Nikel dengan Lobster secara aple to aple memanglah tidak tepat, karena kedua jenis itu jelas berbeda, kalau Nikel itu benda mati, sementara lobster adalah benda hidup. Dalam memberikan perbandingan haruslah setara.
Begitulah argumentasi Susi Pudjiastuti ketika menanggapi pernyataan Edhy Prabowo yang membandingkan antara ekspor Nikel dan Lobster. Menurutnya, lobster sebagai SDA yang renewable, cara penangkapannya maupun pemeliharaannya pun harus diperhatikan. Menurut dia, pengambilan tidak perlu menggunakan kapal besar atau alat modern lainnya. Sumber
Memang ada perbedaan sudut pandang yang sangat tajam antara Menteri Edhy dan Susi Pudjiastuti, makanya sikap Jokowi dalam menengahi perbedaan tersebut sangatlah politis, tidak ingin terlihat terlalu berpihak kepada salah satunya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H