Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Aku, Pacarku, dan Bapakku (Kasus Anak Pejabat Pajak)

25 Februari 2023   02:14 Diperbarui: 25 Februari 2023   02:24 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/ Keira Burton

Coba cari-cari pembuka yang menarik untuk tulisan ini, sudah cari-cari akal tak nemu juga ternyata, yaudah langsung saja.. . Kasus penganiayaan seseorang, yang dilakukan oleh seorang "Borjuis" anak pejabat pajak. 

Hmm, cukup menarik sepertinya menjadi anak ini, tentunya kalau saja bisa memilih dilahirkan di dalam keluarga seperti apa, aku akan memilih menjadi anak orang kaya seperti anak tersebut. 

Punya uang, punya "circle" keren, di kelilingi wanita-wanita cantik, dan tentunya fasilitas yang banyak anak seusianya inginkan. (Dasar gak bersyukur, "yakin ngomong gitu.. .?")

Mungkin jika kita hidup di abad ke-19, yang mana belum adanya alat perekam atau yang sejenisnya seperti media sosial sekarang ini. 

Mungkin hal tersebut menjadi suatu hal yang sangat biasa, menghiasi setiap lorong-lorong jalan, dan mungkin masyarakat sudah masa bodoh tak mempedulikan akan hal tersebut atau mungkin menjadi suatu peringatan kepada masyarakat lemah agar tidak bertindak kontra/ melawan kepada penguasa atau orang yang memiliki cukup kekayaan atau jabatan atau yang lainnya.

Namun, peristiwa ini juga mengingatkan saya pada sebuah lugu rilisan tahun 1996, dalam album Minoritas, dari grub band Indonesia yaitu Slank, dengan judul "Gemerlap Kota". Yang mana dalam lagu tersebut agak mempunyai kemiripan. 

Dan sepertinya, kita sampai sekarang juga masih hidup di antara suatu budaya yang seperti ini. Yang mana anak seorang pejabat publik atau apapun dari orang tua yang mempunyai suatu nama, menjadi seorang yang agak di segani atau di eluh-eluhkan walaupun terkadang kelakuannya kurang baik, namun menjadi suatu yang wajar. 

Walau terdapat bisikan dari orang tua "Anaknya pak itu, wajar lah kaya gitu.. . Kamu jangan ya, bapak cuma orang biasa. Gak jadi kebanggaan, malah cuma jadi hinaan dan ketawaan orang kalau kamu kaya gitu, dsb.. .". Lalu apa yang sebenarnya perlu kita petik dari kejadian ini?

Tentunya sudah banyak yang berbicara mengenai masalah ini, baik dari petinggi-petinggi negara sampai masyarakat umum di kehidupan nyata maupun maya. 

Yang mana membicarakan mengenai masalah kronologi, latar belakang kejadian tersebut, kelakuan sang pacar yang masih bocil, hukum, moral, lingkungan, gaya hidup, serta masih banyak lagi yang tentunya tidak ada yang salah dari berbagai pernyataan-pernyataan tersebut. Namun saya rasa ada hal yang terlewatkan dari kita sebagai manusia, yang mana ada beberapa poin yang dapat kita tegaskan, yang diantaranya:

1. Darah Muda

Poin pertama yang saya dapat di pikiran saya yaitu "Darah muda" (Rhoma irama sudah ngingetin ini pakai lagu padahal). Yap, tentunya ini menjadi suatu faktor pendorong kejadian tersebut bisa terjadi. Kita tak perlu mengait-ngaitkan tentang kecerdasan emosional atau yang berhubungan dengan hal tersebut menurut saya.

Karena, memang namanya darah muda ya darah yang menggebu-gebu, lakukan.. . masalah menyesal itu pasti tak terpikirkan. Apalagi dibarengi dengan pertemanan, nama orang tua, juga fasilitas yang dimiliki, menjadi lengkaplah untuk menciptakan kearoganan lelaki muda.

Agama, budi pekerti, norma dan nilai yang berlaku tentunya menjadi terlupa, apalagi jika ditelisik ini dikarenakan bisikan seorang wanita. Cukup untuk menambah eksistensi serta menunjukan suatu power/ kekuatan/ kekerenan atau apapun lah itu yang dimiliki oleh seorang lelaki tersebut untuk meyakinkan kepada sang wanitanya. Apalagi kalau lagi jatuh cinta, "tai kucing, rasa coklat" hahaha.

2. Eksistensi

Berbicara mengenai eksistensi, saya rasa hal ini menjadi cukup menarik. Yang mana, banyak dikatakan anak pejabat pajak tersebut merupakan seorang yang gemar memamerkan barang-barang atau kendaraan yang dikendarainya di media sosial atau apapun. Tentunya ini menjadi perbincangan yang ramai, yang mana terdapat beberapa pertanyaan. Dari mana barang-barang tersebut berasal?, Apakah ada kecurangan yang dilakukan oleh orang tuanya di kerjaan?, serta masih banyak lagi. Karena sudah banyak yang berbicara mengenai masalah ini jadi kita swipe aja, oke.

Pertanyaan saya pada masalah eksistensi ini, adalah kenapa orang tuanya tidak melarang. Apakah anaknya yang memaksa, dan orang tuanya tidak punya cukup kekuatan untuk melarang apa yang dilakukan oleh anaknya?. Tentu kita tak perlu meraba-raba akan apa yang ada di keluarga tersebut, karena kita tidak memiliki cukup kapasitas untuk menilai atau menghakimi tingkah laku seseorang.

Namun tentunya ini menjadi pelajaran, yang mana kita patut syukuri (namun tetap berusaha) bilamana kita memiliki keterbatasan atas sesuatu hal, walau kita tahu tentunya setiap orang memiliki keterbatasan. Namun, untuk kelas sosial menengah kebawah lebih banyak keterbatasan jika dibandingkan dengan masyarakat kelas sosial atas baik meliputi fasilitas, pengetahuan, tingkat pengaruh di masyarakat, ataupun power yang dimiliki.

Kemudian, bila nanti menjadi seorang yang memiliki cukup bahkan banyak uang atau memiliki nama atau jabatan tertentu. Kita tahu bagaimana untuk mengelola serta membelanjakannya dan juga bagaimana kita untuk mengurus anak dengan sebaik-baiknya. Tentunya tak lupa pula untuk senantiasa selalu di barengi dan di tuntun oleh-Nya, memiliki kesadaran dan tidak terbutakan akan apa yang dimiliki. Karna efek buruk jika melihat dari kasus ini bukan hanya diterima oleh diri sendiri, namun sampai berdampak buruk kepada orang lain.

3. Power

Setiap laki-laki, tentunya memiliki suatu power atau kekuatan tertentu dalam kehidupan merupakan suatu hal yang menjadi keinginan, kebanggaan, serta suatu hal yang dapat meningkatkan akan eksistensi diri sebagai seorang pria. Yang mana hal ini menurut saya suatu hal yang alamiah dari alam, yang menciptakan karakter seorang pejantan seperti itu.

Lalu apa hubungannya dari kasus ini ?

Kita dapat melihat bagaimana, kekuatan tersebut yang dimiliki seseorang baik dari dampak keluarga, kepemilikan pribadi, atau dari manapun. Jika tidak dibarengi dengan bekal dan pondasi yang baik, bagaimana untuk menggunakan keistimewaan tersebut menjadikan suatu bentuk hal yang kurang baik di masyarakat (bahkan sangat tercela dalam kasus ini). Hal ini menurut saya penting dan patut kita garis bawahi.

Adagium "Power Tends to Corrupt, and Absolute Power Corrupt Absolutely", menjadi berhubungan dalam kasus ini. Menurut saya, korupsi bukan hanya tentang kecurangan dalam pengelolaan uang saja, namun juga tentang hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh seseorang. Yang mana dalam kasus ini anak dari pejabat pajak tersebut menyalahgunakan kekuatannya, untuk menindas seorang yang lemah.

***

Mungkin itu beberapa poin singkat yang dapat dituliskan dalam artikel ini, sebentuk pikiran bebas dari seorang biasa-biasa saja. Tentunya banyak kekurangan dalam tulisan ini, untuk itu penulis mohon maaf dan terima kasih untuk para pembaca. Salam.. .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun