Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Coretan Ramadhan 06] Indahnya Perbedaan: Pluralisme dalam Islam

28 Maret 2023   22:19 Diperbarui: 28 Maret 2023   22:22 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cahaya Ramadhan, (pexels.com/ Oleksandr Pidvalnyi)

Beraneka ragam warna menyatu dalam satu kesatuaan membentuk keindahan yang menunjukan keagungan dari Sang Maha Pencipta yaitu pelangi, keragaman warna menyatu membentuk harmoni yang dapat dinikmati tanpa harus membeli.

Tak hanya pelangi, bentuk keragaman dari kuasa Tuhan juga tergambar dalam berbagai macam ciptaannya. Seperti halnya hewan dan tumbuhan yang memiliki berbagai macam spesies, jenis-jenis tanah, pegunungan, lautan, air (tawar, asin, payau), dan juga kita sebagai manusia.

Keragaman manusia dapat kita lihat dengan jelas, tergambar dari hal yang paling kecil (tak terlihat) sampai yang sangat terlihat. Gambaran tersebut tentu memberikan sebuah keindahan, seperti halnya ras, suku, agama, budaya, pemikiran, bentuk fisik, dan masih banyak lagi.

Dalam jalinan masyarakat, sebentuk keragaman tersebut membuahkan hasil yang positif yang disebut pluralisme. Pluralisme merupakan suatu paham yang menghargai atas adanya perbedaan di dalam jalinan masyarakat, memberikan keleluasaan dari kelompok yang berbeda untuk tetap menjaga keunikan atas budayanya masing-masing. Pluralisme sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu pluralism, yang terdiri dari dua kata yakni plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti paham atas keberagaman (id.wikipedia.org).

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman, yang mana terlihat dari banyaknya suku, budaya, bahasa, sampai agama. Dari masyarakat yang multikultural tersebut, perbedaan adalah hal nyata yang tidak bisa diingkari. Apa lagi dalam hal kepercayaan, negara Indonesia melindungi setiap warga negara dalam meyakini dan memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu, tertulis dalam UUD 1945 Pasal 28E, 28I dan pasal 29. Pemerintah juga mengakui adanya enam agama resmi di negara Indonesia, yaitu: Hindu, Katolik, Islam, Budha, Konghucu, dan Protestan.

Namun sayangnya dari keragaman tersebut, tak jarang pula memunculkan konflik yang didasari atas ego dari kelompok atau golongan masing-masing. Seperti yang dituliskan oleh Ali Mursyid Azisi (2021) dalam artikelnya yang di muat dalam ibtimes.id dengan mengutip pernyataan dari Luluk Fikri Zuhriyah yang mengatakan "pada praktiknya di Indonesia kerap kali terjadi perselisihan, konflik keagamaan, dan supremasi (merasa paling unggul), eksklusif (tertutup) dan cenderung ekstrim". 

Dari pernyataan tersebut, menunjukan bahwa masih perlunya sosialisasi atau suatu paparan-paparan atau tulisan-tulisan yang membahas mengenai masalah keragaman di Indonesia.

Awal bulan Ramadhan atau puasa pertama yang bertepatan dengan Hari Raya Nyepi umat Hindu menunjukan betapa indahnya bentuk keragaman yang dimiliki oleh masyarakat di Indonesia. Yang sangat disayangkan jika hal ini dicemari dengan ego atau pernyataan-pernyataan atau ungkapan-ungkapan buruk dari segelintir orang atau kelompok.

Almarhum Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafi'i menyatakan "Telah menjadi satu hal yang niscaya bahwa agama dan kebhinekaan saling berkait-berkelindan, dan bukannya saling menegasikan. Buya Syafii menyebut bahwa agama dan kebhinekaan harus dibaca dalam satu tarikan nafas," (Rizal Firmansyah Putra Moka, 2023).

Buya Syafii Maarif, (Kompastv/Ant)
Buya Syafii Maarif, (Kompastv/Ant)

Buya Syafii Maarif meyakini bahwa perbedaan atau keragaman adalah suatu rahmat dari Yang Kuasa yang harus disyukuri keberadaannya. Salah satu gambaran dari rasa syukur adanya perbedaan tersebut adalah mengelola perbedaan dengan menjadikan sebagai suatu kekuatan, serta menghindari perpecahan.

Islam sendiri merupakan agama yang memberikan sebentuk kedamaian bagi setiap yang ada di dunia ini, dengan sebutan Islam Rahmatan lil'alamin. Yang mana secara etimologis, Islam berarti "damai", sedangkan Rahmatan lil 'alamin berarti "kasih sayang bagi semesta alam". Maka yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.

Melansir tulisan dari Rizal Firmansyah Putra Moka, (2023) dengan judul "Buya Syafii: Agama dan Kebhinekaan untuk Kemanusiaan Universal" yang dimuat di ibtimes.id. Buya Syafii Maarif dengan tegas menolak paham agama dengan corak teosentris yang tidak berpihak pada masalah kemanusiaan, serta pentingnya memahami tujuan Al-Qur'an yaitu membangun sebuah tatanan sosial di atas prinsip keadilan dan etika, demi menjamin kelangsungan kehidupan manusia.

Lebih lanjut pesan dari tulisan Rizal Firmansyah Putra Moka, (2023) yakni kita dituntut untuk lebih jeli dalam menangkap pesan-pesan Al-Qur'an dengan mengedepankan tafsir atau model pemahaman yang terbuka dan kontekstual. Dengan begitu, kehidupan yang damai, aman, dan sentosa dalam kehidupan beragama dan kebhinekaan baru akan dapat tercipta.

Maraknya isu radikalisasi islam, islam garis keras, atau apapun istilahnya tentu membuat sebagian besar umat islam menjadi khawatir serta membuat tercoreng akan agama yang diyakini. Tentu sebagai seorang yang beragama islam hal ini patut disikapi dengan baik serta menyangkal akan isu tersebut dengan memberikan sebentuk gambaran bahwa islam adalah agama yang baik, damai, penuh kasih sayang, serta menghargai akan perbedaan.

Sebentuk gambaran akan islam yang damai dan Rahmatan lil 'alamin ini dapat kita lihat dalam konten ramadhan yang disiarkan dalam Channel YouTube Deddy Corbuzier, yang menyiarkan obrolan antara Habib Husein Ja'far Al Hadar (Habib Ja'far) dengan Onadio Leonardo dengan nama konten "LogIn".

Potret Habib Ja'far dan Onadio Leonardodalam konten
Potret Habib Ja'far dan Onadio Leonardodalam konten "LogIn" (YouTube Deddy Corbuzier)

Tentunya hal tersebut sangatlah positif, dengan balutan pembicaraan yang ringan namun tetap memberikan pesan-pesan yang dalam. Apalagi jika dilihat dari sisi Onadio Leonardo yang mana dapat digolongkan sebagai kaum muda Indonesia serta beragama katolik, tentunya memikat para generasi muda Indonesia serta menambah wawasan bagi non muslim di Indonesia untuk lebih mengetahui akan ajaran agama islam.

Referensi:

Ali Mursyid Azisi, (2021). Dialog Lintas Agama: Membuka Wawasan, Memahami Perbedaan. ibtimes.id

Rizal Firmansyah Putra Moka, (2023). Buya Syafii: Agama dan Kebhinekaan untuk Kemanusiaan Universal. ibtimes.id

Wikipedia. Pluralisme. id.wikipedia.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun