Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Esensinya Hilang, Berubah Jadi Ajang Mempertontonkan Pencapaian

17 April 2022   16:31 Diperbarui: 17 April 2022   16:39 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebanggaan dengan diri sendiri tentunya tidak bisa kita kesampingkan karena itu merupakan suatu hal yang dapat meningkatkan sebuah kepercayaan diri kita, apalagi jika kita merasa bahwa kita telah sampai pada sebuah tujuan dalam hidup kita masing masing, di segala bentuknya. Kepercayaan diri ini tentunya sangat bermanfaat bagi diri kita, dimana dengan sebuah kepercayaan diri kita dapat meningkatkan akan suatu pencapaian kita. 

Dengan kepercayaan diri, kita akan berpikir secara positif dan akan mengesampingkan segala bentuk kekurangan yang kita miliki, dengan kata lain kita akan lebih positif dan lebih bersikap optimistis. Namun dalam segi kehidupan tentunya tak pernah lepas oleh suatu hal yang sifatnya Positif dan Negatif. 

Dalam segala hal, hidup didunia tentunya tak bisa kita hilangkan akan suatu kekurangan, secara normatif “Kesempurnaan” hanya milik Allah SWT. Segala sikap yang kita rasa itu baik, dalam sudut pandang orang lain pun tidak dapat kita pungkiri sikap tersebut belum tentu dilihat baik oleh orang lain. 

Dengan demikian, hal tersebut melatar belakangi akan suatu pemikiran bahwa di dalam segala aspek kehidupan didunia (Bermasyarakat), kita tidak boleh hanya melihat dengan sudut pandang pribadi saja, namun kita juga perlu peka akan sekitar, sehingga dengan demikian kita bisa menyesuaikan sikap kita dengan individu lain di sekitar kita.

Suatu pencapaian dalam hidup kita pastilah merupakan kebanggaan untuk diri kita sendiri, kebanggaan tersebut memacu kita untuk terus meningkatkannya menjadi lebih baik lagi atau bisa menjadikan kemandekan dalam hidup kita karena kita telah merasa puas dan kelelahan-kelelahan semasa dalam hidup perjuangan telah sampailah pada suatu titik kebahagiaan.

Tentunya sebagai manusia, yang disebut didalam ilmu sosial merupakan suatu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan senantiasa bergantung dengan orang lain kita memiliki sikap-sikap yang menjadi suatu ciri yang dimiliki oleh makhluk sosial tersebut. 

Sikap-sikap tersebut tentunya memiliki sisi baik dan buruknya masing masing, seperti halnya sikap manusia yang toleran, saling bergotong royong, ingin memiliki kebermanfaatan dalam hidupnya untuk sekitar, dll. 

Namun, disisi lain sikap manusia pula memiliki sifat buruk seperti halnya gaya hidup hedonisme, perilaku konsumtif (konsumsi kebutuhan yang bukan merupakan kebutuhan pokok/ dasar konsumsi karena keinginan semata), dan di jaman yang modern ini dengan adanya media sosial sikap manusia menjadi terlihat sering menunjukan atau memamerkan kehidupannya/ kesuksesannya/ pencapaiannya yang secara kita lihat sedikit memiliki suatu keinginan atau bertujuan ingin memperlihatkan akan pencapaian dalam kehidupannya tersebut (Tanpa menyebut orang lain penulis pun kadang juga begitu). 

Pastilah yang dinamakan sikap buruk, dilihat secara normatif akan buruk. Kebaikannya hanya terletak pada kepuasan pribadi saja, untuk kemanfaatannya kepada orang lain sangat sedikit bahkan dirasa tidak ada.

Sikap ingin dilihat (eksis) tentunya merupakan sikap yang normal sebagai seorang makhluk sosial, namun jika dibarengi dengan sikap yang kurang baik seperti memamerkan sesuatu secara berlebihan dan lain sebagainya tentunya ini akan berakibat buruk bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat.

Dalam sikap kita sebagai manusia yang ingin menunjukan sebuah kebanggaan atas pencapaian kita pastilah ini senantiasa kita akan mencoba untuk melakukan hal tersebut, sebagaimana disini didalam kebanyakan orang yang ingin memperoleh sebuah keterlihatan atau eksistensi diri. 

Dari sini mengarahkan kepada suatu pemikiran bahwa, ada beberapa anggapan dimana dalam budaya mudik (pulang kampung) ada sepercik anggapan kebanyakan orang dimana posisi orang yang mudik dianggap sukses dan memiliki banyak uang tanpa memahami kesulitan dan perjuangannya selama kehidupan di rantau. 

Namun secara sederhananya, anggapan bahwa orang yang mudik (pulang kampung) membawa uang yang banyak tidaklah bisa sepenuhnya disalahkan, karena tanpa disadari perilaku dan dipandang secara cara berbusananya mereka seolah-olah ingin menunjukan tentang pencapaian hidupnya, sehingga secara tidak langsung anggapan tersebut menjadi dihalalkan.

Secara sederhana merambah pada tujuan yang sebenarnya, mudik (pulang kampung) dapat kita maknai sebagaimana yaitu tentang kepulangan suatu anggota keluarga yang pergi jauh baik untuk bekerja, mencari ilmu, dll. 

Jika dimaknai seperti penjelasan tersebut tentunya suatu kepulangan seseorang baik yang bekerja, mencari ilmu, dan yang lainnya pastilah secara normatif kepulangannya itu akan membaha sebuah hasil. 

Hasil tersebut berupa uang jika dia bekerja, kemudian suatu keahlian baru,  pertumbuah pemikiran dan tinggkahlakunya bagi penuntut ilmu, dan lain sebagainya. 

Dari pemahaman ini, secara tidak langsung menimbulkan pemikiran bagi seorang perantau (secara sadar/ tidak sadar) bahwa kepulangannya ke desa/ kampung halamannya haruslah membawa suatu pencapaian baik apapun itu, sehingga terkesan memiliki keberhasilan selama masih hidup di rantau. Karena dengan anggapan moralitas, sang perantau tidak mau pulang dengan membawa kesedihan bagi orang tua atau sanak saudaranya di rumah.

Anggapan tersebut diatas tentunya sangat baik, dengan alasan ingin membahagiakan keluarga di kampung halaman dan dengan begitu akan membuat suatu kesan baik dari para masyarakat desanya. Namun, di sisi buruknya jika senantiasa berpura-pura dan hanya mau karana hanya ingin dilihat berhasil saja, ini akan menjadikan kesusahannya sendiri. Bahkan menjadi malu untuk pulang ke kampung halaman karena merasa gagal hidup di perantauan. 

Kondisi ini yang memilukan dan sangat-sangat menyedihkan dimana kita akan kehilangan anggota keluarga juga seseorang di anggota keluarganya tersebut jika beranggapan bahwa hanya akan menjadi bahan mempermalukan keluarganya jika pulang tanpa mendapatkan hasil apa-apa.

Namun di setiap situasi dan kondisi pastilah terdapat sisi baik dan buruknya, kebijaksanaan dalam diri kita pribadi lah yang harus bisa menyeimbangkannya. Sehingga tidak menjadi suatu prasangka buruk bagi masyarakat sekitar kita dan dapat menjadi contoh yang baik, cerminan pencapaian dalam kehidupan bagi para masyarakat di sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun