Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Esensinya Hilang, Berubah Jadi Ajang Mempertontonkan Pencapaian

17 April 2022   16:31 Diperbarui: 17 April 2022   16:39 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sikap kita sebagai manusia yang ingin menunjukan sebuah kebanggaan atas pencapaian kita pastilah ini senantiasa kita akan mencoba untuk melakukan hal tersebut, sebagaimana disini didalam kebanyakan orang yang ingin memperoleh sebuah keterlihatan atau eksistensi diri. 

Dari sini mengarahkan kepada suatu pemikiran bahwa, ada beberapa anggapan dimana dalam budaya mudik (pulang kampung) ada sepercik anggapan kebanyakan orang dimana posisi orang yang mudik dianggap sukses dan memiliki banyak uang tanpa memahami kesulitan dan perjuangannya selama kehidupan di rantau. 

Namun secara sederhananya, anggapan bahwa orang yang mudik (pulang kampung) membawa uang yang banyak tidaklah bisa sepenuhnya disalahkan, karena tanpa disadari perilaku dan dipandang secara cara berbusananya mereka seolah-olah ingin menunjukan tentang pencapaian hidupnya, sehingga secara tidak langsung anggapan tersebut menjadi dihalalkan.

Secara sederhana merambah pada tujuan yang sebenarnya, mudik (pulang kampung) dapat kita maknai sebagaimana yaitu tentang kepulangan suatu anggota keluarga yang pergi jauh baik untuk bekerja, mencari ilmu, dll. 

Jika dimaknai seperti penjelasan tersebut tentunya suatu kepulangan seseorang baik yang bekerja, mencari ilmu, dan yang lainnya pastilah secara normatif kepulangannya itu akan membaha sebuah hasil. 

Hasil tersebut berupa uang jika dia bekerja, kemudian suatu keahlian baru,  pertumbuah pemikiran dan tinggkahlakunya bagi penuntut ilmu, dan lain sebagainya. 

Dari pemahaman ini, secara tidak langsung menimbulkan pemikiran bagi seorang perantau (secara sadar/ tidak sadar) bahwa kepulangannya ke desa/ kampung halamannya haruslah membawa suatu pencapaian baik apapun itu, sehingga terkesan memiliki keberhasilan selama masih hidup di rantau. Karena dengan anggapan moralitas, sang perantau tidak mau pulang dengan membawa kesedihan bagi orang tua atau sanak saudaranya di rumah.

Anggapan tersebut diatas tentunya sangat baik, dengan alasan ingin membahagiakan keluarga di kampung halaman dan dengan begitu akan membuat suatu kesan baik dari para masyarakat desanya. Namun, di sisi buruknya jika senantiasa berpura-pura dan hanya mau karana hanya ingin dilihat berhasil saja, ini akan menjadikan kesusahannya sendiri. Bahkan menjadi malu untuk pulang ke kampung halaman karena merasa gagal hidup di perantauan. 

Kondisi ini yang memilukan dan sangat-sangat menyedihkan dimana kita akan kehilangan anggota keluarga juga seseorang di anggota keluarganya tersebut jika beranggapan bahwa hanya akan menjadi bahan mempermalukan keluarganya jika pulang tanpa mendapatkan hasil apa-apa.

Namun di setiap situasi dan kondisi pastilah terdapat sisi baik dan buruknya, kebijaksanaan dalam diri kita pribadi lah yang harus bisa menyeimbangkannya. Sehingga tidak menjadi suatu prasangka buruk bagi masyarakat sekitar kita dan dapat menjadi contoh yang baik, cerminan pencapaian dalam kehidupan bagi para masyarakat di sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun