Mohon tunggu...
Aji Andana
Aji Andana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sehat - Cerdas - Ceria

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

UU ITE Ujaran Kebencian melalui Media Sosial

19 Februari 2024   17:42 Diperbarui: 19 Februari 2024   17:58 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Didukung oleh Pasal 156-157 dan Pasal 130-131 KUHP yang pada intinya mengatur larangan: 1) menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap satu atau lebih suku bangsa Indonesia di depan umum; 2) menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum; dan 3) sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Terlebih khusus UU ITE Pasal 28 mengatur larangan ujaran kebencian dalam kaitan kegiatan transaksi elektronik sebagai berikut: 1) dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dan 2) dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Media Kompas merilis tentang sanksi-sanksi bagi pelanggaran UU ITE sebagai berikut:

  • Pasal 45 ayat 1: Hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar atas pendistribusian informasi elektronik bermuatan asusila.
  • Pasal 45 ayat 2: Hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar atas penyebaran berita bohong.
  • Pasal 45 ayat 3: Hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda maksimal Rp 2 milar atas ancaman penyebaran informasi elektronik bermuatan ancaman kekerasan.
  • Pasal 46 ayat 1: Hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp 600 juta atas peretasan terhadap sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
  • Pasal 46 ayat 2: Hukuman pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda maksimal Rp 700 juta atas peretasan terhadap sistem elektronik di lingkungan pemerintah atau pemerintah daerah.
  • Pasal 46 ayat 3: Hukuman pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda maksimal Rp 800 juta atas penerobosan atau penjebolan terhadap sistem pengamanan komputer.
  • Pasal 47: Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 800 juta atas penyadapan sistem elektronik milik orang lain.
  • Pasal 48 ayat 1: Hukuman pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar atas pengrusakan dokumen elektronik milik orang lain.
  • Pasal 48 ayat 2: Hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun dan denda maksimal Rp 3 milar atas pemindahan atau mentransfer informasi elektronik kepada orang lain yang tidak berhak.
  • Pasal 48 ayat 3: Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar atas perbuatan membuka akses informasi elektronik yang sifatnya rahasia.
  • Pasal 49: Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar atas perbuatan mengganggu kinerja sistem elektronik.
  • Pasal 50: Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar atas  perbuatan memfasilitasi perangkat keras maupun perangkat lunak untuk pelaku pelanggaran.
  • Pasal 51: Hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda maksimal Rp 12 miliar atas pemalsuan dokumen elektronik.

Ancaman hukuman pidana diatas dimaksudkan untuk menjadi sebuah pedoman atau rambu-rambu bagi masyarakat melakukan segala jenis aktivitas di dalam sistem elektronik. Dampak yang diharapkan juga adalah masyarakat bisa mempertanggungjawabkan tindakannya saat menggunakan informasi teknologi elektronik, sehingga dalam media sosial tetap terjaga keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat dan negara.

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan pembahasan maka dapat dirangkum kesimpulan sebagai berikut:

  • Bahwa dibuatnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah bentuk perwujudan dari tanggung jawab yang harus diemban oleh Negara, untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas penggunaan teknologi informasi dan komunikasi agar terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi. Seiring dengan berkembang pesatnya kemajuan teknologi informasi adalah penyebab perubahan kegiatan masyarakat di berbagai bidang yang dapat mempengaruhi timbulnya bentuk-bentuk tindakan hukum baru;
  • Maraknya tindak pidana yang melanggar hukum di media sosial dan banyak yang harus mempertanggungjawabkan permasalahannya hingga menjalani hukuman di dalam perjara, diharapkan dapat menjadi maklum untuk setiap individu masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi tanpa mengurangi, menambahi atau memutarbalikkan fakta, lebih cerdas menyaring kembali informasi yang diterima dari media sosial, serta tidak mudah untuk ikut menyebarkan informasi yang belum diketahui fakta yang sebenarnya.

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka adapun beberapa saran sebagai berikut:

  • Meningkatkan kesadaran mematuhi hukum yang berlaku di masyarakat. Kesadaran hukum menjadi unsur yang sangat penting untuk diberlakukannya hukum secara efektif, efisien, dipahami dan ditaati oleh pengguna hukum tersebut.
  • Diperlukan peningkatan kemampuan para anggota mulai dari aparat penegak hukum di lingkup terkecil di masyarakat sampai lingkup besar di Pemerintahan untuk menguasai bidang Informasi dan Transaksi Elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.bps.go.id diakses 19 Februari 2024.

https://www.kominfo.go.id diakses 19 Februari 2024.

Amir Mafri, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, PT. LogosWacana Ilmu, Jakarta 1999, Cetakan 2 hal. 66.

Poerwandari Kristi, “Gaduh di Media”. Kompas. Edisi 11 Februari 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun