Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cara BTP "Mereteli" Dominasi Mafia Migas

30 November 2019   14:27 Diperbarui: 30 November 2019   19:48 3220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mafia Migas itu sejenis 'siluman' karena tidak kasat mata. Kalau diserang lewat perang darat wujudnya tidak kelihatan. 

Cara kerja mafia migas itu adalah selalu bekerja di dalam regulasi, bukan melawan hukum. Jadi dia itu mengobjektifkan kepentingan subjektif, itu kata Said Didu.

Makanya ketika BTP atau Ahok ditanya soal memberantas mafia migas, dia malah balik bertanya, mafia migas itu apa sih, memangnya saya Godfather, kata Ahok. Ini sebuah strategi Ahok untuk menghadapi para siluman tersebut.

Sebagai pengatur strategi, Jokowi meminta BTP agar bisa mengurangi import, dengan menggunakan berbagai macam cara, seperti pakai energi baru terbarukan (EBT). Selain itu, memanfaatkan B30 (atau 30 persen minyak sawit untuk solar), juga bisa mengurangi ketergantungan impor Indonesia.

Disamping itu, juga ditarget untuk mengegolkan  proyek pengembangan kilang minyak atau Refinery Development Master Plan alias RDMP. Seperti halnya Kilang Cilacap  saat ini, kelanjutan proyek itu masih sumir. Kerja sama Pertamina dan Saudi Aramco yang dimulai empat tahun lalu pun belum ada kepastian.

Ini sejalan dengan keinginan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya meminta Pertamina mempercepat pengembangan kilang minyaknya agar bisa selesai tepat waktu.

Hal ini seiring dengan kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang terus membumbung. Saat ini, dari empat proyek pengembangan, baru dua yang sudah bergulir, yaitu Kilang Balikpapan dan Kilang Cilacap.

Kalau ini bisa dimaksimalkan, maka otomatis akan mengurangi import minyak dan gas (Migas), dengan demikian bisa meminimalisir peranan mafia migas dalam import migas. Inilah tugas Ahok sebagai Komisaris Utama, yang dikatakan akan membasmi mafia migas.

Secara terminologi, kata membasmi itu terasa sangat radikal, maka dari itu secara pelaksanaannya lebih ditekankan untuk mengurangi dan menurunkan import migas. Ini sebuah strategi yang bagus untuk menghadapi mafia migas.

Konotasi membasmi terkesan sangat frontal, sehingga ditakutkan bisa menimbulkan kegaduhan, sementara sebagai BTP, saat ini dihindari untuk melakukan hal seperti itu. Lagian juga mafia migas itu secara wujudnya tidak kelihatan, gimana mau dihadapi secara frontal.

Beda dengan ketika Ahok menghadapi konspirator yang mencuri uang rakyat lewat APBD, saat dia memimpin DKI Jakarta. Semua nyata wujudnya, sehingga dengan frontal dia bisa serang dengan gayanya yang urakan.

Sekarang ini yang jadi Komisaris Utama Pertamina itu BTP bukanlah Ahok, secara karakteristik pun juga berbeda. Sebagai seorang Komisaris Utama, tentunya BTP bukanlah pembuat kebijakan, tapi Pengawas kebijakan dan memberikan saran pada direksi Pertamina.

Tidak bisa dipungkiri, meskipun Petral sudah dibubarkan tidak berarti mafia migas sudah tidak ada. Selama import migas masih dilakukan, maka didalam Regulasi itulah mafia migas tetap eksis.

Dengan menurunkan dan mengurangi import migas, maka dominasi mafia dalam import migas bisa dipereteli secara perlahan-lahan. Hal seperti ini juga bisa diterapkan bukan cuma dibidang migas, juga dibidang yang lainnya.

Kebijakan import adalah bagian dari regulasi yang tidak terlepas dari campur tangan para mafia. Bertindak sebagai broker, namun wujudnya tidak terlihat nyata. Import yang gila-gilaan dalam segala bentuk produk, adalah bagian dsri campur tangan mafia.

Maka dengan mengurangi import, itu Sama halnya dengan membasmi para mafia tanpa menimbulkan kegaduhan. Mafia migas itu akan terlihat nyata ketika ada usulan atau protes terhadap sebuah regulasi yang dampaknya akan merugikan mereka.

Sumber : Satu / Dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun