[caption id="attachment_161114" align="aligncenter" width="400" caption="http://www.facebook.com/cacakburuk?sk=notes"][/caption]
Pagi ini sangat lain seperti biasanya. Rangga mengantarku berangkat kuliah pagi itu.
“Jeng nanti pulangnya Rangga jemput lagi ya ?” tawarnya.
“Hmm.. iya Ngga ..” jawabku.
Selama di kampus perasaanku tak tenang. Ada sesuatu yang mengganjal. Pikiranku melayang entah kemana. Tak satupun ilmu yang menempel di otakku.
^^^
Sampai di sore hari, tiba – tiba seorang kawan yang sudah lama menaruh hati padaku menelepon.
“Jeng, aku jemput ya ..? mau nggak?”
Aku bingung. Tak mampu mengecewakan orang lain. Tapi di sisi lain aku sudah mengiyakan tawaran Rangga untuk menjemputku sepulang kuliah.
Selama ini Rangga selalu memaafkanku. Dikala aku membuatnya kecewa dan sakit hati. “Semoga kali ini dia pun memaafkanku …” pikirku.
“Oke, jemput di depan menara Saidah ya ..” jawabku pada temanku itu.
Dan aku pun lekas mengirimkan sms pada Rangga, dengan seribu alasan sekenanya.
Aku sama sekali tak merasa mengkhianati Rangga. Karena status kami tidak pacaran. Kami hanya mantan pacar dimana hubungan indah itu sudah kandas 5 tahun yang lalu. Tapi Rangga tak pernah meninggalkanku sendirian. Ia selalu ada kapanpun aku butuhkan.
Setelah hari aku tidak mengaktifkan ponselku. Kubiarkan mati dan kusimpan di dalam lemari. Sampai di hari kedua, mendadak aku ingin sekali menyalakan ponselku. Setelah beberapa kawan berdemo di telepon rumahku bertanya kenapa ponselku mati. Setelah kunyalakan, masuklah 9 sms dan salah satunya dari Rangga. Isinya,”Jeng, nanti malam Rangga main ke rumah ya, mau nonton acara dulu di SMA 6 Bulungan.” Tertanggal kemarin. Lalu masuk sms keduanya, isinya sebuah puisi. Hanya beberapa baris tapi sangat menyejukkan hatiku.
Tak terasa 5 tahun kita bersama,
Tawa itu, canda itu khas milikmu,
Menanti dirimu seperti menanti datangnya pelangi
Tak jelas kapan dan dimana datangnya,
Gadisku, jika aku mati ..
Maka kaulah cinta matiku ..
Keesokkan harinya aku merasakan galau yang luar biasa, perasaan ini jauh lebih tidak enak dari beberapa hari yang lalu. Sepulang dari kampus malam itu adikku menjemput. Aku memintanya mengantarku mencari Rangga. Yang ku tahu Rangga hanya suka berkumpul dengan rekan – rekannya di sebuah bengkel motor. Ku cari dia disana. Namun tak kutemukan. Aku rasa tak mungkin bila sampai harus mendatangi rumahnya.
Lalu aku dan adikku memutuskan untuk pulang ke rumah. Sampai di rumah pun perasaanku masih sama. Tidak tenang, pikiranku kacau. Aku tak mengerti mengapa mendadak bayang- bayang Rangga selalu terlintas di benakku beberapa hari ini. Padahal biasanya aku tak pernah peduli. Aku tak pernah mau tahu. Tapi ini beda. Perasaan ku tak karuan rasanya. Ingin marah, tapi buat apa? Ingin menangis pun aku tak punya alasannya.
Mama dan adik-adikku mengajakku bermain kartu. Mainan yang sering kami mainkan di kala sedang tak ada aktivitas. Aku yang biasa menang terus, mendadak menjadi kalah terus. Dan di saat yang sama mendadak aku menangis. Walau aku tak tahu kenapa. Rasanya tak mungkin jika hanya karena kalah main kartu.
“kamu tidur aja jeng, kecapek’an kali.” Ucap Mama.
“iya mungkin ma,,” jawabku sambil berjalan kearah kamar. Sampai di kamar aku pun tak langsung tidur. Aku berdoa, minta pada Tuhan agar menjaga Rangga untukku. Dan kemudian aku pun terlelap.
Keesokkan paginya 16 September 2007… pakde ku yang tinggal di sebelah rumah mengetuk pintu kamarku. Memanggil namaku dengan keras dari luar.
“Jeeeeng bangun,, itu ada Sukma.”
Aku pun langsung melompat bangun dari pembaringanku yang hangat.
“Owh iyaa.. iya nih udah bangun. Suruh aja masuk dulu.” Teriakku dari arah dalam kamar.
Aku tak mandi lagi. Langsung kusambangi Sukma yang notabene adalah sepupu Rangga di kursi teras depan.
Wajah sukma terunduk, aku langsung menyapanya.
“Oi Sukma, tumben sendirian?" Tanya ku yang mungkin mengejutkannya.
Sukma hanya mengangkat wajahnya. Memperlihatkan pipinya yang basah karena airmata. Lalu kembali menunduk.
“Loh? Kenapa? Rangga mana Ma?” kuberondong dia dengan pertanyaan.
“Rangga … Rangga .. udah ngga ada Jeng !” Sukma tertunduk lesu.
Ya Tuhan? Apa ini mimpi? Setelah ku cubit pipiku dan kusadari bahwa ini bukan mimpi barulah aku menangis sejadi – jadinya. Sendi – sendiku lunglai. Dadaku sesak. Pikiranku melayang pada kenangan 5 tahun lalu. Saat ia mengucapkan salam perpisahan …
“Jeng, ini karena alasan Rangga sayang sama Ajeng.
Rangga mau Ajeng bahagia di deket Rangga.
Rangga nggak mau hidup kita susah nantinya.
Sabar ya sayang, di saat Rangga sudah mapan,
Rangga kembali buat melamar Ajeng..”
^^^
Ku tatap nisan ini, tak sekalipun airmataku tak menetes kala ku menjenguknya. Aku datang bukan untuk menagih janji itu. Aku hanya ingin Rangga tahu, kini ku tawarkan diriku untuk menyusulnya.
Buat Alm. Rangga Marwan..
Happy Valentine's Day sayang ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H