Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batal Masuk Surga

29 Agustus 2021   01:55 Diperbarui: 29 Agustus 2021   02:34 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
akuntansi.uma.ac.id

Windra sedang terjebak dalam lingkaran setan. Namanya tenar di mana-mana. Semua orang mencarinya. Whatsapp-nya penuh dengan pesan tak terbaca dan panggilan tak terjawab. Teman-teman yang tadinya acuh tak acuh padanya kini pun menghubunginya dengan gencar. Windra bukan sedang menjadi idola, melainkan ia tengah dikejar-kejar debt collector beberapa pinjol illegal. Teman-teman yang tidak tahu-menahu masalahnya ikut terkena imbasnya. Nomor kontak mereka tersadap pihak pinjol dan dikirimi pesan untuk mengingatkan Windra agar lekas membayar hutang-hutangnya.

Windra yang sudah setahun lebih tidak bekerja, meletakkan harapan pada puluhan aplikasi pinjaman online illegal yang menawarkan pinjaman bersyarat mudah dengan riba yang mencekik leher.

Semua karena Stephanie. Gadis bermata sipit itu membuat Windra jatuh cinta. Gayanya yang sensual memancing birahi setiap mata yang melihatnya. Sekalipun Windra tidak tergoda sampai ke sana namun mati-matian dia akan mempertahankan Stephanie yang kini sudah mulai menerima cintanya.

Di balik perempuan cantik dan mempesona rata-rata harus ada saldo yang tak ada limitnya. Windra yang saat berkenalan dengan Stephanie dalam status jobless memutar otak berulang kali, ia mulai browsing dengan keywords "Cara mendapatkan uang dengan cepat."

Muncul beberapa jawaban dari Google : bekerja, pegadaian, arisan online, pesugihan, babi ngepet, dan Pinjaman Online alias Pinjol. 

Pilihan jatuh pada poin terakhir, ia pun segera mencoba mengunduh beberapa aplikasi pinjaman. Mulai dari yang legal sampai illegal. Setelah dipelajari persyaratannya, Windra memilih yang illegal, karena jauh lebih mudah. Hanya bermodalkan KTP, Kartu Keluarga, Slip gaji palsu yang ia buat sendiri dengan membayar sedikit recehan kepada mas-mas warnet yang jago AutoCad, dan verifikasi wajah yang mengharuskannya mangap-mangap, geleng-geleng, manggut-manggut, sejumlah uang haram akan masuk ke rekeningnya. Hal yang sangat mudah dilakukan oleh kaum-kaum rebahan sepertinya.

Melihat kesanggupan Windra memenuhi keinginannya membuat Stephanie semakin cinta. Setiap hari ada saja ajakan bertemu sekali pun hanya sekedar untuk makan malam di restoran cepat saji. Melihat sikap Stephanie yang semakin manis setiap hari membuat Windra semakin gencar mencari aplikasi pinjol baru yang belum ia coba. Sampai akhirnya satu per satu mulai gagal bayar. Bagaimana tidak? Ia menutup hutang-hutangnya dengan hutang yang baru, begitu terus sampai Indonesia merdeka tiga kali.

Teror mulai berdatangan. Sejumlah debt collector menghubunginya siang dan malam. Windra paranoid saat mendengar ada panggilan masuk ke ponselnya. Hanya dua nomor yang pasti akan ia respons, Stephanie dan Ibunya. Windra tak lagi aktif bermedia sosial. Teman-teman yang mendapat terror karena ulahnya juga mengirimkan pesan di Facebook-nya.

Windra mulai rajin menolak ajakan Stephanie untuk bertemu. Bukan perkara tidak rindu, tapi pundi-pundi dana mengkhawatirkan. Windra tak lagi mampu memberikan pelayanan maksimal sebagai kekasih ideal. Perlahan tapi pasti Stephanie pun pergi. Sesungguhnya Windra sedih kehilangan Stephanie dengan cara seperti ini, namun ini jauh lebih baik dari pada Stephanie tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biarlah gadis itu menganggap Windra sebagai pria hidung belang dari pada pria buronan para penagih hutang.

Setelah kepergia Stephanie, hidup Windra semakin sepi, walaupun hape-nya masih tetap "ramai".

Windra mulai putus asa dan gelap mata, dalam kondisi tertekan dan sendirian terbesit ide gila dalam benaknya untuk bunuh diri.

Windra menyiapkan seutas tali bekas lomba tarik tambang di perayaan 17-an beberapa tahun lalu. Ia memeriksa kondisinya apakah masih bisa dipakai atau tidak. Jangan sampai di tengah-tengah upaya bunuh diri, talinya putus karena sudah rapuh. Sebuah kursi plastik juga disiapkan. Windra menuju ke kebon belakang rumahnya tepat pukul 2 malam saat ibu dan para tetangga tengah bermimpi.

Windra menggantung tali di pohon jambu air. Seketika Windra bergidig, bukan karena melihat penampakan kuntilanak atau sejenisnya, melainkan ia membayangkan ada ulat bulu yang jatuh di tubuhnya sebelum ia benar-benar masuk Surga.

Namun, dengan tekad yang kuat, Windra mengesampingkan semua perasaan yang menganggu. Ia cepat naik ke kursi dan memasukkan kepalanya ke dalam tali tambang yang sudah dibentuk simpul.

"Bismillah, satu ... dua ... ti...,"

Windra merasa sesak, kakinya bergerak-gerak memberontak.. Wajah Ibu, Stephanie, penjaga warnet, berputar dalam pikirannya. Tak berapa lama tubuh Windra sudah tak lagi bergerak. Terkulai lemas dalam posisi tergantung

*

Windra membuka mata, ada cahaya yang begitu menyilaukan matanya. Ia tak bisa melihat siapa di depannya, hanya muncul sebuah suara yang begitu nyaman terdengar di telinga.

"Hai, apa kabar? Lama tidak berkomunikasi, kapan terakhir kali, ya?"

Windra yakin itu suara Tuhan. Ia tidak merasa ketakutan, justru merasa damai luar biasa. "Ternyata bunuh diri itu sakitnya hanya sebentar," batinnya.

"Kenapa kau mendahului catatan takdirmu yang sudah kutulis? Kau belum waktunya sampai ke sini. Masih waiting list. Sabar, nanti ada waktunya kau kubawa pulang. Perlu contekkan tanggal pastinya?"

"Saya sudah tak sanggup hidup lagi, saya dikejar banyak penagih hutang. Saya tidak tahu harus ke mana. Biarkan saya masuk Surgamu, ya, Tuhan,"

"Kata siapa bunuh diri bisa masuk Surga? Jangan suka mengarang cerita. Pulang, kembali ke dunia. Ibumu itu janda, harusnya kau bisa menjaganya. Orang-orang yang sudah menerormu besok bisa kuubah takdirnya. Mereka bisa kuambil nyawanya. Apa  kau mau tetap di sini dan berkumpul dengan mereka? Tadi katanya takut?"

Windra kembali dipenuhi perasaan takut luar biasa. Bayangan wajah-wajah garang dengan mulut setajam silet seketika membuatnya berubah pikiran.

"Tuhan, saya mau kembali ke dunia saja, tapi janji, ya? Mereka akan Kau ambil nyawanya? Sumpah, saya takut bertemu mereka."

Tiba-tiba cahaya putih itu menghilang, berganti dengan cahaya kekuningan. Windra mengerjapkan mata berulang-ulang. Ia sudah berada di dalam kamarnya dan mendengar banyak suara di kanan dan kirinya.

"Alhamdulillah, Windra bangun, Nak. Ini Ibu. Kamu kenapa? Lihat itu banyak tetangga nunggu kamu sadar. Jangan banyak melamun makanya, Win. Kamu kesurupan, ya, sampai mau bunuh diri?"

Windra tak akan pernah menjawabnya. Cukuplah ini menjadi pengalaman baginya. Ibu tak perlu tahu, ini bukan bebannya. Pertemuan sebentar dengan Tuhan cukup membuatnya sadar, betapa sesungguhnya ia masih berguna di dunia, minimal untuk ibunya.

 

-selesai-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun