Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Coretan Ramadhan 23] Menagih Janji Mengingkari Nurani

14 April 2023   16:36 Diperbarui: 14 April 2023   16:48 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cahaya Ramadhan, (pexels.com/ Oleksandr Pidvalnyi)

Bulan Ramadhan yang penuh suka cita serta keramaian dalam jalinan sosial, semangat yang meningkat, penuh ketaatan, serta menjalankan berbagai aktivitas sosial yang lebih positif memberikan sebentuk gambaran yang menyenangkan di muka kehidupan.

Tak terelakkan, kita seperti berlomba-lomba dalam kebaikan menumbuhkan kembali budaya sosial yang hangat dan penuh dengan senyuman. Ramainya tempat peribadatan serta perbincangan tentang berketuhanan menumbuhkan kembali ingatan akan anugerah yang telah diberikan.

Para dermawan bertebaran, pemberian-pemberian berseliweran, juga harapan atas apa yang diberikan.. .

Berbicara tentang harapan, tentunya setiap dari kita memiliki harapan dengan akhir yang memberikan kebahagiaan. Namun terkadang harapan juga mencipta kepedihan-kepedihan, tapi tanpa harapan kita juga tak akan memiliki gairah dalam kehidupan.

***

Tulisan sebelumnya yang berjudul Masih tentang Lailatul Qadar, memberikan kita sebentuk gambaran bahwa dengan berharap dan menerka-nerka setiap apa yang kita lakukan tak akan menghasilkan hasil yang baik.

Yang mana dalam tulisan kemarin dikatakan, jika ingin mendapat malam (hari) yang penuh kemuliaan, sebaiknya kita melakukan dari awal sampai akhir dengan terus meningkatkan keistiqomahan. 

Juga menurut saya hal tersebut mengantarkan kita pada perjalanan dalam kehidupan, bahwasanya tak perlu mengharapkan "satu hari yang penuh dengan keajaiban", namun ciptakanlah keajaiban di setiap harinya.

Mari kita mencoba berandai-andai; dalam membuka suatu usaha (menjual sesuatu) misalnya, awalnya kita menjual dengan harga yang murah dengan menjaga kualitas dan yang sebagainya, sehingga menyenangkan pembeli dan mengundang banyak orang.

Tentunya hal tersebut memberikan kebahagiaan, baik untuk pembeli maupun penjual karena sama-sama menguntungkan. Tapi pada kesempatan yang lain, karna tak mampu untuk terus menjaga kualitas dan persaingan harga dengan penjual lainnya, alhasil penjualan kita tak seramai sebelumnya.

Kita memang tak bisa mengira-ngira atau menduga-duga tentang pemberian dari Yang Kuasa. Namun pernahkah kita berpikir, bilamana saat datang hari-hari besar atau hari-hari spesial keagamaan kita seperti sedang melakukan "transaksi" keimanan dengan Tuhan.

Tentunya hal tersebut bukan didasari dengan melihat tingkah laku seseorang atau atas dasar sentimen dari dalam diri kepada orang lain. Namun hal tersebut saya pertanyakan kepada diri saya sendiri. Sebagai seorang individu yang mengaku berketuhanan.. .

Saat kita memerlukan bantuan atau mempunyai keinginan-keinginan dalam kehidupan atau saat berapa pada situasi ketidakberdayaan. Kita kembali dan mencari bantuan kepada-Nya, namun setelahnya kita lupa. Berulang-ulang dan tak terhindarkan.. .

Kadang kita beranggapan bahwa, Tuhan juga memaklumi karena memang sifat manusia seperti itu. Namun dalam suatu kesadaran dan kita mengambil jalan yang terlarang, apakah Tuhan masih bisa untuk memakluminya juga.. .

***

Kita sering menagih janji akan kemuliaan yang diberikan oleh-Nya, namun kita seperti mengingkari nurani. Pernahkah pada suatu ketika, terlintas di pikiran dan hati kita bahwasanya kita tak memiliki kepantasan akan pemberian dari-Nya. Semua anugerah dan kemuliaan yang telah tampak dan diberikan merupakan pemberian yang kita sia-siakan.. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun