Mohon tunggu...
Ajeng
Ajeng Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

penyuka bunga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Upaya Hukum Pajak di DJP

16 Januari 2024   16:35 Diperbarui: 16 Januari 2024   16:54 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Upaya hukum perpajakan adalah langkah-langkah yang diizinkan oleh Undang-Undang bagi Wajib Pajak guna mencapai keadilan. Wajib Pajak memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan hukum dalam kasus di mana Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang diterimanya dianggap tidak mencerminkan situasi sebenarnya.

Upaya hukum pajak dapat dilakukan di internal DJP dan eksternal DJP. Upaya hukum yang terdapat di internal DJP adalah pembetulan, keberatan, dan pengurangan, penghapusan, dan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Sedangkan, upaya hukum yang dapat dilakukan di luar DJP adalah Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali.

Pada artikel berikut ini, kami akan memfokuskan pembahasan ke dalam Upaya Hukum Pajak di DJP.

1) Pembetulan

Langkah hukum awal yang dapat diambil oleh WP adalah melakukan pembetulan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang KUP, atas permohonan WP atau secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk memperbaiki Surat Ketetapan Pajak, SK Pembetulan, SK Keberatan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi, SK Penghapusan, Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SKPPKP, atau SK Pemberian Imbalan Bunga jika terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kesalahan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Waktu maksimum untuk menyelesaikan pembetulan atau memberikan keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak telah ditetapkan dalam Pasal 16 ayat 2 UU KUP, yaitu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima.

2) Keberatan

Menurut Pasal 26 ayat 1 UU KUP, Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tahunan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Negara (SKPN), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), atau dalam situasi pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan, pembayaran pajak atas jumlah yang masih belum diselesaikan pada saat keberatan diajukan akan ditangguhkan hingga satu bulan setelah tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat 7 UU KUP.

Sanksi terkait dengan keberatan dijelaskan dalam Pasal 25 ayat 9 UU KUP, dimana jika permohonan Wajib Pajak ditolak atau hanya sebagian dikabulkan, Wajib Pajak akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pajak yang diatur dalam keputusan keberatan, dikurangi dengan jumlah pajak yang telah dibayarkan sebelum mengajukan keberatan.

Keputusan terhadap keberatan harus diberikan dalam waktu maksimal 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk memberikan keputusan yang mencakup opsi mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, menolak, atau menentukan penambahan jumlah pajak yang masih harus dibayarkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU KUP.

3) Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan

a) Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun