Manusia yang dianugerahi Tuhan dengan akal juga perasaan (emosi), memberikan sebentuk keingintahuan tanpa henti. Seperti pada tulisan kemarin Antara Ada dan Tiada (Metafisika), yang menggambarkan bagaimana orang-orang jaman dulu bahkan sampai jaman sekarang, mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi tentang hal-hal yang melampaui nalar (tidak masuk akal).
Berbagai ritual, pengorbanan, persembahan, dan lain sebagainya untuk mendekatkan diri kepada Yang Kuasa, yang pada akhirnya dapat merasakan akan kehadiran dan keagunganNya. Menjadi semacam bentuk pengabdian yang tinggi dengan harapan dapat menjadi manusia yang lebih dari manusia lainnya (yang benar-benar manusia) yang dapat meraih kebijaksanaan tertinggi, serta keagungan Sang Ilahi.
Dalam Islam, ilmu untuk mencapai kedekatan (sedekat mungkin) pada Tuhan, disebut ilmu Tasawuf. Begitu dalam Achiriah & Laila Rohani, (2018) yang menyebutkan bahwa secara generik, tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Dalam britannica.com, disebutkan bahwa dasar pemikiran ilmu tasawuf yaitu ketaatan yang ketat pada hukum agama dan peniruan Nabi adalah dasar bagi para mistikus.
Sedangkan pada praktiknya, ilmu tasawuf dilakukan dengan introspeksi yang kaku dan perjuangan mental. Seorang mistik mencoba untuk memurnikan dirinya yang paling dasar bahkan dari tanda-tanda keegoisan yang paling kecil, sehingga mencapai keikhlasan yang maksimal, kemurnian niat dan tindakan yang mutlak.
Pengertian Tawakal (percaya pada Tuhan) dalam tasawuf kadang-kadang dipraktekkan sedemikian rupa sehingga setiap pemikiran tentang hari esok dianggap tidak religius. "Sedikit tidur, sedikit bicara, sedikit makanan" adalah hal mendasar. Puasa menjadi salah satu persiapan terpenting bagi kehidupan rohani (britannica.com).
Dalam terminologinya, an-nur.ac.id menjelaskan bahwa tasawuf merupakan ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, untuk membangun dhahir dan batin, serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Lebih lanjut, an-nur.ac.id mengungkapkan bahwa dari penjelasan tersebut tasawuf diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorientasi moral. Sehingga dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf adalah penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah.
Dalam Al-Adyan Jurnal Studi Lintas Agama, Tasawuf dijelaskan merupakan rumusan langsung dari perasaan seseorang yang mendambakan kehadirat Ilahi, penyucian batin dan ketenangan hati. Para sufi seringkali mengharapkan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan Tuhan baik dengan penyucian jiwa dan latihan-latihan spiritual.
Kemudian dalam Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism, menyebutkan prinsip serta tujuan hakiki dari tasawuf adalah ingin tersingkapnya hijab dari yang lahir menuju yang batin. Karena pada dasarnya Allah adalah sebagai yang Lahir (al-Dhahir) dan yang Batin (al-Batin). Ni'am, S. (2013) mengutip dari Sayyed Hossein Nasr menjelaskan bahwa dunia ini dan seluruh isinya merupakan pancaran dan alamat dari Nama-nama dan Sifat-sifat Tuhan, maka semua realitas dari dunia ini juga memiliki aspek lahir dan batin.