Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Negara dengan Penyelundup yang "Pesta Pora"

17 Desember 2019   23:49 Diperbarui: 18 Desember 2019   10:40 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kiri) dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (ketiga kiri) meninjau mobil dan motor mewah selundupan di Terminal Peti Kemas Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (17/12/2019). | Antara Foto/Dhemas Reviyanto

Tetiba berbagai penyelundupan mulai terbuka, dan anehnya tindakan hukum yang diberlakukan biasa-biasa saja. Dimulai dengan viralnya penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton, yang kemudian dibantah bukanlah sebuah penyelundupan.

Lalu diungkap pula penyelundupan ekspor benur lobster, seiring dengan wacana akan dibukanya keran ekspor benur lobster oleh Menteri KKP, Edhy Prabowo, seakan-akan semua serba kebetulan. Padahal perkara penyelundupan ini sudah berlaku sejak dulu kala, hanya saja baru sekarang dihebohkannya.

Di negara ini perkara penyelundupan seolah sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa, karena di negara inilah para penyelundup bisa pesta pora. Sebab memang para penyelundup ini layaknya bandar narkoba dan koruptor yang dilayani bak para raja. Hukuman bagi mereka hanyalah bagian dari sandiwara.

Lihatlah penabrak ibu dan anak dengan mengendarai Harley Davidson, secara strata sosial sudah bisa ditakar harta kekayaannya. Menghilangkan nyawa orang lain yang seharusnya dihukum seberat-beratnya, namun ini tidak berlaku pada dia yang mengendarai Harley, dengan dalih keluarga korban sudah memaafkannya. (sumber)

Inilah potret hukum di negara ini, jadi wajar-wajar kalau muncul kecemburuan sosial di antara masyarakat. Rakyat kecil kalau melakukan kesalahan, hampir tidak diberi ruang pemaafan untuk meringankan hukum mereka. Berbeda dengan mereka yang bergelimang harta, hukum bisa bertekuk lutut di hadapan mereka.

Berbagai borok penyakit di masa lalu, satu persatu mulai terbuka. Tapi pertanyaannya apakah hanya sekadar dibuka, tanpa ada tindakan hukum bagi mereka yang kejahatannya sudah terbuka? Apakah semua ini akan sama seperti di masa sebelumnya, cuma sebatas untuk dibuka tanpa ada tindakan selanjutnya.

Kalau Presiden Jokowi cuma capek berteriak agar setiap kejahatan segera ditindak, tapi pelaksana perintahnya tidak mengambil tindakan, lantas untuk apa Presiden Jokowi berteriak secara lantang, jika selanjutnya perilaku kejahatan tersebut kembali terulang?

Bu Sri Mulyani pun sudah mulai turun ke lapangan, dan kembali membongkar kasus penyelundupan moge dan mobil mewah. Sementara di Surabaya sana puluhan pemilik mobil mewah menunggak pajak, sehingga mobilnya pun terpaksa ditahan. (sumber)

Melihat berbagai peristiwa di atas, seperti orang yang baru melihat borok yang ada di tubuhnya sendiri. Padahal borok tersebut sudah lama ada di tubuhnya, hanya saja selama ini tidak terlalu peduli.

Ini kan sesuatu yang aneh, masing-masing sudah tahu ada masalah yang sedang dihadapi negara ini, tapi semuanya bungkam atas nama kepentingan politik.

Lihatlah betapa berpestanya para penyelundup benur lobster, dan itu bukan baru sekarang saja terjadi. Kenapa baru sekarang dihebohkan? Padahal Menko Kemaritiman sudah mengetahui adanya kejahatan tersebut, kenapa tidak melakukan tindakan hukum?

Bijaksananya, siapapun yang mengetahui adanya tindakan yang ilegal harusnya sudah melaporkan ke pihak yang berwajib. Tidak menjadikan tindakan tersebut untuk melegalkan ekspor benur secara ugal-ugalan atas dasar dibukanya keran ekspor.

Semua pihak sudah harus berpikir bagaimana memperbaiki kondisi bangsa ini di semua lini, tidak berusaha menunggangi kebijakan pemerintah untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Sebagai negara yang benar harusnya kita malu karena masih tertinggal dibandingkan negara tetangga, dalam segala hal.

Karena apa yang diberikan amanah sesuai dengan kapasitasnya malah tidak melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tidak memiliki sense of belonging, yang ada cuma kepentingan pribadi dan politik.

Kalau semua tanggung jawab dan kepentingan negara ini dilimpahkan kepada Presiden, lantas sekian banyak pembantu Presiden melakukan apa saja? Garis haluan kerja sudah diberikan Presiden, para pembantunya tinggal mengambil tindakan dan eksekusi sesuai dengan wewenang masing-masing.

Harusnya apa yang sudah terkuak sekarang ini tidak lagi terulang di masa yang akan datang, itu kalau semua pembantu Presiden mempunyai komitmen untuk melakukan Amar ma'ruf nahi munkar.

Pemerintahan sekarang ini sudah sepatutnya menjadi pemerintahan yang khusus bersih-bersih, yang akan meninggalkan legacy yang selalu dikenang masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun