Ini bukan artikel apalagi fiksi yang seperti biasanya saya tulis. Ini hanya isi hati saya sebagai Kompasianer baru dengan isi otak minim yang belum paham benar bagaimana sepak terjang para rekan kompasianer yang lebih dulu ada disini.
Beberapa bulan terakhir ini saya melihat banyak sekali kehiruk pikukkan masalah yang terjadi dalam blog keroyokan ini. Entah siapa otak dari ini semua, sejujurnya saya tidak mau terlalu ikut campur.
Tapi saya mulai ikut - ikutan risih kala diantara sesama Kompasianer saling menuduh dengan mencantumkan nama Kompasianer lain dalam postingannya dengan menyebut mereka kloningan.
Beberapa nama yang sudah saya kenal cukup baik dituduh dengan alasan yang tidak masuk akal. Dan yang menuduh adalah orang - orang yang jarang menulis. Dan isi tulisannya hanya menuduh sana sini secara tidak jelas.
Admin dituntut untuk lekas menyelesaikan ini. Admin di jadikan bola, dilempar sana sini. Padahal admin hanya sejumlah beberapa orang dan masih memiliki job desk utama yang jika terlantar pun akan mendapatkan banyak hujatan dari para kompasianer.
Kalau saja kita mau mengambil sederhananya saja, niat awal kita join disini untuk apa sih? Untuk menghujat ? untuk memprovokasi? Mau terlihat beda dari yan lain? Mencari sensasi? Atau untuk sekedar mencari musuh? Rasanya tak perlu repot - repot dengan membuat akun di Kompasiana.
Update status di media sosial dengan menjelek - jelekkan orang lain, rasanya bisa kok mencakup semua harapan - harapan di atas. Atau memajang foto naked anda serta membubuhkan nomer contact anda. Yakin, dalam waktu kurang dari 1 jam anda akan menjadi artis dadakan.
Ada yang bilang di balik akun kloningan yang mulai bermunculan, ada campur tangan Kompasianer senior yang berniat ingin menjatuhkan kompasianer lain. Ada pula rumor bahwa akun kloningan adalah sejumlah orang yang tidak puas dengan pelayanan kompasiana yang saat ini tampilannya kurang diminati, adapula yang bilang bahwa akun kloningan dibuat oleh mantan kompasianer yang akunnya dibekukan oleh admin. Memang alasan - alasan tersebut mungkin saya menjadi latar belakang munculnya akun - akun kloningan tersebut. Rasa benci, tidak suka, bahkan sirik bisa juga memicu munculnya akun - akun siluman di ranah kompasiana ini. tapi lagi - lagi saya tidak peduli siapa mereka. Kalau memang benar adanya ya sebagai yang normal cukup menjadi penyimak atau pemerhati saja. bukan justru ikut - ikutan memanas - manasi yang lain dan berlaku sama seperti anda.
Saya sempat heran ada seorang Kompasianer perempuan yang saya lihat jumlah postingannya hanya 2 dan isinya hanya mempermasalahkan kemunculan akun kloningan. Lantas di sebuah postingan oranglain kami sama - sama memberi komentar, disitu ia minta akun kloningan ditindak dengan tegas. Lalu dia juga bilang malas menulis selagi masih banyak akun kloningan yang bertebaran disini. Apa hubungannya ya? di postingan yang ia buat tidak ada komentar 1 pun, jadi kenapa ia merasa terganggu dengan akun kloningan? Dan bisa disebut apa akun macam itu? kloningan juga kah? atau oknum kloningan penolak akun kloningan?
Cobalah, jangan besarkan ego. Ada sebab dan ada akibat. Ini blog bersama. Kita tidak dikenakan pajak apapun untuk join disini. Kita diberi space untuk menulis, mendapat kritikan bahkan pujian dari sahabat - sahabat disini. Dan admin memberikan bonus lebih dengan meng-HL kan tulisan kita agar dibaca oleh orang banyak. Lantas, apalagi alasan kita untuk merusak blog ini?
Jangan banyak menuntut, jangan banyak melakukan protes dengan membuat banyak akun yang hanya menimbulkan perpecahan disini. Kembali pada niat awal kita bergabung disini. Menulis dan menulis. Belajar membuat tulisan yang baik dan layak dibaca.
Saya tidak bisa membayangkan jika Kompasiana adalah manusia, ia mungkin akan menangis sejadi - jadinya melihat mereka yang dirangkul pecah hanya karena hal sepele.
Saya bukan mau sok pintar atau sok tahu dengan kondisi yang ada. Hanya saja saya bosan dengan postingan yang menjatuhkan satu sama lain. Disini kebanyakan orang sudah berumur kan? Bukan anak sekolah lagi. Jadi berfikirlah dewasa. Jadikan rasa sirik itu sebagai alasan untuk menghasilkan tulisan yang lebih baik dan lebih banyak peminatnya. Bukan menjadi duri dalam daging. Mengatasnamakan kebaikan Kompasiana untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Salam Persahabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H